Aku punya cerita konyol dari pengalamanku sendiri waktu berangkat kerja dI Jakarta awal tahun 2007. Saat aku pertama kali sampai Jakarta, hal yang pertama aku lakukan adalah mencari rumah sepupuku yang tinggal di Ruko ROXY, Lippo Cikarang Bekasi yang kebetulan agak dekat dengan tempat tinggal Omku di Villa Nusa Indah Bekasi. Waktu itu aku cuma diberi alamat dan nomor tlpnya untuk pergi mencari rumah sepupuku karena saat itu aku nggak sempat dianterin kesana sama omku sebab dia lagi mau berangkat kerja mulai dari jam 5 subuh.
Namun aku cuma diberitahu nomor jurusan angkot menuju ke Cikarang, naik angkot 45 di Mega Bekasi lewat tol dan kalau sampai di Cikarang naik angkot yang ada tulisannya LIPPO. Kalimat itu saya hafal betul dari ingatan saya dan dengan pedenya aku berangkat sendirian ke Cikarang naik angkot 02 A dari Villa Nusa Indah Bekasi menuju pasar Rebo Bekasi kemudian naik angkot 02 kearah GIANT MEGA BEKASI.
Dengan pedenya saya Tanya sopir angkot. “Bang, kalau “cari pete-pete” ke arah Cikarang turun dimana!”.
“Cari Pete-pete?”, Tanya sopir angkot itu.
“Maksud Lo?”, lanjut sopir angkot bingung
Untung aja saya ingat kata-kata adik sepupu saya yang masih SD saat aku mau berangkat. “Kak, Dawang berani nggak naik angkot sendiri?”, katanya
“Maksudnya cari angkotnya dimana, bang?”, kata saya lagi.
“Kok, dicari angkotnya! Di mana-mana banyak angkot disini, Bang!”, kata sopir tadi. Oh, maksudnya nungguin angkot ke Cikarang ya!”, lanjut sopir tadi
“Iya, Bang!”, kataku
“Turun di Pekayon aja kemudian Lo tungguin mobil bus tiga perempat warna merah Jurusan Cikarang!”, kata sopir tadi
Akhirnya sampailah di Pekayon dan aku turun lalu menyeberang jalan menuju arah Cikarang tapi masih dengan pedenya aku langsung naik bus tiga perempat arah Cikarang yang penuh sesak dengan penumpang dengan berbagai macam aroma tubuh manusia dan bagaikan mau pulang kampung aja ke arah Surabaya ditambah dengan irama musik dari pengamen yg membuat suasana bising. Tetapi karena takut terjadi apa-apa termasuk pencopetan maka aku langsung duduk dibelakang sopir dengan dada dag dig dug takut nyasar karena aku langsung naik aja tanpa bertanya, kemudian aku tanya sang kenek bus pada saat minta duit bayaran.
“Ke Cikarang ini ya pak?”, tanyaku pada kenek
“Iya!”, jawab kenek. Mendengar jawaban kenek hatikun pun lega maka dalam perjalanan aku lebih banyak terdiam ,tapi karena merasa perjalanan terlalu jauh tapi belum sampai-sampai juga aku pun bertanya lagi sambil duduk kemudian pindah ke samping sopir untuk melihat-lihat jalanan.
“Bang, masih jauh ke Cikarang ya?”, kataku
“Masih setengah perjalanan, Bang!”, jawab sopir
“Emang mau kemana?”
“Mau ke Cikarang!”
“Sabar aja entar juga nyampe!”, kata kenek melanjutkan pembicaraan sopir
Aku pun terdiam lagi sambil menunggu mobilnya sampai ke Cikarang. Tapi karena hampir dua jam mobil belum nyampe juga, dan om saya bilang perjalanannya cuma setengah jam kalau nggak macet maka aku pun tambah panik dan tiba-tiba aku lihat tulisan di pinggir jalan “Kantor Kecamatan Tambun, Bekasi”, maka aku bertanya lagi kepada sopir untuk ketiga kalinya.
“Bang, kok perasaan Cikarang masih jauh ya?”,
“Emang tadi mau ke Cikarang mana?”, Tanya sopir itu lagi
“Ke Lippo Cikarang! Mobil ini langsung nggak kearah sana”, jawabku
“Nggak, entar di Cikarang lo naik angkot lagi kearah Lippo Cikarang!”, kata sopir
Maka tambah paniklah aku saat itu juga, ternyata aku salah naik angkot seharusnya saya naik angkot No. 45 yg mangkal di samping Mall Mega Bekasi karena rutenya langsung lewat Tol mentok ke Lippo Cikarang sedangkan angkot yang saya naiki sekarang ini menuju ke (SGC) Sentral Grosir Cikarang melewati Tambun lewat jalan alternative yang jaraknya dua kali lipat dibanding lewat Tol Jakarta-Cikampek, gara-gara aku terlalu pede akhirnya nyasar deh ke Sentral Grosir dan mesti naik angkot lagi.
Saking emosinya, saat itu juga aku menegur penumpang dibelakangku yg membuat bising dan onar, ditambah lagi nyanyian pengamen yg suaranya terdengar sumbang.
“Bang….Bang…Jangan Ribut-Ribut, pusing kepalaku nih!”, tanyaku sama pengamen itu.
Suasana dalam bus pun hening saat itu juga dan semua orang memandangi aku kebingungan.
“Orang baru ya, Bang!”, Tanya kenek samping saya
“Iya!”, jawab singkat
“Emang orang dari mana, Bang?”, Tanya kenek itu lagi
“Saya dari Makassar!”, jawabku sinis
Maka tambah heninglah suasana dalam angkot itu dan mereka seolah-olah barusan melihat hantu didepannya, kayak orang ketakutan dan akhirnya pengamen tadi memutuskan berhenti nyanyi dan turun dari angkot di suatu tempat.
Aku yang dari tadi pusing karena nyasar bertambah bingung, kok orang-orang pada ketakutan sih dengar saya dari Makassar mereka pikir semua orang Makassar kasar-kasar dan suka ngebentakin dan malakin orang kali, hanya karena vocalnya aja yang keras seperti orang Batak.
Tapi setelah aku tanyakan kepada sepupuku, dia pun tertawa mendengar penjelasanku, orang diangkot mengira ada keributan alias berantem karena aku bilang “Jangan Ribut-Ribut” dalam arti orang Jakarta “Jangan berantem/berkelahi”, padahal maksud saya “Jangan Berisik!”.
Ha…Ha…Ha…ada tong (juga) gunanya okkots (salah ucap) disana, membuat orang lain ketakutan padahal aku orang baik-baik bukan preman pasar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar