Kamis, 15 Maret 2012

DARI MENJUAL ROTI HINGGA MERINTIS USAHA WARUNG MAKAN SABILI


Penulis : La Dawan Piazza
Pengarang Cerita Rakyat Modern

AKU BISA
“Pandanglah hari ini.Kemarin sudah menjadi mimpi.Dan esok hari hanyalah sebuah visi. Tetapi, hari ini yang sungguh nyata, menjadikan kemarin sebagai mimpi kebahagiaan, dan setiap hari esok sebagai visi harapan” – Alexander Pope
Aku berasal dari  Jawa merantau ke Maluku sejak kecil mengikuti orang tua yang mengadu nasib dan peruntungan di daerah transmigrasi di Maluku. Pada tahun 1998 aku datang ke kota Makassar untuk melanjutkan kuliah. Sebut saja namaku Mas Johan, aku datang ke kota yang sangat asing bagiku dengan berbekal modal pas-pasan dan ijazah SMU demi untuk kuliah di Unhas. Aku merantau ke Makassar dari pulau seberang di daerah Maluku sana, dengan modal seadanya, aku akhirnya sampai juga di Makassar untuk mengejar cita-citaku untuk melanjutkan kuliah.
Modal yang aku pegang pun hanya cukup untuk bekal UMPTN saja, tak terasa akhirnya akuditerima masuk di perguruan tinggi UNHAS. Perjuangan tidak berhenti sampai disini, karena aku sadari bahwa untuk melajutkan perkuliahan ini harus ada modal materi yang dimiliki.
Sebagai seorang perantauan dari tanah Jawa, orang tuaku yang hanya berprofesi sebagai petani dan penjual bakso tidaklah mampu mengirimkan aku uang kiriman setiap bulan dengan lancar seperti mahasiswa pada umumnya. Demi bertahan hidup ditengah kerasnya kehidupan kota Makassar dan untuk menekan biaya hidup kost-kostan. Aku memutuskan tinggal dan tidur di Mushallah Kampus Unhas dengan menempati ruangan bekas gudang berukuran 3 X 3 meter.
Selama kuliah sampai menyelesaikan gelar Sarjana S1 di UNHAS, aku tinggal di Mushalla tersebut. Untuk biaya makan tiap bulan aku memutuskan berjualan roti di  kampus dengan cara menitipkan ke kantin-kantin kampus unhas. Roti-roti yang aku titipkan ramai diserbu rekan-rekan mahasiswa hingga membuat aku tetap bisa bertahan hidup di Makassar.
Aku aktif di pengajian-pengajian yang sering diselenggarakan di Mushalla kampus hingga aku mengenal banyak teman-teman yang peduli dengan nasibku. Mereka sahabat terbaik bagiku tempat curhat dan berkeluh kesah di tengah sulitnya hidup di kota demi melanjutkan kuliah. Kadang-kadang mereka patungan mengumpulkan uang untukku sebagai ongkos buat makan aku tiap bulan, tetapi aku tidak ingin terus menerus membebani mereka maka kuputuskan untuk mandiri dan berusaha mencari penghasilan tambahan.
Pada  tahun 2002 aku melihat sebuah tanah kosong di Pintu II Unhas yang terbengkalai dan tidak dimanfaatkan sebagai tempat bisnis. Atas inisiatif dan dorongan dari teman-teman pengajian, aku didesak agar menyewa dan memanfaatkan lahan kosong tersebut untuk di jadikan tempat usaha kuliner bakso. Mereka pun patungan mengumpulkan uang untuk modal awal usaha kuliner bakso tersebut hingga akhirnya terkumpullah uang sebesar Rp. 500.000.
Tetapi karena aku tidak terlalu bisa memasak dan membuat resep masakan bakso, akhirnya aku memutuskan kembali ke Jawa untuk belajar membuat bakso kepada orang tua dan saudara-saudaraku hingga aku mahir memasaknya sendiri. Aku ke Jawa karena kebetulan keluargaku yang ada di Maluku sana semuanya sudah kembali ke Jawa setelah puluhan tahun tinggal di wilayah transmigrasi. Selama tiga bulan aku belajar masak bakso dan tahun itu juga aku kembali ke Makassar untuk melanjutkan kuliahku dengan membawa serta adik perempuanku untuk membantu memulai usaha kuliner bakso tersebut.
Kendala utama yang aku alami adalah modal usaha, modal sebesar Rp. 500.000 yang dikumpulkan teman-teman di Mushalla tidaklah cukup untuk menyewa tanah di Pintu II UNHAS  yang saat itu harga sewanya Rp. 1.000.000 per-tahun. Belum lagi ongkos membuat kios tempat usaha dan gerobak bakso serta bahan-bahan yang diperlukan.
Dengan modal nekad akhirnya kuputuskan untuk membuat  proposal bantuan modal usaha kepada Walikota Makassar dan Bupati Maros pada saat itu dengan janji akan mengembalikan modal pinjaman tersebut dalam jangka waktu satu tahun. Syukur Alhamdulillah proposal yang aku ajukan, diterima dengan baik oleh Walikota  Makassar  dengan memberikan modal awal sebesar Rp. 500.000 dan Bupati Maros sebesar Rp. 1.200.000.
Modal dari sumbangan pemerintah Kota Makassar dan Kab.Maros tersebut aku gunakan untuk menyewa lahan dan membuat gerobak serta kios. Setelah tempat usaha ini selesai dibuat, akhirnya kios baksoku kukasihnama WARUNG SABILI, karena kebetulan aku pembaca setia Majalah Islam terbesar di Indonesia. Awal memulai usaha ini aku hanya berjualan bakso saja tapi karena melihat banyaknya pembeli maka kuputuskan membuat resep Nasi Goreng, Nasi Campur, Nasi Ayam dll agar pembeli tidak bosan dengan menu yang itu-itu saja.
Perlahan tapi pasti warung tersebut mulai ramai dikunjungi para mahasiswa Unhas disela-sela waktu istirahat kuliah. Hingga akhirnya tidak sampai satu tahun aku berhasil mengembalikan modal pinjaman dari pemerintah daerah. Walhasil, melihat kusuksesan dan kegigihan saya dalam menjalankan bisnis kuliner ini Walikota Makassar dan Bupati Maros malah memberi aku lagi pinjaman lunak yang totalnya berjumlah Rp. 5.000.000, jumlahnya lima kali lipat dari modal awal saat aku pertama kali mengajukan proposal bantuan modal.
Berbekal tambahan modal tersebut aku memutuskan untuk membuka cabang baru di Jalan Bung Makassar yang sampai sekarang masih eksis dan mempekerjakan pemuda-pemuda pengangguran sekampung saya yang aku datangkan dari tanah Jawa. Usaha yang aku rintis dengan modal nekad tadi, akhirnya dapat menikahi seorang muslimah di Makassar sejak 2 tahun warung ini berjalan.
Walaupun usahaku mulai menunjukkan kemajuan pesat, namun aku masih sempat meluangkan waktu dan rezeki untuk berbagi dengan anak-anak yang kurang mampu dikawasan tersebut, aku menjadi salah satu donator buat sekolah khusus bagi anak jalanan yang kami dirikan bersama teman-temanku kuliahku.
Tahun demi tahun usaha yang aku geluti selama jadi mahasiswa Unhas semakin maju sehingga  pada tahun 2006 aku memutuskan menyewa ruko di Jalan Raya Perintis Kemerdekaan dengan desain dan interior yang modern di samping WARUNG LESEHAN PAK DANI yang lebih dahulu maju dan terkenal di Kota Makassar.

Tapi beberapa tahun terakhir Cabang yang aku buka berangsur-angsur ditutup karena terkena penggusuran oleh para kaum kapitalis bermodal besar sehingga menggusur semua usaha jajanan mahasiswa di Pintu II Unhas akibat perluasan pembangunan RS.Wahidin Sudirohusodo yang sempat didemo mahasiswa dan mengakibatkan bentrok fisik antara mahasiswa melawan aparat Satpol PP karena ingin membantu pengusaha kecil agar tempat ini tidak terkena gusuran. Mahasiswa membantu para pedagang dengan melakukan demonstasi karena tempat makan dan ngumpul-ngumpulnya kalau tengah malam kena gusur.
Akhirnya cabang Warung Sabili di ruko Perintis Kemerdekaan juga ditutup, karena aku tidak sanggup membayar sewa ruko yang mencapai 35.000.000 per-tahun, usaha kuliner kami juga harus bersaing dengan pengunjung dan penikmat jajanan kuliner langganan LESEHAN PAK DANI dan LESEHAN DAMAI. Aku memutuskan membuka cabang di Jl. Bulusaraung Makassar akibat ditutupnya cabang di ruko Jl. Perintis Kemerdekaan dengan menyewa bangunan tua yang harga sewanya lebih murah, agar bisa menekan biaya sewa ruko agar tidak terus merugi jika pembelinya berkurang.
Sekarang ini aku kembali ke tanah Jawa bersama istri yang aku persunting di Kota Makassar dengan hanya bermodal nekad tadi, aku kembali ke Jawa karena aku dan istriku diterima menjadi PNS dan membiarkan usaha yang aku rintis sejak awal dikelola oleh saudara-saudaraku yang lain. Dan mempekerjakan beberapa karyawan dari anak muda yang ingin maju dan hidup mandiri demi mengurangi pengangguran di negeriku ini yang tidak mampu mensejahterahkan rakyatnya.

Kisah diatas bisa memberikan kita inspirasi betapa dahsyatnya energi yang bisa ditimbulkan dari kemampuan untuk memotivasi diri “AKU BISA SUKSES DENGAN MODAL NEKAD”.Kadang kita tidak sadari bahwa ketika kita dalam keadaan terjepit atau kepepet sesuatu yang kita anggap tidak mungkin menjadi sangat mungkin untuk terjadi dan menjadi sederhana untuk dilakukan.

Catatan Penulis :

Kisah ini adalah hasil wawancara saya dengan pemilik Warung Sabili  Mas Johan pada bulan Desember Tahun 2006 saat saya bekerja sebagai Reporter Tabloid Bisnisman Makassar terbitan tahun 2006-2007. Walaupun kisah ini sebuah cerita lama yang sudah lama berlalu tapi saya kagum dengan perjuangan Mas Johan dalam merintis usahanya dengan modal nol persen, dia hanya berbekal modal nekad dan keberanian. Mungkin beberapa cerita dari kisah ini jika tidak sesuai dengan cerita aslinya karena saya sudah lupa dengan hasil wawancara saya tapi inti dari perjuangannya membesarkan Warung Sabili masih tersimpan dan terngiang-ngiang dikepalaku.

Warung Sabili di Jl. Bung Makassar
Foto : Muhammad Ridwan (3 Januari 2012)