Tujuh Tahun Bersemayam
Siluman Ular di Tubuhku
Oleh : Jemy Haryanto
Kisah
nyata yang memilukan ini dialami seorang wanita, sebut saja Normah. Tujuh tahun
lamanya dia dalam pengaruh ilmu hitam atau pelet. Meskipun sudah puluhan orang
pintar didatangi, namun tak satupun yang berhasil membuang santet tersebut.
Berikut kisahnya.
*****
Kisah ini bermula saat aku dan
keluargaku pindah ke Kabupaten Ketapang. Peristiwa ini terjadi dua puluh lima
tahun lalu. Sekitar dua minggu tinggal di sana, aku berkenalan dengan Nining,
tetanggaku, yang kemudian menjadi saudara angkatku.
Suatu ketika, Nining mengajakku
bergabung dalam sebuah organisasi di Masjid di lingkungan kami. Ajakan ini tak
mampu kutolak. Malam Rabu itu, aku resmi menjadi anggota organisasi tersebut. Aku
pun berkenalan dengan sesame teman yang bergabung di organisasi ini.
Sudah menjadi tradisi bagi anak-anak
yang bergabung di sini. Jika ada anak perempuan yang baru menjadi anggota, maka
tak jarang anak laki-laki berusaha merebut hatinya. Termasuk aku. Baru saja
menjadi anggota, malam itu aku diantar oleh banyak anak laki-laki. Jadilah aku
layaknya kembang desa. Tiap pulang dari masjid, anak laki-laki banyak yang
mencoba mencari perhatianku dengan mengantarku pulang ke rumah. Namun, tak
seditkitpun aku menggubris mereka.
Di antara sekian banyak anak
laki-laki yang mencoba mengambil hatiku, ada seorang pemuda yang sebut saja dia
bernama Arman. Ternyata, diam-diam Arman memendam rasa cinta kepadaku. Arman
memang anak orang terpandang ditempat tinggalku. Ayahnya seorang mantan pejabat
di salah satu instansi pemerintah. Tapi yang disayangkan, ibu Arman yang sudah
bertitel haji diisukan kerap berdukun, bahkan menguasai ilmu hitam, ibu Arman
yang akrab disapa Bu Marni ini kebetulan teman pengajian mamaku.
Setidaknya ada empat kali Arman
melayangkan surat cintanya kepadaku. Aku pun kaget. Dia yang sepatutnya menjadi
abang bagiku, karena usianya jauh lebih tua, ternyata memiliki maksud lain. Aku
pun menolaknya mentah-mentah. Bukan saja karena aku tak menyukainya, tetapi
usiaku pun masih terbilang bau kencur. Ya, waktu itu aku baru lima belas tahun.
Ternyata ngebetnya Arman padaku
diketahui oleh ibunya. Suatu hari, sang ibu mengirimkan makanan berupa gulai
ikan ke rumahku. Mulanya, tak ada perasaan curiga sedikitpun dari kami
sekeluarga. Kami juga tidak menaruh curiga ketika Ibu Arman berulang kali
mengirimkan hantaran makanan ke rumahku.
Anehnya, seminggu setelah hantaran
makanan keluarga Arman yang terakhir, aku justru menjadi teringat dan selalu
membayangkan pemuda yang semula kubenci itu. Entah bagaimana awalnya,
perasaanku selalu saja ingin bertemu dengannya.
Seminggu kemudian, Arman menyatakan
perasaannya lagi kepadaku melalui sepucuk surat. Kali ini, aku tak kuasa
menolaknya. Sejak saat itu, Arman sering menghubungiku. Bahkan hampir tiap
malam dia menelponku. Untuk menerima telepon dari Arman, aku harus
sembunyi-sembunyi. Aku pun terpaksa menunggu ibu dan ayah tidur agar dapat
menerima setiap panggilan telpon darinya. Karena cintaku pada Arman, belajar ku
pun akhirnya mulai terganggu. Kedua orangtuaku tidak mengetahui apa yang sedang
menimpaku. Saat kelulusan, prestasiku benar-benar jatuh.
Kena Pelet
Ibuku curiga. Dia berusaha mencari
tahu penyebabnya. Apalagi ibu sangat berharap aku bisa diterima di sekolah
favorit di kota ini. Aku pun menceritakan perasaanku, ibu sangat terkejut, dan
menentang keras.
Aku seperti dipingit, tidak boleh
keluar rumah. Sementara itu, lambat laun Arman dan ibunya tahu dengan sikap
kedua orang tuaku. Karena kenyataan ini, ibunya Arman nampaknya menaruh dendam
kesumat.
Suatu hari, melalui perantara seorang
temannya, Arman menyampaikan pesan yang berisi memutuskan hubungan antara kami
berdua. Mendengar keputusannya yang tiba-tiba, aku terkejut bukan kepalang.
Hatiku benar-benar hancur. Aneh, memang! Padahal, hubungan kami saat itu hanya
seperti cinta monyet. Tapi kenapa saat itu aku seperti tengah kehilangan orang
yang sangat berarti dalam hidupku. Aku selalu teringat Arman. Parahnya lagi,
aku mulai terbiasa meninggalkan sholat. Aku juga mulai kehilangan gairah hidup.
Semua keluargaku, termasuk Nining,
kakak angkatku, merasa heran dengan keadaanku yang jauh berubah. Karena curiga,
ayah dan ibu membawaku ke orang pintar. Menurut paranormal tersebut, aku
terkena pelet. Setelah minum air putih yang diberikannya keadaanku
berangsur-angsur membaik. Aku pun dapat melupakan Arman.
Tanpa disangka, pada saat perayaan
ulang tahunku. Arman muncul sebagai tamu tak diundang. Dia memberikan kue ulang
tahun untukku. Begitu juga dengan ibunya. Dia memberi hadiah berupa bahan kain
dan satu gelang perak. Karena takut terjadi sesuatu, semua pemberian itu tidak
kusentuh sedikitpun. Kue pemberian Arman, ibuku berikan kepada orang lain.
Sedangkan bahan kain untuk membuat
baju serta gelang tersebut, dibakar oleh ibu dan ayahku.
Setahun kemudian, aku mulai akrab
dengan Yayan, seorang siswa di sekolahku. Perasaan cinta remaja pun tumbuh
secara alamiah. Mungkin karena itu, aku pun semakin bersemangat dan termotivasi
belajar. Sama sekali tak kuduga, rupanya hubunganku dengan Yayan tercium oleh
ibunya Arman.
Wanita yang akrab disapa Bu Marni ini
agaknya kembali membuat ulah dengan dibantu para dukunnya. Efeknya, aku pun
sering jatuh pingsang di sekolah. Tak terhitung lagi betapa seringnya aku
mengalami hal ini. Aku bahkan pernah dibawa pihak sekolah ke salah satu rumah
sakit pihak sekolah ke salah satu rumah sakit di kota itu untuk diperiksa
kondisi kesehatanku. Hasil pemeriksaan dokter menyatakan aku tidak terkena
penyakit apa-apa.
Karena kejadian ini, ibu kembali
mengajakku ke tempat Pak Iskandar paranormal yang dulu menyembuhkan penyakitku.
Orang pintar itu mengatakan, aku kembali terkena pelet. Menurut dia, pelet itu
berawal dari makanan, pakaian, juga benda-benda lainnya yang aku terima dari si
pengirim pelet. Syukur, Pak Iskandar kembali dapat menyembuhkanku.
Setahun kemudian, aku pun berpisah
dengan Yayan, sebab dia melanjutkan kuliah di Jogja. Aku sendiri diterima di
sebuah Universitas Negeri di Pontianak yang masih dekat dengan kotaku. Menginjak
semester dua, aku mulai kerasukan lagi. Berawal, pada suatu malam, aku seperti
melihat sosok kuntilanak yang sedang berjalan di depan kamarku. Esok paginya,
aku menemukan kotoran manusia persis di sebelah kamarku. Nampaknya, ada yang
sengaja mengirimkannya.
Jam dua siang, aku kembali kerasukan.
Seketika itu, pikiranku tertuju pada sosok Arman. Anehnya, menurut cerita
keluarga, saat tak sadarkan diri, aku mengeluarkan suara layaknya tawa
kuntilanak. Beberapa hari selanjutnya, aku pun bertingkah seperti layaknya
seekor ular. Memang, dalam pandanganku, aku melihat seekor berwarna hijau dan
panjang.
Sejak saat itu, hari-hariku ditemani
kerasukan makhluk halus. Aku sempat divonis salah satu anggota keluargaku
menderita sakit syaraf. Sampai suatu hari setelah Idul Fitri, saat
bersilaturahmi ke rumah nenekku, aku kembali diganggu makhluk-makhluk gaib
tersebut. Untunglah nenekku punya pegangan ilmu gaib. Saat keluargaku turun
dari mobil, aku justru tidak bisa keluar dari mobil apalagi berjalan.
Sepertinya, makhluk-makhluk gaib itu tahu kalau aku akan singgah di rumah orang
yang berilmu.
Ayah terpaksa menggendongku. Anehnya,
tatkala memasuki rumah Nenek, menurut cerita keluargaku, mendadak saja aku
tertawa cekikikan mirip kuntilanak. Nenek yang sepertinya paham dengan
keadaanku, berusaha melakukan komunikasi dengan makhluk yang bersemayam dalam
tubuhku. Beginilah ceritanya yang dituturkan ibu padaku :
“Kenapa kamu begitu?” tanya nenek.
Aku pun meronta-ronta seperti sedang
kesakitan. Nenek pun melanjutkan pertanyaannya. “Siapa yang melakukan perbuatan
terkutuk ini?”
Sang makhluk gaib pun menjawab
singkat, “Bu Marni!”
“Darimana asalmu?” tanya nenek.
Dengan tegas, makhluk itu menjawab,
“Aku datang dari Ketapang!”
“Apa maksudmu?” tanya nenekku lagi
sambil matanya melotot.
“Aku akan menghancurkan hidupnya! Aku
dendam, makanya jadi perempuan jangan sombong!” jelas sang makhluk, jujur.”
“Dia tidak mau menerima cinta
anakmu?” nenek pun kembali mengorek keterangan darinya.
“Lalu kau ini siapa?” tanya nenek pula.
“Aku makhluk halus, suruhan Bu
Marni!” jawabku dengan lantang.
Mendengar dialog nenek dengan makhluk
yang merasuki tubuhku, ibu, ayah dan keluarga benar-benar terkejut. Ibu
menangis. Pantaslah, apa yang ibu dan ayah curiga selama ini, bahwa Bu Marni-lah
biang keladinya.
Nenek dengan paksa mengeluarkan
makhluk tersebut dengan sebilah keris keramat miliknya. Makhluk halus di dalam
tubuhku pun menjerit keras. Sejurus kemudian, mereka pun pergi dari jasadku
walau hanya untuk beberapa lama saja.
Sialnya, di tengah perjalanan pulang
dari rumah nenek, aku kerasukan lagi. Setelah menelpon nenek, beliau
menyarankan agar aku dibawa ke tempat Bu Endang, seorang guru ngaji di daerah
itu. Bu Endang berusaha mengeluarkan makhluk-makhluk itu lagi. Ketika ditanya
oleh Bu Endang, lagi-lagi jawabnya sama, yakni Bu Marni.
Pengobatan
Setelah diobati oleh Bu Endang,
akupun pingsan sampai keesokan harinya. Bu Endang memberiku cincin untuk
pegangan. Karena masih dalam suasana lebaran, keesokan harinya aku kembali
diajak bersilaturahmi ke tempat keluarga ibu.
Siang hari yang terik itu, tepatnya
pas azan dzuhur, aku kerasukan lagi. Aku kembali dobati oleh pintar di sekitar
tempat tinggal saudara ibuku itu. Aku disuruh mandi kembang besoknya, serta
menyediakan benang tujuh warna dan kembang tujuh rupa. Benang tersebut kemudian
dirajah sang dukun perempuan itu, untuk diletakkan di pinggangku.
“Benang tersebut tidak boleh dibuka
atau dilepaskan sebelum kau menikah,” suruh sang nenek.
Dia juga mengingatkan, jika keluarga bu
Marni memberikan makanan atau apapun, maka jangan sekali-kali diterima.
Setelah diobati nenek, aku memang
sembuh. Selepas liburan panjang, aku pun kembali ke kota tempatku kuliah.
Ringkasan cerita, menjelang semester empat, ada seorang laki-laki yang suka padaku.
Namanya sebut saja dengan nama Maman.
Tatkala Maman menyatakan perasaannya
kepadaku, beberapa waktu kemudian, aku mulai kerasukan lagi. Bahkan, saat Maman
mengunjungiku dirumah Tanteku, tempatku tinggal di kota itu, entah syetan apa
yang merasukiku, tiba-tiba aku mengusir Maman.
Sampai akhirnya aku kembali diobati
oleh orang pintar. Kali ini, yang mengobatiku adalah Bu Komala, seorang ibu
dari teman kuliahku yang kebetulan biasa mengobati orang-orang kerasukan. Bu
Komala menyuruh keluargaku membuka tali benang yang ada di pinggangku, berikut
cincin yang diberikan Bu Endang tempo hari. Alasannya, benda-benda tersebut
justru mengikat makhluk-makhluk halus sehingga tetap berada di tubuhku.
Malangnya, setelah kedua benda
bertuah itu dilepaskan dari tubuhku, justru penyakitku semakin parah. Aku malah
kerasukan lagi selama lebih dari satu minggu. Selama itu pula, ada Sembilan
orang pintar yang mencoba mengobatiku dengan berbagai macam cara yang tidak
masuk akal. Salah satunya menyuruhku merangkak seperti binatang.
Sampai akhirnya, tanteku menemukan
orang pintar di sebuah desa, yang jauh dari kota. Orang tersebut menyuruh ibuku
mengambil kopi pahit, bawang putih dan daun kelor untuk dimandikan di sekujur
tubuhku. Pada saat mengobatiku, orang tua ini mendapat serangan bertubi-tubi
dari makhluk jahat yang bersemayam di tubuhku.
Atas saran orang tua ini, ibu dan
ayah diperintahkan untuk berdzikir semalam suntuk membantu pengobatanku.
Katanya, kalau mendengar bisikan atau sesuatu yang aneh jangan dihiraukan agar
pengobatanku berhasil.
Diceritakan, sekitar dua pukul dini
hari, ibu dan ayah mendengar suara letupan diatas atap rumah. Namun mereka
tetap berdzikir. Seiring dengan suara letupan tadi, orang tua yang mengobatiku
juga mendapat hantaman sehingga dadanya mendadak sakit.
Besoknya, orang tua tersebut mencari
benang tujuh warna. Dia juga menyiapkan bunga tujuh rupa dan daun jengkol.
Semua digunakan untuk memandikanku. Syukur Alhamdulillah, setelah pengobatan
ini aku dapat kembali menjalankan aktivitasku sehari-hari.
Sekitar lima bulan kemudian, aku
berkenalan dengan seorang calon dokter. Erik namanya. Begitu gembiranya aku
tatkala dia berniat melamarku. Namun, saat Erik mau melamarku, maka begitu
banyak halangan yang menghadang hingga orangtuaku tidak mengijinkan hubuganku
dengan Erik
.
Karena kecewa aku histeris hingga aku
jatuh pingsan. Hal ini membuat semua dokter yang merawatku terkejut. Mereka
sangat tidak menyangka dengan tekanan darah yang sangat rendah itu aku masih
bisa bertahan hidup, bahkan kemudian sehat kembali.
Kejadian aneh terus saja menimpaku.
Saat aku menjadi panitia ospek di kampus, aku kembali kerasukan. Aku dibawa
pulang ke rumah oleh teman-temanku. Di rumah, selama tiga hari berturut-turut
aku terus kerasukan. Keluargaku kembali memanggil orang pintar yang berada di
pedalaman yang pernah mengobatiku beberapa waktu lalu. Namun, kali ini tak
berhasil membuatku sembuh. Karena itulah aku kemudian diobati oleh ustadz namun
juga tak kunjung sembuh.
Di Pontianak, aku juga sempat diobati
oleh Pak Nando, aku dimandikan dengan bunga tujuh rupa selama tiga hari
berturut-turut. Setela ritual pun digelar. Pak Nando mencoba mengeluarkan
makhluk jahat yang bersemayam di tubuhku. Makhluk yang telah mendarah daging
tersebut yang pertama berupa siluman ular. Ibu dan ayah turut menyaksikan
proses penarikan makhluk itu.
Tiga hari kemudian, aku kembali
diobati Pak Nando. Malam terakhir, setelah mandi, orang tuaku diperintahkan
untuk menjagaku agar aku tidak disetubuhi oleh makhluk halus.
Di malam terakhir ini, antara sadar
dengan tidak, tiba-tiba pandanganku gelap. Sepertinya ada yang mau menindihku.
Astagfirullah! Aku melihat makhluk
yang sangat menakutkan. Tubuhnya hitam berbulu, dan dia berusaha menindihku.
Aku pun menjerit. “Jangan!” Teriakanku ini membuat cemas ayah dan ibu.
Mereka segera membacakan ayat Qursyi
berulang-ulang untuk melindungiku. Hingga akupun terjaga, dan tidak tidur
sampai pagi. Esok paginya kami datang ke tempat Pak Nando. Ritual pengusiran
makhluk halus pun digelar. Sang makhluk mengerikan itu mencoba melawan Pak
Nando. Namun sebelum ritual dimulai, makhluk halus itu mengancam akan
membunuhku.
Mendengar ancaman tersebut, Pak Nando
pun menyangkal, “Makhluk bodoh! Sebentar lagi majikanmu akan jatuh miskin dan
melarat akibat perbuatannya sendiri. Dan kau tidak akan diberi makan lagi
olehnya. Dan santet yang ada di tubuh anak ini akan kukembalikan padanya.”
Akhirnya, Pak Nando berhasil mengeluarkan
dua makhluk tersebut. Alhamdulillah, aku pun kembali pulih. Aku dapat mengikuti
ritual mandi kembang selama tiga hari. Hari keempat, aku kembali datang ke
tempat Pak Nando untuk mencabut pangaruh santet.
“Bu Marni menggunakan media foto anak
ini dan sebuah boneka kecil,” jelas Pak Nando kepadaku dan kedua orang tuaku.
Dan kini, saat menuturkan kisah ini.
Alhamdulillah, aku telah menjalani hidup berumah tangga. Dengan demikian, tepat
tujuh tahun aku dalam nestapa akibat kekuatan Santet. Semoga bermanfaat.
Sumber : Tabloid Horor
edisi 006/Tahun 2/2013
3 komentar:
sapa pak nando itu?
pak nando itu dukun yg bernama nando
Saya jg udah hampir 4 tahun diganggu ular siluman tapi cuma diserang aja kyk mau dibunuh kadang mau dicabulin tp saya suka melawan trua saya baru 2 kali aja ngalamin stengah ksurupan jadi msi stengh sadar, udah brobat sana sini tp ini siluman ga mau keluar dr tubuh saya. Boleh minta info hrus brobat dimana? Tolong dibalas ya makasi.
Posting Komentar