Selasa, 11 September 2012

Suamika Dihantui Arwah Lelaki Bawah Kolong Rumah Bangkit

Suamiku Dihantui Arwah Lelaki Bawah Kolong Rumah Bangkit

Oleh Jemy Haryanto

Sebut saja namauku Rumi. Saat ini aku tinggal bersama suamiku, Irfan. Namun meski sudah menikah selama dua tahun, kami belum dikarunia anak seorang pun. Aku tidak tahu apakah aku atau mas Irfan yang tidak bisa memberikan anak. Mengingat kami tak pernah mengkonsultasikan hal tersebut pada dokter.

Meski demikian, selama itu rumah tangga kami baik-baik saja. Dalam arti bukan tidak pernah bertengkar, sering, namun tidak sampai salah satu dari kami mengucap kata cerai. Dan itu hal lumrah dalam rumah tangga. Mas Irfan juga bukanlah orang kaya. Dia hanya bekerja sebagai buruh di sebuah pabrik perkayuan di tempat tinggalku. Karena itu selama dua tahun kami masih hidup menumpang pada mertua, yang tak lain adalah orang tuaku.

Tibalah pada suatu hari, dimana mas Irfan memanggilku untuk mengajakku diskusi usai makan malam. “Ada apa mas?” tanyaku sembari duduk di samping mas Irfan yang sudah terlebih dulu duduk di atas tempat tidur malam itu.

Mas Irfan tersenyum. Kemudian tanpa kusadari, dia mengambil tanganku dan menggengamnya dengan erat. “Aku berencana membeli tanah dan ingin membangu rumah Rum. Mengingat sudah lama kita tinggal di sini. Dan aku merasa beban,” ucap mas Irfan padaku. Aku terdiam sesaat, sambil menggengam erat tangan suamiku.

“Tapi… apa mas sudah punya uang? Mengingat harga tanah tidak murah seperti kita bayangkan. Belum lagi material untuk membangun rumah,” sambilku tatap wajah mas Irfan. Mas Irfan menarik nafas panjang. Sesekali dia menundukkan wajahnya yang oval itu.

“Tidak sekarang Rum. Tapi nanti. Tugas kita sekarang adalah hidup berhemat. Karena kita akan mulai menabung. Aku akan sisihkan uang gajiku untuk kamu simpan. Aku juga akan mencari informasi, siapa tahu ada tanah yang dijual murah,” jelas mas Irfan. Dan akupun tersenyum mendengar itu. Karena aku sangat menyetujuinya. Yah meskipun nanti kami makan dengan berlauk kecap dan garam.

Mulai dari itu kami mulai menabung. Berat memang aku rasa, karena harus menahan diri dari keinginan-keinginan. Selain itu menu makan yang biasanya lengkap, harus kami kurangi. Dalam hal ini, tak hanya mas Irfan yang berjuang, tapi aku juga turut membantu mencari uang dengan membuat kue yang kemudian kutitipkan ke warung-warung. Dari hasil berjualan itu, tak banyak uang yang kusisihkan.

Sampai pada akhirnya tiba. Uang yang kami kumpulkan berdua banyak. Namun kami belum tahu apakah uang tersebut sudah cukup untuk membeli tanah. Saat kami mencari tanah yang akan dijual murah. Salah seorang teman mas Irfan menginformasikan jika ada tanah di sebelah Barat kota dijual dengan harga sangat murah. Tak khayal mas Irfan pun terpikat dan segera meninjau tanah tersebut. Dirasa cocok, lokasi dan harganya, tanpa menunggu lama, mas Irfan langsung menemui si pemilik dan membayarnya. Dan tanah itupun sudah menjadi hak kami sepenuhnya.

Jujur aku senang saat itu, karena mas Irfan sudah berhasil membeli sebidang tanah. Tidak luas memang, tapi cukup lapang untuk membuat sebuah rumah dan sekedar halaman. Kemudian secara bertahap demi tahap pula, mas Irfan membeli material bahan bangunan untuk persiapan mendirikan rumah. Cukup lama kami mengumpulkan bahan-bahan itu. Setiap bulan mas Irfan mengorbankan semua gajinya untuk membelinya. Jadi setiap bulan kami membelinya dengan mencicil.

Ketika sudah berkumpul mulailah mas Irfan pembangunan rumah tersebut. Itu juga tahap demi tahap. Butuh waktu lima tahun untuk mewujudkan rumah kami selesai dan layak huni. Namun saat kami tempati, rumah tersebut belum sepenuhnya selesai. Baru pada tahap asal bias ditempati.

TERPERANJAT

Meskipun demikian, kami berdua bahagia bisa menempati rumah milik kami sendiri. Tidak ngontrak, ataupun tinggal bersama orang tua lagi. Walau sederhana tapi rumah milik sendiri, bebas, mau apa saja, terserah. Kami membuat rumah tersebut dengan dua kamar, yaitu depan dan belakang. Sementara kami tidur di kamar depan yang bersisian dengan ruang tamu.

Satu minggu, dua minggu tak ada kejanggalan yang kami rasakan. Semuanya berjalan normal. Namun masuk pada minggu ketiga, hal aneh mulai mendera kami. Itu terjadi pada mas Irfan. Ceritanya malam itu, usai berbincang, kami langsung menuju peraduan. Aku sengaja mengajal mas Irfan tidur lebih awal, karena dirinya terlihat lelah usai bekerja. Namun baru saja aku hendak memejamkan mata, mendadak mas Irfan beranjak dari tempat tidurnya.

Aku yang saat itu berbaring di samping lantas kaget. “Ada apa mas,” tanyaku ingin tahu. “Aku melihat orang berdiri di ruang tamu,” jawab mas Irfan sembari berjalan untuk memeriksanya. Saat itu kondisi ruang tamu memang dapat terlihat jelas, karena belum ada pintu pada kamar kami. Akupun segera mengikuti mas Irfan pada punggungnya. Namun sesampainya di ruang tamu, kami tak menemukan seorang pun. Tapi kami merasa bulu kuduk kami berdua merinding. Setelah mengecek semua ruangan, kami kembali ke kamar tidur.

“Aneh!” gumam mas Irfan. “Apa mas yakin melihat orang tadi?” tanyaku. “Jelas aku melihatnya. Dia berdiri di ruang tamu. Tapi mustahil secepat itu menghilang,” jawab mas Irfan. Setelah itu kamimemutuskan kembali untuk tidur.

Pada malam ketiga, hal aneh kembali terjadi. Dalam keadaan antara tidur dan terjaga, mas Irfan merasa didatangi oleh seseorang dengan penampilan compang-camping. Rambutnya gondrong, pakaiannya lusuh, ada luka di dada kiri dengan darah meleleh membasahi bajunya. Tak hanya itu, wajah lelaki itu sangat menyeramkan. Itu aku tahu, saat mas Irfan terbangun dengan dipenuhi oleh keringat. Dan aku terbangun juga karena dia sempat berteriak. Kemudian dirinya menceritakannya padaku.

“Mungkin hanya mimpi saja mas,” aku menenangkan suamiku. “Tidak Rum, tapi aku merasa itu nyata. Lelaki itu mendekatiku, kemudian mencekik leherku. Dia sepertinya marah padaku,” suamiku dengan pendapatnya. Aku menghela nafas. Karena jujur, apa yang dikatakan mas Irfan itu, sebenarnya aku juga bisa merasakannya. Memang kondisi pada rumah kami akhir-akhir itu mulai tidak nyaman. “Yah udah mas, sebaiknya kita tidur saja,” aku mencoba menenangkan mas Irfan.

Namun keanehan itu belum berhenti sampai di situ. Malam berikutnya, mas Irfan juga mengalami hal serupa. Antara tidur dan jaga, lelaki itu datang lagi menemuinya. Kali itu dia berwujud lelaki. Tak lama kemudian lelaki itu berubah menjadi sesosok mahluk yang menyeramkan.

MENCIUM AROMA BUSUK

Dari arah ruang tamu, sosok itu melompat ke atas ranjang, dan menindih suamiku. Membuat mas Irfan tak dapat bergerak dan bernafas. Sosok itu menatap dirinya dengan tajam, kemudian menghilang entah kemana. Dan pada saat itulah mas Irfan terbangun dengan nafas tersengal-sengal. Aku yang melihatnya, terang mulai khawatir dengan kondisi mas Irfan. Akupun menyarankan mas Irfan untuk mengobati rumah dengan memanggil seorang dukun. Karena aku beranggapan itu adalah penunggu lokasi itu dan kami tidak meminta izin sebelumnya saat mendirikan rumah. Namun mas Irfan menolak. Dia memang sangat tidak percaya dengan hal-hal berbau paranormal. Dan aku hanya bias menelan air ludah waktu itu. Namun, seketika pikirannya berubah pada suatu hari. Dimana dirinya mengalami hal aneh lagi.

Malam itu, sesampai dirinya di rumah usai bekerja, tiba-tiba dirinya mencium bau tidak sedap di sekitar ruangan dalam rumah. Bau itu seperti bau bangkai. Aromanya sangat menyengat ketika dirinya masuk ke dalam tidur. Dia pikir itu berasal dari bangkai binatang di luar rumah. Tak menunggu lama, diapun segera keluar untuk memeriksa bangkai apakah itu. Namun setelah lama memeriksanya, dirinya tak menemukan hewan yang mati. Bahkan ketika dirinya berada di luar, bau bangkai itu tak tercium. Bau bangkai itu hanya berputar di dalam rumah. Anehnya, aku yang sedari tadi berada di rumah sama sekali tidak mencium bau busuk itu. Akhirnya kami pun membiarkan bau busuk itu.

Malam harinya, saat mas Irfan hendak buang air, tiba-tiba bau busuk itu muncul lagi. Bau tak sedap yang entah datangnya darimana itu seperti mengikuti kemana mas Irfan pergi. Usai buang air, dirinya kaget, karena mendadak seorang laki-laki berdiri di muka kamar. Suamiku melihat lelaki itu sangat kotor, bahkan banyak lalat besar mengerumuninya. Mas Irfan kemudian tahu, jika bau busuk itu berasal dari tubuh lelaki itu. Namun mas Irfan belum melihat wajahnya, karena lelaki itu berdiri membelakanginya.

Dan ketika lelaki itu balik badan, alangkah terkejutnya mas rfan setelah melihat wajah lelaki itu, rusak seperti mayat yang sudah 3 minggu. Tak khayal mas Irfan langsung jatuh pingsan. Aku yang menemukan mas Irfan tergeletak di lantai pada esok paginya kaget bukan main. Dan setelah memberikannya segelas air putih, dan diapun sudah tampak tenang, aku meminta kepada mas Irfan menjelaskan apa sebenarnya yang terjadi. Diapun segera menceritakan.

Bukan main takutnya aku saat itu. Akupun tak segan-segan meminta mas Irfan memanggil seorang paranormal lagi. Tanpa ragu, dia langsung setuju. Esok harinya kami segera membawa Pak Muhsin ke rumah, untuk menerawang apa sebenarnya yang terjadi di rumah kami. Namun sebelumnya, pada malam hari mas Irfan didatangi lelaki misterius itu lagi. Dia datang dalam mimpinya mas Irfan.

Dalam mimpi itu lelaki itu berkali-kali berucap dan meminta tolong agar dirinya ditempatkan di tempat yang layak. Terang hal itu membuat mas Irfan bingung. Dia tidak dapat memecahkan teka-teki itu, apa yang dimaksud lelaki itu. Pak Muhsin langsung melakukan penerawangan. Tak lama lelaki setengah baya itu terkejut. “Apa sebenarnya yang terjadi pak?” tanyaku penasaran. Pak Muhsin diam sesaat, kemudian menjelaskan kalau di bawah kamar tidur kami ada sebuah makam tua. Aku dan mas Irfan terkejut bukan. “Makam?” tanyaku kaget. Pak Muhsin mengangguk pelan.

“Iya, makam bu,” jawab pak Muhsin. Kemudian aku dan mas Irfan saling pandang.

“Makam seorang lelaki yang mati akibat dibunuh pada zaman penjajahan dulu. Kerangka itu minta dipindahkan ke makam yang layak,” jelas Pak Muksin.

“Pantas saja tanah ini dulu dijual sangat murah. Ternyata pemiliknya menyembunyikan sesuatu,” celetukku. Terlihat mas Irfan menarik nafas panjang.
“Jadi apa yang harus kita lakukan sekarang, Pak?” Tanya mas Irfan pada Pak Muksin.

“Besok kita gali kuburannya, dan kita pindahkan ke pemakaman umum. Agar rohnya tidak gentayangan lagi,” ucap Pak Muksin.

Esok harinya mas Irfan meminta tolong beberapa tetangga kanan kiri untuk menggali lantai kamarnya. Betul, ketika lantai kamar digali, terdapat tulang kerangka yang masih lengkap. Tulang lalu diangkat, kemudian dimasukkan ke dalam keranda, demi member penghormatan pada kerangka itu.

Kami juga menyelenggarakan selamatan. Saat kerangka diberangkatkan ke makam umum, juga dilakukan upacara sebagaimana upacara melepas jenazah menuju makam. Kerangka itu dengan penghormatan layak kemudian dimakamkan di pemakaman umum. Tidak lupa mas Irfan juga menggelar acara tahlilan mendoakan semoga arwah sang pejuang mendapat yang layak di sisi-Nya.

Setelah semua upacara selesai, lantai kamar kami juga sudah dibetulkan. Namun hal aneh terjadi kembali. Dalam posisi antara tidur dan terjaga, mas Irfan didatangi lelaki itu. Penampilannya masih sama persis seperti kemarin. Bedanya wajahnya kelihatan lebih cerah.

Dia mengucapkan terimakasih, karena sudah menguburkan kerangkanya dalam kelayakan. Setelah itu, mas Irfan tak lagi mengalami keanehan lagi, dan semuapun berjalan normal.