Minggu, 17 Februari 2013

Arwah Adik Menangis Satu Malam Di Atas Pucuk Pohon Lontar



Cerita ini sebenarnya adalah pengalaman masa kecil saya saat masih di Kota Pinrang, Sulsel. Di mana saat itu saya sering mendengar tangisan bayi pada tengah malam di pohon kelapa tetangga. Mungkin ini terjadi gara-gara kebiasaan adat Sulsel jika ada bayi yang baru lahir, ari-arinya disimpan di dalam kendi yang terbuat dari tanah liat terus ditanami pohon kelapa diatasnya serta di beri lilin. Dan pohon kelapa itu dibiarkan tumbuh besar di kebun karena rata-rata orang dahulu punya kebun.
Apalagi ada tetangga saya sebut saja namanya Puang Jodding (nama samaran) istrinya melahirkan dan janin dalam kandungan meninggal dan itu terjadi dua kali. Tapi dia tidak mau menguburkan janin bayi itu di Pekuburan Umum. Dia memilih menguburkannya di kebunnya terus di atas makamnya ditanami pohon kelapa. Maklum dia adalah bangsawan jaman dulu serta termasuk tuan tanah di lingkungan tempat tinggal saya.
Mungkin itulah sebabnya arwah bayi yang meninggal tersebut terus menangis karena di atas kuburnya ditanami pohon kelapa yang membuat jasad bayi tersebut terlilit oleh akar-akar serabut pohon kelapa yang sudah tumbuh besar. Tapi karena berhubung saya berada di Kota Kupang makanya setting lokasi saya ganti dan judul cerpennya saya ganti menjadi ARWAH ADIK MENANGIS SATU MALAM DI ATAS PUCUK POHON LONTAR karena kebetulan di daratan bumi Flobamora lagi tenar sebuah lagu timor yang dinyanyikan oleh seorang teman Ketua Komunitas Sastra Dusun Flobamora Romo Amanche Frank Oe Nino
Bagi yang penasaran dengan lagu ini silahkan download di sini lagunya

Senin, 11 Februari 2013

BERIKAN KADO VALENTINE TERAKHIR BUAT ISRAEL


BERIKAN KADO VALENTINE
TERAKHIR BUAT ISRAEL

Oleh : Mac Dhawanks

Melihat pemberitaan media akan serangan pesawat tempur Israel terhadap lokasi penelitian kimia di pinggiran Damaskus dan serangan terhadap konvoi iring-iringan pembawa rudal SA-17 di perbatasan Lebanon – Suriah. Akan mendapat tanggapan serius dari sekutunya Iran yang dikenal memiliki ribuan rudal balistik.

"Pesawat-pesawat tempur Israel menembus wilayah udara kami saat fajar, dan mengebom salah satu pusat penelitian ilmiah yang membantu meningkatkan kekuatan ketahanan dan pertahanan diri di daerah Jimraya di pedesaan Damaskus," tutur angkatan besenjata Suriah, dalam sebuah pernyataan, seperti dikutip Tribunnews.com dari CNN, Kamis.

Akibat dari serangan pesawat tempur Israel ke Suriah tersebut akhirnya mendapat balasan dari Suriah. Balasan pertama Suriah terbukti dengan dilumpuhkan perusahaan telekomunikasi Israel oleh para hacker dari Suriah, sehingga selama satu hari penuh Israel terputus dari komunikasi karena para pelanggan tidak bisa mengirim SMS, menelpon apalagi mengakses internet. Balasan kedua saat dua jet tempur suriah terbang rendah Rabu (6/2) di Kota Haifa dan Kota Tel Aviv yang menyebarkan selebaran yang bertuliskan "Kami dapat setiap waktu membalas, akan tetapi kami yang akan menentukan tempat dan waktu balasan itu." Dan ternyata sistem pertahanan Israel tidak menembak kedua pesawat tersebut karena mirip dengan pesawat tempur Israel

Jika terjadi konfrontasi antara Suriah dan Israel otomatis akan diikuti oleh Hezbolah Lebanon. Intervensi AS dan NATO yang telah selesai memasang rudal Patriot di perbatasan Turki – Suriah akan menjadi kenyataan. AS dan NATO bakal memborbardir Suriah dan Lebanon membantu Israel keluar dari kesulitan. Jika hal itu terjadi maka sekutu Suriah, Iran tidak akan tinggal diam dan ikut membantu Suriah melawan Israel.

Memasuki bulan Februari 2013 dimana banyak muda-mudi di seluruh dunia merayakan Hari Valentine atau hari Kasih Sayang. Tapi di Negara-negara konflik seperti Palestina, Suriah, Somalia, Yaman, Afghanistan dan Mali rasa kasih sayang itu sudah hilang akibat perang. Mereka saling bunuh-bunuhan akibat diadu domba oleh kekuatan asing. Seharusnya negara-negara Islam memberikan kado Valentine terakhir buat Israel agar tidak berbuat semena-mena lagi terhadap warga Palestina. Seluruh Negara muslim seharusnya mengajari Israel agar lebih menyayangi nyawa para warga Palestina di hari Valentine ini

Kado Valentine yang cocok diberikan pada Israel pada tanggal 14 Februari nanti adalah Rudal Katusya, Rudal Scud, Roket M75, Roket FAJR-5, Rudal Shahab 3, Rudal Fateh 1 dan 2, Rudal Zhelzhal, Rudal. Senjata Kimia ataupun Senjata Nuklir kiriman Pakistan dan Korea Utara yang langsung di kirim ke Kota Tel Aviv, Kota Haifa, Kota Bersheva, Kota Eliat, Kota Dimona dan kota-kota lainnya. Kado perpisahan terakhir buat rezim zionis Israel untuk selama-lamanya.

Walaupun Israel membalas dengan menggunakan senjata nuklir, mereka tetap akan hancur lebur. Kenapa bisa? Coba kalian bayangkan lebar Israel dari garis perbatasan Yordania ke Laut Mediterania hanya sekitar 75 Km dan panjangnya hanya 400 Km. Seandainya Israel menjatuhkan bom nuklir ke Kota Amman Yordania yang hanya berjarak sekitar 30 km dari Tepi barat, lalu menjatuhkan bom ke Kota Damaskus, menjatuhkan bom ke Jalur Gaza, ke kota Rafah, Kota Lebanon dan El Aris Mesir. Semua kota-kota itu akan hancur lebur dan radiasinya akan menyebar sejauh 300 Km persegi bahkan bisa meliputi seluruh kawasan Timur Tengah termasuk wilayah Israel itu sendiri sehingga daerah itu tidak layak huni selama ratusan tahun.

Otomatis Israel akan terhapus dari peta dunia oleh senjata nuklir mereka, bahkan cacing pun tidak akan sanggup bertahan hidup di wilayah yang terkontaminasi radiasi nuklir tingkat tinggi. Perang antara Iran dan Israel tidak akan ada yang kalah dan menang yang ada hanyalah menyisakan kehancuran dan musnahnya peradaban manusia.

Dan hal ini sesuai dengan hadits nabi Muhammad, SAW 1400 tahun yang lalu
“Tidak akan terjadi hari kiamat sebelum umat muslim melumat habis bangsa Yahudi, sehingga bangsa Yahudi bersembunyi dibalik bebatuan dan pepohonan. Sehingga bebatuan dan pepohonan itu berkata, “Wahai Hamba Allah! Dibelakang saya ada Yahudi datang dan bunuhlah mereka, kecuali pohon qorqot karena itu milik Yahudi” (Hadits Muslim)

Mari kita sama-sama ucapkan
SELAMAT DATANG PERANG AKHIR ZAMAN
PERANG BESAR-BESARAN
DAN MUSNAHNYA PERADABAN MANUSIA

Jumat, 08 Februari 2013

Cincin Berdarah


Cincin Berdarah

Oleh : Dawai Putra Asmara

Hasil visum dokter, Juliet telah meninggal dunia. Dengan sabar aku menunggu putriku selama sehari dua malam. Malah aku sendiri yang membaringkan anakku di peti matinya. Tanganku ini pula yang mengantarkannya ke dalam kubur tempat peristrirahatannya yang terakhir, di kuburan keluarga di bawah tanah, di daerah Tanah Kusir.

*****
Dengan tenang satu per-satu tamu hotel itu memasuki ruang makan siang. Mereka mengambil tempat duduk masing-masing. Para pelayan pun melayani dengan sangat ramah. Para habitué, yaitu tamu-tamu hotel yang datang ke tempat wisata penyembuhan penyakit dengan mandi air panas vulkanis itu, memandang minat ke arah pintu masuk setiap kali pintu terbuka. Dengan harapan, kalau-kalau ada wajah baru yang muncul.

Para pengunjung sengaja datang di saat-saat makan siang bersama, untuk memastikan ada tidaknya tamu-tamu baru. Mereka ingin mengetahui siapa saja, apa yang mereka lakukan, dan apa yang mereka pikirkan.

Di tempat seperti itu, bisa juga terjalin suatu persahabatan yang serius. Mampu terjalin lebih cepat ketimbang di tempat-tempat lain. Sore itu, seperti sore-sore sebelumnya, kami duduk tenang di ruang makan. Menanti munculnya wajah-wajah baru. Ternyata, hanya ada dua wajah baru. Tapi sangat menarik perhatian.

Seorang pria, dan satunya lagi wanita. Rupanya ayah dan anak. Segera saja keduanya mengingatkan diriku pada tokoh-tokoh yang bisa muncul dalam cerita-cerita Edgar Allan Poe. Meskipun begitu ada daya tarik tersendiri pada keduanya. Suatu daya tarik yang terasa cukup aneh.

Lelaki itu bertubuh tinggi, kurus. Agak bungkuk. Rambutnya telah putih, nyaris seluruhnya. Sebenarnya terlalu cepat memutih dari umurnya yang tampak relatif masih muda. Dari penampilan maupun pakaian yang ia kenakan jelas menunjukkan bahwa mereka orang Belanda. Sedang anak perempuannya, yang mungkin berumur antara dua puluh lima, bertubuh kecil, juga sangat kurus dan sangat pucat. Menimbulkan kesan selalu dalam keadaan lelah.

Memang, aku sering bertemu dengan orang-orang yang nampaknya terlalu lemah dan bersemangat menjalani hidup sehari-harinya. Terlalu loyo untuk bergerak atau untuk berjalan. Terlalu lesu untuk melakukan apa saja yang bisa kita lakukan setiap hari.

Wanita muda itu sebenarnya berwajah sangat cantik. Tetapi kecantikannya yang memukau itu terlihat misterius. Bagaikan peri. Dia menyantap hidangan makan siang dengan sangat pelan, seakan sudah tidak mampu untuk menggerakkan lagi. Dengan begitu, aku jadi semakin yakin, tentu dialah yang sengaja datang ke pemandian sumber air vulkanik ini untuk menyembuhkan penyakitnya. Kebetulan keduanya duduk di meja persis di depanku.

Akupun melihat, gerakan tangan ayahnya begitu kaku dan gugup. Setiap kali dia ingin mengambil sesuatu, gerak tangan ayahnya begitu kaku dan gugup. Setiap kali dia ingin mengambil sesuatu, gerak tangannya bagaikan suatu pengait, kaku dan sedikit gemetaran. Aku juga bisa melihat wanita muda itu mengenakan kaus tangan, hanya di bagian kiri saja.

Selesai makan siang, aku jalan-jalan di kompleks taman sumber mata air panas itu. Seakan tertuntun menuju ke Bungalow, Chatel Guyon, yang terlindung di kaki pegunungan tinggi, tempat yang banyak sekali terdapat sumber mata air panas. Di daerah itu, di atas taman tempat makan siang, tampak puncak-puncak pegunungan yang membiru, seakan sebuah rangkaian yang satu dengan lainnya saling menyatu.

Juliet Telah Meninggal
Sore itu udara terasa hangat. Aku menaiki, lalu menuruni suatu jalur jalan yang teduh di sisi pegunungan itu. Terdengar alunan musik dari arah sebuah café. Kemudian aku pun melihat lagi ayah dan anak gadisnya tadi berjalan ke arahku.

Aku membungkuk menyapanya dengan ramah. Tiba-tiba kaki lurus itu menghentikan langkahnya, kemudian dia berkata padaku.

“Maukah Anda menemani kami jalan-jalan, tapi itu pun kalau tidak menganggu Anda, Monsieur?”

Dengan senang hati aku menerima ajakannya. Kami berjalan ke arah lembah.

Sungai kecil mengalir indah di situ. Lembah yang membentuk jurang di antara dua lereng terjal itu ditumbuhi hutan lebat. Mereka terlihat sangat gembira melintasi daerah itu sambil ngobrol tentang air panas yang bersumber dari daerah ini dan telah banyak berjasa menyembuhkan berbagai penyakit.

“O ya,” kata si ayah. “Anak gadisku menderita suatu penyakit aneh, tapi hingga saat ini belum bisa ditentukan dengan pasti jenis penyakit yang dideritanya. Yang jelas, dia menderita gangguan sistem syaraf yang sulit dipahami. Dokter mengira dia menderita penyakit jantung. Di saat lain, mereka mengatakan kalau anakku terserang saraf punggung. Sekarang ini penyakitnya disebut akibat kerusakan organ perut. Itulah sebabnya mengapa kemudian kami datang ke tempat ini,” kata si ayah.

“Tapi menurut pendapatku, penyakit yang diderita putriku akibat terganggunya sistem syaraf. Karena memang mempunyai riwayat tersendiri,” kata si ayah lagi.

“Tetapi apakah bukan penyakit keturunan? Maksudku, bukan syaraf gerak di tubuh Anda juga tidak normal?” tanyaku.

“Syaraf gerak tubuhku? Oh, tidak… Syarafku sebenarnya dalam keadaan baik-baik saja.” Setelah tercenung sejenak, dia kembali meneruskan ucapannya.

“Oh, tentunya Anda menilai hal itu setelah melihat tanganku gemetaran dan kaku setiap kali mengambil sesuatu? Hal ini sebenarnya akibat pengalaman yang sangat mengerikan, yang pernah aku alami. Coba Anda bayangkan, anak gadisku ini benar-benar pernah dikubur hidup-hidup!” Aku tersentak kaget mendengar ceritanya.

Begini ceritanya, Putriku Juliet, memang sudah beberapa kali terkena serangan jantung. Oleh karena itu kami selalu siap menghadapi keadaan, meski yang terburuk sekalipun. Pada suatu hari, dia digotong ke dalam rumah. Tubuhnya dalam keadaan dingin. Dia tak lagi bernapas. Dia mati. Dia jatuh tidak sadarkan diri di sebuah taman.

Menurut hasil visum dokter, Juliet telah meninggal. Dengan sabar aku menunggui putriku selama sehari dua malam. Malah aku sendiri yang membaringkan anakku di peti matinya. Tanganku ini pula yang mengantarkannya ke dalam alam kubur tempat peristirahatannya yang terakhir, di kuburan keluarga bawah tanah, di daerah Tanah Kusir.

Aku juga telah memakaikan berbagai perhiasan seperti permata, gelang, kalung dan cincin, serta mendandaninya dengan gaun pesta berwarna putih. Tentunya Anda bisa membayangkan, betapa hancurnya perasaanku ketika kembali ke rumah. Dia adalah satu-satunya penghibur dan temanku di dunia ini. Isteriku telah meninggal sejak bertahun-tahun lalu.

Aku sempat sempoyongan sendiri menuju kamar tidurku. Dalam keadaan setengah tidak sadar, karena begitu lelahnya. Kuhempaskan tubuhku ke kursi malas. Pelayan setiaku yang telah tua, Joedy, yang ikut membantuku meletakkan Juliet ke dalam peti mati dan mengangkat peti itu ke kuburan bawah tanah, masuk ke kamarku dan bertanya, “Apakah Tuan memerlukan sesuatu? Aku hanya menggelengkan kepala. Lalu dia meninggalkanku.

Tiba-tiba bel di kamar depan terdengar berdering. Aku kaget dan terbangun. Aku menoleh ke arah jam dinding. Ternyata masih pukul dua malam. Kemudian, sekali lagi bel itu berbunyi dengan keras.

Aku melangkah mundur. Di kegelapan malam yang dingin itu, aku merasa melihat sesosok tubuh wanita berpakaian serbah putih berdiri tegak dihadapanku. Sosok tubuhnya mirip dengan hantu wanita.

Aku terus melangkah mundur dicekam ketakutan yang luar biasa, aku mencoba bertanya. “Siapa… Siapa… kamu sebenarnya? Jangan menggangguku! Pergi… Pergi…!!”

Tidak lama kemudian aku mendengar jawaban dari suaranya yang serak. “Ini aku, Pa. Juliet… anakmu…”

Demi tuhan, dia ternyata adalah anak gadisku yang telah mati. Aku mengira, saat itu aku sudah gila. Aku terus melangkah mundur. Sementara setapak demi setapak hantu itu maju mendekatiku. Sambil mundur ketakutan, aku membuat tanda salib, sebagaimana biasanya umat Kristen mengusir hantu.

Kemudian hantu itu berkata lagi. “Jangan takut, Pa. Aku belum mati. Seseorang mencoba mencuri cincin permataku. Dia memotong salah satu jemariku. Darahku mengucur keluar. Itulah yang telah membangunkanku dari mati suriku.”

“Ternyata, memang begitulah kenyataannya. Aku melihat darah segar menetes di jari kiri anakku. Aku langsung terjatuh di lantai. Aku terisak, namun tidak mampu berkata sepatah pun. Setelah siuman kubimbing anakku menuju kamar tidur yang ada di lantai atas. Kududukkan dia di kursi malasku. Kubunyikan bel untuk memanggil prosper untuk menyalahkan tungku perapian serta menyediakan anggur untuk putriku.

Kuperintahkan agar dia merawat luka di jari anakku. Prosper yang datang menemuiku terbelalak melihat sosok Juliet. Kemudian dia pun jatuh pingsan tak sadarkan diri. Rasa takutnya amat luar biasa.

Ternyata justru dialah yang telah membuka pintu ruang makam bawah tanah Juliet. Kemudian memotong jari tangan anakku, lalu meninggalkan putriku begitu saja setelah merampok perhiasan Juliet. Bahkan sampai hati dia tidak menutupi pintu mati itu lagi karena yakin pencurian yang dilakukannya tidak akan diketahui orang lain.

Lagi pula tidak mungkin orang mencurigainya karena dia adalah pelayanku yang paling setia dan sangat aku percaya.

“Nah! Anda tentunya sudah memahaminya. Bahwa kami ini adalah orang-orang yang tidak bahagia.” Lalu dia menutup kisahnya.

Malam mulai turun. Menebarkan bayang-bayang selimut kelamnya di lembah yang sepi dan terpencil. Suatu perasaan takut tiba-tiba mencekam diriku. Ternyata aku sedang berdampingan dengan dua sosok manusia aneh. Kini aku malah berjalan di samping gadis muda yang bangkit dari liang kuburnya. Ayahnya pun menderita kekakuan syaraf yang amat mengerikan.

“Betapa mengerikan!” kataku dalam hati.

“Mungkin lebih baik kita kembali ke hotel saja. Udara di sini semakin dingin.” Ajakku. Akhirnya kami pun menyusuri lorong kelam itu untuk kembali ke penginapan.

Sumber : Tabloid Horor, Edisi 006/Tahun 02/2013

Rabu, 06 Februari 2013

Tujuh Hari Meninggal Dunia dan Hidup lagi


Tujuh Hari Meninggal Dunia dan Hidup lagi
Jasad Dukun Penganut Ilmu Hitam Dimakamkan hidup-hidup

Oleh : Jemy Haryanto

Tak lama wanita itu pun jatuh sakit. Tubuhnya mengurus tinggal tulang. Namun siapa sangka tubuh yang setiap malamnya berubah segar dan bergentayangan kemana-mana itu ternyata sudah meninggal dunia selama tujuh hari.

*****
Kisah nyata dan menyeramkan ini menimpa salah satu seorang istri pegawai yang berprofesi sebagai dukun penganut ilmu hitam. Sebagai iktibar, salah seorang yang mengaku familinya menceritakan sekelumit kisahnya.

Menikahi Sukamto, memang sudah lama diinginkan oleh Mumun. Meski sebelumnya cintanya pernah ditolak mentah-mentah alias pupus, namun janda kembang yang sudah dua tahun bercerai dengan suaminya itu, tetap bersikukuh mendapatkannya.

Padahal sudah menjadi rahasia umum, bahwa Sukamto dikenal sebagai seorang duda beranak dua. Namun itu tak menjadi alas an, karena ada hal yang lain yang membuat dirinya tertarik pada lelaki itu. Selain memiliki wajah yang tampan, pekerjaannya pun terbilang mapan. Karena, dia bekerja sebagai pegawai negeri di salah satu instansi pemerintah yang ada di daerah itu, dan memiliki banyak warisan yang ditinggalkan almarhum orang tuanya. Jadi, karena faktor itulah yang sebenarnya membuat Mumun tergila-gila pada Sukamto yang umurnya terpaut lebih muda darinya.

Sebagai seorang janda yang sudah berumur, apalagi telah melakukan kawin cerai sebanyak dua kali dan tak bisa memberikan keturunan. Mumun pun menyadari bukan perkara yang mudah menggaet hati Sukamto yang notabenenya merupakan lelaki dari keluarga baik-baik. Sehingga untuk mendekati dan mengutarakan isi hatinya secara langsung tentu saja tak akan pernah dilakukannya pada lelaki lain sebelumnya. Terkecuali menundukannya dengan kekuatan ilmu hitam.

Mumun memang termasuk wanita yang terkenal pantang menyerah. Setiap dia menginginkan sesuatu, harus segera terwujud meski dengan menempuh jalan pintas. Hal itu pula yang pernah dilakukannya hingga dirinya dapat menikahi dua orang laki-laki yang pernah menjadi suaminya dulu. Mereka dipelet dengan ilmu gendam penunduk hati lewat jasa ibunya yang memang seorang dukun besar berilmu hitam.

Tak hanya pelet, ibunya pun terkenal sebagai spesialis santet, bahkan sudah berhasil menghilangkan beberapa nyawa manusia. Setelah ibunya meninggal dunia dengan kondisi yang tak wajar, kemudian Mumun-lah yang saat itu menjadi penerusnya. Karena itulah tak ada laki-laki yang berani mendekati Mumun, termasuk Sukamto. Selain menjadi penganut ilmu hitam mewarisi ilmu sang ibu, Mumun terkenal sebagai wanita materialistis. Dia mendekati dan menikahi laki-laki hanya untuk menguras hartanya saja, setelah itu dibuangnya begitu saja seperti sampah.

Suami dan Anak Dimantrai
Tiba pada suatu hari, ketika wanita berkulit kuning langsat itu tak mampu lagi membendung hasratnya kepada Sukamto. Dia pun segera merealisasikan keinginannya dengan mengirim gendam kepada Sukamto. Tak hanya sekali, melainkan berkali-kali. Hasilnya, Sukamto pun bertekuk lutut dan kemudian jatuh ke dalam pelukan Mumun. Padahal sebelumnya, lelaki berkumis tebal itu sangat takut kepada Mumun karena profesinya itu.

Tunduknya Sukamto dan kedua anaknya ke bawah ketiak Mumun merupakan suatu kemenangan bagi wanita itu yang memang sudah sekian lama menantikannya. Sehingga nantinya semua harta kekayaan Sukamto akan segera jatuh ke tangan Mumun. Namun hal itu belumlah final, karena untuk dapat mencapai tujuannya itu, Mumun harus memaksa Sukamto menikahinya.

“Kau harus menikahiku mas, agar hubungan kita ini tak menjadi bahan gunjingan orang-orang,” kelit Mumun dengan nada suara kasar.

“Kamu tenang saja Mun, secepatnya aku akan menikahimu,” ucap Sukamto polos.

Karena terus-terusan didesak, akhirnya Sukamto pun menikahi wanita tersebut. Tanpa perayaan maupun pesta. Hanya digelar dengan sangat sederhana, sehingga tak banyak orang tahu kalau mereka itu telah menjadi pasangan suami istri yang sah.

Setahun setelah menikah, mereka pun pindah ke luar kota. Itu berkaitan dengan dipindahtugaskannya Sukamto dalam waktu yang cukup lama. Sehingga dirinya harus membawa istri dan kedua anaknya itu.

Di daerah baru itu, Mumun cepat sekali dikenal. Dikarenakan profesinya sebagai seorang dukun. Tak sedikit orang yang berdatangan meminta bantuan mulai dari penyembuhan penyakit, pelet sampai hal-hal yang berkaitan dengan pembunuhan, apalagi kalau bukan santet.

Bayangkan saja, dalam beberapa bulan, Mumun sudah membunuh dua orang pengusaha kayu atas permintaan lawan bisnis pengusaha tersebut. Atas tindakan itu pula banyak orang yang takut dan menaruh kebencian pada Mumun. Seiring dirinya diserang oleh dukun di daerah baru tersebut, namun selalu dapat ditanganinya.

Namun itu bukanlah akhir karena yang terpenting adalah kekayaan milik Sukamto yang terpenting adalah kekayaan milik Sukamto yang secepatnya harus menjadi hak miliknya sepenuhnya. Kemudian menceraikan dan meninggalkan Sukamto beserta anak-anaknya dijejal diberi makanan dan minuman yang telah diberi mantra-mantra, supaya mereka tetap tunduk di bawah ketiaknya sehingga dengan mudah Mumun memerintahnya. Hasilnya memang luar biasa. Terlihat jelas perubahan itu pada Sukamto. Dia tak lagi seperti dulu, tegas terhadap anak-anak dan berwibawa, melainkan lebih banyak melamun dan tampak seperti orang linglung.

Suatu malam, ketika mereka hendak beranjak tidur. Di atas pembaringan Mumun bercakap-cakap dengan Sukamto. Percakapan itu tak lain adalah berkisar tentang harta kekayaan milik Sukamto.

“Kapan harta kekayaanmu itu dialihkan atas namaku?” tanpa segan Mumun mengucapkannya.

“Iya Mun, kapan saja kamu mau, aku siap saja,” jawab Sukamto singkat.

“Bagaimana kalau minggu depan. Kau izin dulu di kantor, kemudian kita pulang untuk mengurusnya di hadapan notaries,” pinta Mumun.

“Baiklah, nanti aku izin di kantor,” ucap Sukamto sembari merebahkan tubuhnya kemudian tertidur.

Setelah mendapat izin dari kantor, Sukamto bersama istri dan kedua anaknya pulang ke kota asalnya untuk mengurus apa yang dibicarakan malam itu. Mumun pun benar-benar puas dan bisa tertawa lepas.  Karena kini, semua harta kekayaan milik Sukamto telah masuk ke dalam genggaman tangannya. Tak ada yang tersisa sedikit pun untuk Sukamto dan kedua anaknya itu sebagai bekalnya kelak di masa depan. Selanjutnya tinggal menunggu waktu yang tepat untuk meninggalkan Sukamto dan anak-anaknya.

Namun saat dirinya hendak meninggalkan mereka, mendadak Mumun jatuh sakit. Bukan sakit biasa, melainkan penyakit gaib yang disebabkan serangan para dukun yang selama ini menaruh kebencian dan sakit hati, terutama keluarga orang-orang yang telah dibunuh Mumun menggunakan santet. Mereka membayar para dukun untuk membalas dendam.

Mungkin selama itu dirinya terlalu terlena akan harta yang dirampasnya secara halus dari Sukamto, sehingga membuat dirinya lengah dan tak khayal serangan yang bertubi-tubi itu pun akhirnya dapat menembus pertahanannya. Mumun pun tersungkur dan mengeluarkan darah segar dari mulutnya.

Apa yang terjadi pada Mumun tentu saja sangat mengejutkan Sukamto, dan berkali-kali dirinya mengajak istrinya berobat ke rumah sakit. Namun Mumun selalu menolaknya.

“Kau jangan ikut campur. Kau tak tahu menahu tentang masalah ini. Jadi sebaiknya kau diam saja dan tidur,” Mumun marah sembari melangkah keluar kamar menuju kamar khusus, tempat dimana dirinya melakukan ritual.

Di dalam ruangan itu, dirinya berusaha sekuat tenaga menghalau serangan-serangan tanpa henti membaca mantra-mantra. Namun tetap saja dari mulutnya mengeluarkan darah segar. Karena tak mampu lagi menahan sakit, tubuh yang sudah bersimbah darah itu jatuh tersungkur, kemudian pingsan tak sadarkan diri.

“Ibu kenapa yah?” tanya salah satu anaknya dengan wajah pucat.

“Tidak apa-apa, ibumu sedang menyembuhkan orang,” jawab Sukamto berbohong, dan sang anak pun tak bertanya lagi.

“Kalian tak usah khawatir, ibumu baik-baik saja. Sekarang sebaiknya kalian tidur,” pinta Sukamto, kemudian beranjak mengantar kedua anaknya itu ke kamarnya.

Tanpa terasa sudah hamper satu bulan Mumun terbaring sakit. Tubuhnya terkulai lemas tanpa daya.

Bahkan semakin hari, kondisi tubuh Mumun semakin menyusut alias kurus. Wajahnya timpus dan pucat, sementara kedua matanya menatap kosong ke arah langit-langit kamar.

Namun selama dirinya sakit, Sukamto dan kedua anaknya tak pernah mengurusnya. Tentu saja bukan kemauan mereka untuk tidak peduli, melainkan karena permintaan langsung dari Mumun. Sehingga mereka hanya dapat melihat dan mengamati keadaan Mumun dari luar kamar khusus itu.

Beberapa hari kemudian, tepatnya tengah malam, Mumun memanggil Sukamto dengan berteriak-teriak. Itu dilakukannya, setelah dirinya melihat kedatangan para jin suruhan para dukun yang kemudian berdiri mengelilinginya dan siap menghantamnya. Anehnya, makhluk-makhluk itu menghilang bersamaan dengan teriakan Mumun memanggil Sukamto.

“Ada apa Mun?” tanya Sukamto.

“Aku mau besok kau panggil Mak Yong untuk datang ke sini, karena aku sudah tak sanggup lagi menahannya,” pinta Mumun.

“Siapa itu Mak Yong dan di mana tinggalnya?” Sukamto bertanya.

Mumun terdiam sesaat, sembari menarik nafas panjang, kemudian melemparkan kembali pandangannya pada langit-langit kamar.

“Mak Yong itu adalah kakak angkatku, sekaligus guruku. Dialah yang selama ini menyempurnakan ilmuku. Kau bias cari dia di daerah pedalaman dan apabila kau telah bertemu dengannya, sampaikanlah kalau aku sakit parah,” ucap Mumun.

Jadi Mayat Hidup
Sukamto pun pergi menjemput Mak Yong, dan beberapa hari kemudian dirinya kembali dan berhasil membawa wanita serta wanita tua yang terkenal sebagai dukun besar penganut ilmu hitam. Wanita yang rambutnya telah memutih itu pun terkejut bukan main ketika melihat kondisi Mumun.

Tanpa mengulur waktu, dia pun segera melakukan ritual penyembuhan dan pengusiran roh yang dikirim oleh para dukun tandingan Mumun, yang telah merasuk ke dalam tubuhnya.

Namun belum lama dirinya bersila dan mengucapkan mantra-mantra, tiba-tiba alat meditasi untuk memanggil para roh nenek moyangnya, berupa tengkorak kepala manusia yang sudah disiram dengan darah babi putih terpelanting dan pecah. Tak hanya itu, tubuh Mak Yong pun terpental dan menghantam dinding kamar yang kemudian muntah darah.

Mak Yong yang tadinya benar-benar diharapkan mampu memberikan penyembuhan pada Mumun, ternyata tak mampu berbuat banyak. Dia pun mengalami hal yang sama. Karena telah mengalami luka dalam yang parah, mak Yong segera pamit pulang untuk melakukan ritual penyembuhan terhadap dirinya sendiri.

Namun sebelum pergi, wanita itu sempat berpesan supaya Mumun tak menceraikan Sukamto. Hal itu lantaran di dalam tubuh Mumun tertanam barang-barang bertuah, seperti susuk, besi kuning dan lain-lain.

“Sebelum ajalmu tiba, benda-benda bertuah, juga ilmu hitam yang ada dalam dirimu harus segera dibuang. Jika tidak jasadmu akan dikendalikan oleh roh-roh yang ada di dalamnya, dan jasadmu tak akan diterima bumi. Makanya sebelum itu terjadi, beritahukan suamimu, supaya dirinya dapat mencarikan siapa yang dapat membuangnya. Karena untuk saat ini tenagaku sudah terkuras habis,” jelasnya.

Beberapa minggu setelah kepulangan Mak Yong, sakit Mumun bertambah parah. Itu dapat dilihat dari kondisi tubuhnya yang semakin mengurus, tinggal kulit membungkus tulang.

Kondisi tersebut tentu saja membuat dirinya tak sanggup lagi. Namun pesan itu tak tersampaikan kepada Sukamto. Sehingga sampailah pada suatu hari, ketika warga sekitar heboh. Lantaran setiap malam mereka sering melihat Mumun berjalan-jalan. Padahal mereka mengetahui kalau Mumun sedang sakit parah. Sehingga sangat tidak mungkin dirinya bisa ngeluyur keluar rumah, apalagi tengah malam.

Berita tentang keanehan ini itu pun menyebar luas. Bahkan telah menjadi buah bibir masyarakat sekitar hamper setiap harinya. Meskipun begitu, Sukamto tak percaya, karena dirinya sendiri lebih tahu kalau istrinya benar-benar sakit parah dan sedang terbaring di atas tempat tidur.

Namun semakin hari Sukamto merasa gunjang-gunjing itu semakin menyudutkan dirinya sekeluarga, juga mendorong rasa keingintahuannya muncul untuk melakukan pengintaian demi suatu pembuktian.

Sukamto pun memilih malam yang tepat untuk mengintai sang istri, yaitu tepat pada malam kelahirannya. Entah atas dasar apa dirinya harus membuktikan omongan-omongan warga itu.

Waktu yang ditunggu akhirnya datang juga. Tepat tengah malam Sukamto memberanikan diri mengintai sang istri. Betapa terkejutnya dia karena ketika sang istri yang selama itu diketahuinya terbaring lemas tak berdaya, tiba-tiba saja terlihat segar bugar dan mampu berdiri, kemudian melangkah meninggalkan kamar.

Sebuah pemandangan yang menyeramkan dan membuat bulu kuduk Sukamto merinding. Karena Mumun lebih menyerupai tengkorak hidup yang sedang berjalan. Meskipun takut, namun dirinya memberanikan diri untuk mengikutinya. Sayangnya, karena sang istri berjalan sangat cepat, dia pun menghilang dalam gelap malam. tak ada yang dapat dirinya lakukan selain menunggu kepulangannya, dan sebelum adzan subuh Mumun pun kembali ke rumah dan langsung merebahkan tubuhnya di atas pembaringan di kamar khusus itu.

“Aneh, kenapa pada siang hari istriku terkulai lemas tanpa daya?” Sukamto bertanya dalam hatinya, kemudian melangkah menuju kamarnya. Setelah melihat itu, Sukamto pun segera sadar bahwa apa yang selama ini didengarnya mengenai keanehan pada istrinya ternyata benar. Bahkan lebih dari itu, tujuh hari berselang terjadi perubahan aneh pada tubuh Mumun. Di sekitar tubuhnya banyak dikerumuni lalat. Badannya mengeluarkan bau busuk menyengat. Dan didorong rasa keingintahuannya yang besar, Sukamto pun memberanikan diri masuk ke kamar khusus itu dan menemukan tubuh Mumun terbujur kaku. Lebih mengejutkan lagi ketika dirinya menyentuh dada dan leher Mumun, yang ternyata sudah tak ada lagi detak jantung dan denyut nadi, bahkan sudah tak bernafas lagi. Namun anehnya kedua matanya sesekali bergerak kedap-kedip.

“Kau takut melihat keadaanku sekarang?” Tanya Mumun dengan suara parau dan dalam. “Ti.. ti.. tidak Mun, aku hanya khawatir dengan kondisimu,” jawab Sukamto ketakutan.

“Sebaiknya kau tinggalkan aku sendiri,” pinta Mumun.

Tanpa menunggu lama, Sukamto segera meninggalkannya, dan seperti biasa pada malam harinya Mumun kembali melakukan hal-hal yang aneh. Karena merasa malu dengan ulah Mumun, Sukamto memutuskan untuk memanggil Kyai. Ternyata, kehadiran Kyai di rumah itu benar-benar tak diinginkan Mumun. Dia marah dan menatap wajah Sukamto yang duduk di sebelahnya dengan kedua mata melotot tiada berkedip. Sementara Kyai hanya menggeleng-geleng kepalanya melihat kondisi Mumun.

“Beginilah keadaan istriku pak Kyai. Apa sebenarnya yang terjadi padanya,” tanya Sukamto.

Pak Kyai tak menjawab melainkan mengajak Sukamto keluar dari kamar. “Ada apa pak Kyai?” tanya Sukamto.

Kyai itu diam sejenak. Kemudian menarik nafas panjang. Kedua matanya menatap wajah Sukamto yang memang terlihat penasaran. Tak lama Kyai itu berucap,” Kamto, sebenarnya istrimu sudah meninggal dunia tujuh hari lalu.”

Mendengar itu Sukamto langsung tersandar pada sofa. Dia seakan tak percaya, bagaimana orang yang telah meninggal dunia tapi jasadnya hidup layaknya orang hidup.

“Bbbbbbagaimana bias Pak Kyai?” Sukamto tergagap-gagap.

“Selama hidup, istrimu telah mempelajari ilmu hitam, bahkan telah bersekutu dengan syetan. Tak hanya itu didalam tubuhnya masih tertanam benda-benda bertuah yang seharusnya dibuang sebelum dirinya meninggal dunia,” jelas pak Kyai.

Sukamto tak ingin bertanya lagi. Dia hanya diam sembari menundukkan kepala. Sehingga dirinya tak sadar kalau sedari tadi sedang diperhatikan oleh Pak Kyai. Ya pak Kyai merasakan ada hal yang aneh pada diri Sukamto. Dia merasakan kalau Sukamto pun sedang dalam pengaruh pelet.

“Setelah mengurus istrimu, aku akan mengurusmu,” ucap Kyai.

Mereka pun segera bergegas masuk ke dalam kamar Mumun dan menemukan Mumun sedang terbaring membelakangi mereka. Aroma busuk, ditambah lagi sebuah pemandangan yang mengerikan, dimana tubuh bagian belakang Mumun tampak berlubang-lubang dan berulat. Dari lubang itu tak henti-hentinya mengeluarkan air berwarna kuning seperti nanah yang baunya sangat busuk menyengat.

“Astaghfirullah Aladziim…,” Sukamto berucap.

“Mau apa kau?” tanya Mumun sembari membalikkan tubuhnya. Namun Kyai tersebut tak menghiraukannya, melainkan segera menekan keningnya sambil melantunkan ayat-ayat suci.

Mumun menjerit kesakitan memperdengarkan suaranya yang aparu, sengong lagi dalam. Sekali lagi Kyai tak mengiraukannya. Dia tetap saja berusaha mengeluarkan makhluk-makhluk halus itu dari dalam tubuh Mumun. Wanita it uterus saja berteriak kesakitan. Tak lama Kyai menghentikan usahanya itu, kemudian segera mengatur nafasnya.

“Kita tak bisa meneruskannya. Karena yang kita hadapi bukan istrimu, tapi syetan yang telah melakukan perjanjian yang memang tuntutannya seperti itu. Tak ada jalan lain kecuali segera mengebumikannya mala mini juga. Tidak di tempat pemakaman umum, melainkan di pulau di seberang tempat tinggal kita. Hal itu agar istrimu tak bergentayangan menganggu warga sekitar,” terang Kyai tersebut.

“Malam ini juga kamu harus memanggil tukang memandikan jenazah wanita,” tambahnya.

Sukamto pun segera mengikuti anjuran Kyai. Tak lama dia pun kembali membawa lima orang wanita yang nantinya akan memandikan Mumun. Siapa yang takut memandikan mayat dalam keadaan hidup, begitu pula dengan mereka yang sebenarnya terpaksa melakukannya karena perintah Kyai. Setelah prosesi pemandian selesai, dilanjutkan dengan pengkafanan yang kainnya memang sudah disiapkan oleh para wanita itu.

Tampak kedua mata Mumun berkedap-kedip, namun dirinya tak bias berontak karena kedua tangan dan kakinya telah diikat. Setelah dishalatkan, mayat Mumun pun segera dibawa ke sebuah pulau tanpa penghuni, di seberang kampong itu tanpa peti mayat dan langsung dikebumikan.

Mayat Mumun memang telah dimakamkan. Namun kabar mengenai kematian Mumun yang aneh itu sampai pula ke telinga warga. Menurut mereka, hamper setiap malam para warga melihat Mumun di pinggir pulau. Akhirnya karena malu, Sukamto dan kedua anaknya pun pindah dari wilayah itu. Namun sebelumnya, dirinya sempat menemui Pak Kyai untuk membuang guna-guna yang ada dalam dirinya dan anak-anaknya, sehingga mereka pun terlepas dari pengaruh ilmu hitam tersebut.

Sumber : Tabloid Horor, Edisi 006/Tahun 02/2013

Tujuh Tahun Bersemayam Siluman Ular di Tubuhku


Tujuh Tahun Bersemayam
Siluman Ular di Tubuhku

Oleh : Jemy Haryanto

Kisah nyata yang memilukan ini dialami seorang wanita, sebut saja Normah. Tujuh tahun lamanya dia dalam pengaruh ilmu hitam atau pelet. Meskipun sudah puluhan orang pintar didatangi, namun tak satupun yang berhasil membuang santet tersebut. Berikut kisahnya.

*****
Kisah ini bermula saat aku dan keluargaku pindah ke Kabupaten Ketapang. Peristiwa ini terjadi dua puluh lima tahun lalu. Sekitar dua minggu tinggal di sana, aku berkenalan dengan Nining, tetanggaku, yang kemudian menjadi saudara angkatku.

Suatu ketika, Nining mengajakku bergabung dalam sebuah organisasi di Masjid di lingkungan kami. Ajakan ini tak mampu kutolak. Malam Rabu itu, aku resmi menjadi anggota organisasi tersebut. Aku pun berkenalan dengan sesame teman yang bergabung di organisasi ini.

Sudah menjadi tradisi bagi anak-anak yang bergabung di sini. Jika ada anak perempuan yang baru menjadi anggota, maka tak jarang anak laki-laki berusaha merebut hatinya. Termasuk aku. Baru saja menjadi anggota, malam itu aku diantar oleh banyak anak laki-laki. Jadilah aku layaknya kembang desa. Tiap pulang dari masjid, anak laki-laki banyak yang mencoba mencari perhatianku dengan mengantarku pulang ke rumah. Namun, tak seditkitpun aku menggubris mereka.

Di antara sekian banyak anak laki-laki yang mencoba mengambil hatiku, ada seorang pemuda yang sebut saja dia bernama Arman. Ternyata, diam-diam Arman memendam rasa cinta kepadaku. Arman memang anak orang terpandang ditempat tinggalku. Ayahnya seorang mantan pejabat di salah satu instansi pemerintah. Tapi yang disayangkan, ibu Arman yang sudah bertitel haji diisukan kerap berdukun, bahkan menguasai ilmu hitam, ibu Arman yang akrab disapa Bu Marni ini kebetulan teman pengajian mamaku.

Setidaknya ada empat kali Arman melayangkan surat cintanya kepadaku. Aku pun kaget. Dia yang sepatutnya menjadi abang bagiku, karena usianya jauh lebih tua, ternyata memiliki maksud lain. Aku pun menolaknya mentah-mentah. Bukan saja karena aku tak menyukainya, tetapi usiaku pun masih terbilang bau kencur. Ya, waktu itu aku baru lima belas tahun.

Ternyata ngebetnya Arman padaku diketahui oleh ibunya. Suatu hari, sang ibu mengirimkan makanan berupa gulai ikan ke rumahku. Mulanya, tak ada perasaan curiga sedikitpun dari kami sekeluarga. Kami juga tidak menaruh curiga ketika Ibu Arman berulang kali mengirimkan hantaran makanan ke rumahku.

Anehnya, seminggu setelah hantaran makanan keluarga Arman yang terakhir, aku justru menjadi teringat dan selalu membayangkan pemuda yang semula kubenci itu. Entah bagaimana awalnya, perasaanku selalu saja ingin bertemu dengannya.

Seminggu kemudian, Arman menyatakan perasaannya lagi kepadaku melalui sepucuk surat. Kali ini, aku tak kuasa menolaknya. Sejak saat itu, Arman sering menghubungiku. Bahkan hampir tiap malam dia menelponku. Untuk menerima telepon dari Arman, aku harus sembunyi-sembunyi. Aku pun terpaksa menunggu ibu dan ayah tidur agar dapat menerima setiap panggilan telpon darinya. Karena cintaku pada Arman, belajar ku pun akhirnya mulai terganggu. Kedua orangtuaku tidak mengetahui apa yang sedang menimpaku. Saat kelulusan, prestasiku benar-benar jatuh.

Kena Pelet
Ibuku curiga. Dia berusaha mencari tahu penyebabnya. Apalagi ibu sangat berharap aku bisa diterima di sekolah favorit di kota ini. Aku pun menceritakan perasaanku, ibu sangat terkejut, dan menentang keras.

Aku seperti dipingit, tidak boleh keluar rumah. Sementara itu, lambat laun Arman dan ibunya tahu dengan sikap kedua orang tuaku. Karena kenyataan ini, ibunya Arman nampaknya menaruh dendam kesumat.

Suatu hari, melalui perantara seorang temannya, Arman menyampaikan pesan yang berisi memutuskan hubungan antara kami berdua. Mendengar keputusannya yang tiba-tiba, aku terkejut bukan kepalang. Hatiku benar-benar hancur. Aneh, memang! Padahal, hubungan kami saat itu hanya seperti cinta monyet. Tapi kenapa saat itu aku seperti tengah kehilangan orang yang sangat berarti dalam hidupku. Aku selalu teringat Arman. Parahnya lagi, aku mulai terbiasa meninggalkan sholat. Aku juga mulai kehilangan gairah hidup.

Semua keluargaku, termasuk Nining, kakak angkatku, merasa heran dengan keadaanku yang jauh berubah. Karena curiga, ayah dan ibu membawaku ke orang pintar. Menurut paranormal tersebut, aku terkena pelet. Setelah minum air putih yang diberikannya keadaanku berangsur-angsur membaik. Aku pun dapat melupakan Arman.

Tanpa disangka, pada saat perayaan ulang tahunku. Arman muncul sebagai tamu tak diundang. Dia memberikan kue ulang tahun untukku. Begitu juga dengan ibunya. Dia memberi hadiah berupa bahan kain dan satu gelang perak. Karena takut terjadi sesuatu, semua pemberian itu tidak kusentuh sedikitpun. Kue pemberian Arman, ibuku berikan kepada orang lain.

Sedangkan bahan kain untuk membuat baju serta gelang tersebut, dibakar oleh ibu dan ayahku.

Setahun kemudian, aku mulai akrab dengan Yayan, seorang siswa di sekolahku. Perasaan cinta remaja pun tumbuh secara alamiah. Mungkin karena itu, aku pun semakin bersemangat dan termotivasi belajar. Sama sekali tak kuduga, rupanya hubunganku dengan Yayan tercium oleh ibunya Arman.

Wanita yang akrab disapa Bu Marni ini agaknya kembali membuat ulah dengan dibantu para dukunnya. Efeknya, aku pun sering jatuh pingsang di sekolah. Tak terhitung lagi betapa seringnya aku mengalami hal ini. Aku bahkan pernah dibawa pihak sekolah ke salah satu rumah sakit pihak sekolah ke salah satu rumah sakit di kota itu untuk diperiksa kondisi kesehatanku. Hasil pemeriksaan dokter menyatakan aku tidak terkena penyakit apa-apa.

Karena kejadian ini, ibu kembali mengajakku ke tempat Pak Iskandar paranormal yang dulu menyembuhkan penyakitku. Orang pintar itu mengatakan, aku kembali terkena pelet. Menurut dia, pelet itu berawal dari makanan, pakaian, juga benda-benda lainnya yang aku terima dari si pengirim pelet. Syukur, Pak Iskandar kembali dapat menyembuhkanku.

Setahun kemudian, aku pun berpisah dengan Yayan, sebab dia melanjutkan kuliah di Jogja. Aku sendiri diterima di sebuah Universitas Negeri di Pontianak yang masih dekat dengan kotaku. Menginjak semester dua, aku mulai kerasukan lagi. Berawal, pada suatu malam, aku seperti melihat sosok kuntilanak yang sedang berjalan di depan kamarku. Esok paginya, aku menemukan kotoran manusia persis di sebelah kamarku. Nampaknya, ada yang sengaja mengirimkannya.

Jam dua siang, aku kembali kerasukan. Seketika itu, pikiranku tertuju pada sosok Arman. Anehnya, menurut cerita keluarga, saat tak sadarkan diri, aku mengeluarkan suara layaknya tawa kuntilanak. Beberapa hari selanjutnya, aku pun bertingkah seperti layaknya seekor ular. Memang, dalam pandanganku, aku melihat seekor berwarna hijau dan panjang.

Sejak saat itu, hari-hariku ditemani kerasukan makhluk halus. Aku sempat divonis salah satu anggota keluargaku menderita sakit syaraf. Sampai suatu hari setelah Idul Fitri, saat bersilaturahmi ke rumah nenekku, aku kembali diganggu makhluk-makhluk gaib tersebut. Untunglah nenekku punya pegangan ilmu gaib. Saat keluargaku turun dari mobil, aku justru tidak bisa keluar dari mobil apalagi berjalan. Sepertinya, makhluk-makhluk gaib itu tahu kalau aku akan singgah di rumah orang yang berilmu.

Ayah terpaksa menggendongku. Anehnya, tatkala memasuki rumah Nenek, menurut cerita keluargaku, mendadak saja aku tertawa cekikikan mirip kuntilanak. Nenek yang sepertinya paham dengan keadaanku, berusaha melakukan komunikasi dengan makhluk yang bersemayam dalam tubuhku. Beginilah ceritanya yang dituturkan ibu padaku :

“Kenapa kamu begitu?” tanya nenek.

Aku pun meronta-ronta seperti sedang kesakitan. Nenek pun melanjutkan pertanyaannya. “Siapa yang melakukan perbuatan terkutuk ini?”

Sang makhluk gaib pun menjawab singkat, “Bu Marni!”

“Darimana asalmu?” tanya nenek.

Dengan tegas, makhluk itu menjawab, “Aku datang dari Ketapang!”

“Apa maksudmu?” tanya nenekku lagi sambil matanya melotot.

“Aku akan menghancurkan hidupnya! Aku dendam, makanya jadi perempuan jangan sombong!” jelas sang makhluk, jujur.”

“Dia tidak mau menerima cinta anakmu?” nenek pun kembali mengorek keterangan darinya.

“Lalu kau ini siapa?” tanya nenek pula.

“Aku makhluk halus, suruhan Bu Marni!” jawabku dengan lantang.

Mendengar dialog nenek dengan makhluk yang merasuki tubuhku, ibu, ayah dan keluarga benar-benar terkejut. Ibu menangis. Pantaslah, apa yang ibu dan ayah curiga selama ini, bahwa Bu Marni-lah biang keladinya.

Nenek dengan paksa mengeluarkan makhluk tersebut dengan sebilah keris keramat miliknya. Makhluk halus di dalam tubuhku pun menjerit keras. Sejurus kemudian, mereka pun pergi dari jasadku walau hanya untuk beberapa lama saja.

Sialnya, di tengah perjalanan pulang dari rumah nenek, aku kerasukan lagi. Setelah menelpon nenek, beliau menyarankan agar aku dibawa ke tempat Bu Endang, seorang guru ngaji di daerah itu. Bu Endang berusaha mengeluarkan makhluk-makhluk itu lagi. Ketika ditanya oleh Bu Endang, lagi-lagi jawabnya sama, yakni Bu Marni.

Pengobatan
Setelah diobati oleh Bu Endang, akupun pingsan sampai keesokan harinya. Bu Endang memberiku cincin untuk pegangan. Karena masih dalam suasana lebaran, keesokan harinya aku kembali diajak bersilaturahmi ke tempat keluarga ibu.

Siang hari yang terik itu, tepatnya pas azan dzuhur, aku kerasukan lagi. Aku kembali dobati oleh pintar di sekitar tempat tinggal saudara ibuku itu. Aku disuruh mandi kembang besoknya, serta menyediakan benang tujuh warna dan kembang tujuh rupa. Benang tersebut kemudian dirajah sang dukun perempuan itu, untuk diletakkan di pinggangku.

“Benang tersebut tidak boleh dibuka atau dilepaskan sebelum kau menikah,” suruh sang nenek.

Dia juga mengingatkan, jika keluarga bu Marni memberikan makanan atau apapun, maka jangan sekali-kali diterima.

Setelah diobati nenek, aku memang sembuh. Selepas liburan panjang, aku pun kembali ke kota tempatku kuliah. Ringkasan cerita, menjelang semester empat, ada seorang laki-laki yang suka padaku. Namanya sebut saja dengan nama Maman.

Tatkala Maman menyatakan perasaannya kepadaku, beberapa waktu kemudian, aku mulai kerasukan lagi. Bahkan, saat Maman mengunjungiku dirumah Tanteku, tempatku tinggal di kota itu, entah syetan apa yang merasukiku, tiba-tiba aku mengusir Maman.

Sampai akhirnya aku kembali diobati oleh orang pintar. Kali ini, yang mengobatiku adalah Bu Komala, seorang ibu dari teman kuliahku yang kebetulan biasa mengobati orang-orang kerasukan. Bu Komala menyuruh keluargaku membuka tali benang yang ada di pinggangku, berikut cincin yang diberikan Bu Endang tempo hari. Alasannya, benda-benda tersebut justru mengikat makhluk-makhluk halus sehingga tetap berada di tubuhku.

Malangnya, setelah kedua benda bertuah itu dilepaskan dari tubuhku, justru penyakitku semakin parah. Aku malah kerasukan lagi selama lebih dari satu minggu. Selama itu pula, ada Sembilan orang pintar yang mencoba mengobatiku dengan berbagai macam cara yang tidak masuk akal. Salah satunya menyuruhku merangkak seperti binatang.

Sampai akhirnya, tanteku menemukan orang pintar di sebuah desa, yang jauh dari kota. Orang tersebut menyuruh ibuku mengambil kopi pahit, bawang putih dan daun kelor untuk dimandikan di sekujur tubuhku. Pada saat mengobatiku, orang tua ini mendapat serangan bertubi-tubi dari makhluk jahat yang bersemayam di tubuhku.

Atas saran orang tua ini, ibu dan ayah diperintahkan untuk berdzikir semalam suntuk membantu pengobatanku. Katanya, kalau mendengar bisikan atau sesuatu yang aneh jangan dihiraukan agar pengobatanku berhasil.

Diceritakan, sekitar dua pukul dini hari, ibu dan ayah mendengar suara letupan diatas atap rumah. Namun mereka tetap berdzikir. Seiring dengan suara letupan tadi, orang tua yang mengobatiku juga mendapat hantaman sehingga dadanya mendadak sakit.

Besoknya, orang tua tersebut mencari benang tujuh warna. Dia juga menyiapkan bunga tujuh rupa dan daun jengkol. Semua digunakan untuk memandikanku. Syukur Alhamdulillah, setelah pengobatan ini aku dapat kembali menjalankan aktivitasku sehari-hari.

Sekitar lima bulan kemudian, aku berkenalan dengan seorang calon dokter. Erik namanya. Begitu gembiranya aku tatkala dia berniat melamarku. Namun, saat Erik mau melamarku, maka begitu banyak halangan yang menghadang hingga orangtuaku tidak mengijinkan hubuganku dengan Erik
.
Karena kecewa aku histeris hingga aku jatuh pingsan. Hal ini membuat semua dokter yang merawatku terkejut. Mereka sangat tidak menyangka dengan tekanan darah yang sangat rendah itu aku masih bisa bertahan hidup, bahkan kemudian sehat kembali.

Kejadian aneh terus saja menimpaku. Saat aku menjadi panitia ospek di kampus, aku kembali kerasukan. Aku dibawa pulang ke rumah oleh teman-temanku. Di rumah, selama tiga hari berturut-turut aku terus kerasukan. Keluargaku kembali memanggil orang pintar yang berada di pedalaman yang pernah mengobatiku beberapa waktu lalu. Namun, kali ini tak berhasil membuatku sembuh. Karena itulah aku kemudian diobati oleh ustadz namun juga tak kunjung sembuh.

Di Pontianak, aku juga sempat diobati oleh Pak Nando, aku dimandikan dengan bunga tujuh rupa selama tiga hari berturut-turut. Setela ritual pun digelar. Pak Nando mencoba mengeluarkan makhluk jahat yang bersemayam di tubuhku. Makhluk yang telah mendarah daging tersebut yang pertama berupa siluman ular. Ibu dan ayah turut menyaksikan proses penarikan makhluk itu.

Tiga hari kemudian, aku kembali diobati Pak Nando. Malam terakhir, setelah mandi, orang tuaku diperintahkan untuk menjagaku agar aku tidak disetubuhi oleh makhluk halus.

Di malam terakhir ini, antara sadar dengan tidak, tiba-tiba pandanganku gelap. Sepertinya ada yang mau menindihku.

Astagfirullah! Aku melihat makhluk yang sangat menakutkan. Tubuhnya hitam berbulu, dan dia berusaha menindihku. Aku pun menjerit. “Jangan!” Teriakanku ini membuat cemas ayah dan ibu.

Mereka segera membacakan ayat Qursyi berulang-ulang untuk melindungiku. Hingga akupun terjaga, dan tidak tidur sampai pagi. Esok paginya kami datang ke tempat Pak Nando. Ritual pengusiran makhluk halus pun digelar. Sang makhluk mengerikan itu mencoba melawan Pak Nando. Namun sebelum ritual dimulai, makhluk halus itu mengancam akan membunuhku.

Mendengar ancaman tersebut, Pak Nando pun menyangkal, “Makhluk bodoh! Sebentar lagi majikanmu akan jatuh miskin dan melarat akibat perbuatannya sendiri. Dan kau tidak akan diberi makan lagi olehnya. Dan santet yang ada di tubuh anak ini akan kukembalikan padanya.”

Akhirnya, Pak Nando berhasil mengeluarkan dua makhluk tersebut. Alhamdulillah, aku pun kembali pulih. Aku dapat mengikuti ritual mandi kembang selama tiga hari. Hari keempat, aku kembali datang ke tempat Pak Nando untuk mencabut pangaruh santet.

“Bu Marni menggunakan media foto anak ini dan sebuah boneka kecil,” jelas Pak Nando kepadaku dan kedua orang tuaku.

Dan kini, saat menuturkan kisah ini. Alhamdulillah, aku telah menjalani hidup berumah tangga. Dengan demikian, tepat tujuh tahun aku dalam nestapa akibat kekuatan Santet. Semoga bermanfaat.

Sumber : Tabloid Horor edisi 006/Tahun 2/2013

Disiksa Empat Monster Saat Mati Suri


Disiksa Empat Monster Saat Mati Suri

Oleh : Aryarsyad

Cahaya itu seakan memiliki kekuatan yang maha dahsyat. Pandangan mataku menjadi kabur. Tiba-tiba, saya merasakan seperti ada kekuatan besar menyedot tubuhku..

*****

Apa yang saya tulis ini berdasar pengalaman pribadi yang benar-benar saya alami. Sudah sekian lama sebenarnya saya ingin menulis pengalaman ini, setidaknya sebagai pengingat diri saya pribadi. Tidak lebih!

Agak begitu sulit, dari mana saya mengawali cerita ini. Awalnya waktu itu pertengahan tahun 2002 menurut dokter saya mengidap penyakit hepatitis, jelasnya gangguan fungsi hati. Sakit yang saya derita sepanjang 2 tahun lebih itu, menyisakan banyak pelajaran berharga dalam pola pikirku. Sehingga aku mendapatkan hikmah, jika sehat itu adalah sesuatu yang berharga dalam hidup.

Sakit yang sekian lama, tentu ada rasa jenuh terhadap derita sakit, kalaupun bias memilih pada waktu itu, mati adalah pilihan pertama yang saya pilih. Pertimbangannya adalah sakit yang tidak terjabarkan dalam kata-kata. Pada waktu itu membuat diri saya putus asa. Entahlah, saya rasa pilihan ini tidak saya saja yang memilih, ketika seseorang menderita yang akut, mungkin akan memilih jalan pintas, yaitu kematian. Tapi, Tuhan punya rencana lain terhadap saya, Alhamdulillah saya sehat sampai sekarang.

Selain menderita gangguan fungsi hati, saya juga menderita TBC dalam kata lain sakit paru-paru, entahlah kalau bahasa medis saya bingung. Ceritanya pada waktu itu, sekitar pukul 01.00 dini hari, saya merasakan dingin yang luar biasa pada tubuh saya. Anehnya, saya sadar apakah ini yang namanya menjelang ajal, maut atau kematian itu? Selanjutnya saya tidak ingat apapun, kecuali tangisan istri dan emak saya tercinta saat saya masih sadar.

Selanjutnya, saya merasakan tubuhku seakan melayang-layang ringan di udara, bagaikan sepotong kapas diterpa angin. Sesaat setelah itu seakan menembus kegelapan. Lama sekali, dalam lorong gelap, setelah itu saya tidak ingat apa-apa lagi.

Saat terjaga, aku menemukan ragaku tergeletak di jalan yang gelap dan sepi. Tak ada seorangpun manusia disekitarku. Anehnya, aku mendapatkan kenyataan tak sehelai benangpun melekat di badanku. Ya, diriku telanjang.

Pada waktu itu aku hanya sempat berpikir sekaligus heran, siapa yang melucuti pakaianku. Aku bangkit dan berjalan menyusuri jalan panjang yang seolah tak berujung. Kondisinya begitu sepi. Bahkan sepertinya tidak ada makhluk lain kecuali saya sendiri.

Tiba-tiba, aku melihat seberkas cahaya dikejauhan. Aku segera berlari menuju kesana. Aku segera berlari menuju kesana. Aku berharap menemukan seseorang yang bisa saya minta tolong. Semakin dekat dengan cahaya yang tersebut, mataku menjadi silau. Cahaya itu seakan memiliki kekuatan yang maha dahsyat. Pandangan mataku menjadi kabur. Tiba-tiba, saya merasakan seperti ada kekuatan besar menyedot tubuhku dan melemparkan ke suatu tempat yang sangat jauh. Entah dimana?

Sekali lagi terjadi sebuah keanehan. Saya tiba-tiba sudah berdiri di sebuah jalan dan memakai baju menyerupai jubah hitam. Tapi yang membuat saya heran, disekitarku terlihat pemandangan hiruk pikuk manusia dengan segala pola tingkahnya. Ada yang mabok, berjudi, berzina, mencuri, membunuh, dan macam-macam kejahatan. Dan juga ada pula terlihat orang yang berbicara di podium dengan mulut berbusa-busa, tapi tak ada seorang pun yang mendengarnya, kecuali sekumpulan binatang yang bernama anjing dan babi.

“Dunia apa ini?” Batinku tak habis mengerti. Semuanya berbuat semaunya sendiri. Seperti tidak ada aturan dan tata susila. Orang-orang mempertontonkan tingkah laku apa adanya. Tak ada rasa malu atau sungkan. Seperti yang diperlihatkan dua insan dengan panasnya di sudut jalan disaksikan mata telanjang anak-anak kecil.

Saya segera beranjak dari tempat tersebut, menyusuri jalan yang panas dan berdebu, tiba-tiba saya bertemu dengan dua orang wanita yang saya kenal. Ya, emak dan istriku. Saya panggil keduanya, tapi mereka tidak menoleh walau sedikitpun, apalagi berhenti. Mereka terus berjalan tanpa memperdulikan diriku. Saya bangkit dari tempatku dan hendak mengejar mereka. Tapi langkah kakiku seperti ada yang menggandolinya.

Saya tak bisa berdiri dan hanya bisa terpaku ditempatku berdiri. Saya hanya bisa berteriak-teriak memanggil emak dan istriku. Sementara emak dan istriku terus berjalan sampai bayangan mereka lenyap dibalik kabut. Saya menjadi kecewa dan putus asa. Saya menangis tersedu-sedu.

Tanpa saya sadari, muncul empat orang berwajah seram dihadapanku sambil membawa pentungan. Mereka mirip monster di film-film horor. Tanpa banyak kata mereka menghajarku secara bergantian.

Saya berteriak-teriak minta tolong. Tapi, tak ada seorangpun yang datang menolongku. “Silahkan berteriak! Tak akan ada yang bisa menolongmu,“ kata salah seorang dari mereka.

“Kamu adalah mausia laknat yang perlu diberi pelajaran,” caci yang lain.

“Kamu akan kami masukkan ke dalam neraka,” ancam salah seorang yang lain.

“Manusia sepertimu tak pantas hidup di dunia.” Sambil mencaciku, keempat orang menyeramkan itu memukul dan menghajar diriku tanpa belas kasih.

Hujatan dan cercaan yang bertubi-tubi ditujukan padaku yang juga disertai siksaan fisik yang berat. Saya hanya bisa melolong dan menjerit kesakitan. Sungguh, belum pernah saya merasakan kepedihan, kesakitan, dan siksaan demikian beratnya seperti ini.

Sekujur tubuhku sampai berdarah-darah. Tak ada yang bisa saya lakukan pada waktu itu kecuali menyerukan nama Tuhan, meminta pertolongan. Pada saat seperti itulah saya menyadari segala kekhilafan dan kekeliruanku. Saya tidak ingin mati dalam keadaan berlumuran dosa seperti ini.

Ketika diriku sudah sekarat dan harapan itu tinggal seujung kuku, sayup-sayup saya mendengar suara emak memanggil namaku. Saya terkesiap, “Emak, maafkan aku…” Kataku lirih sambil merintih kesakitan.

Dan ajaib. Orang-orang berwajah seram yang tadi menghajarku lenyap begitu saja. Meski masih merasakan sakit, samar-samar saya melihat kehadiran emak dihadapanku. Dengan kondisi sangat payah, aku merangkak mendekati emak.

Tangan emak terulur kearahku. Dengan susah payah saya mengangkat tanganku yang lemah dan mencoba meraih tangan emak. Anehnya, ketika tanganku menyentuh tangan emak, tiba-tiba seperti ada kekuatan yang luar biasa mengalir ke tubuhku yang sudah remuk bersatu kembali.

Saya merasakan diriku disedot sebuah kekuatan besar. Tubuhku melayang-layang di angkasa dan kemudian jatuh dialas yang empuk. Ada kedamaian menyusup dalam hatiku. Perlahan saya membuka mata. Cahaya terang menyilaukan.

Samar-samar saya mulai bisa melihat kondisi disekelilingku. Sebuah ruang yang tak asing, kamar sederhanaku. Di mana aku terbujur lemas hari-hari kemarin saat sakit. Hampir semua yang saya tabung habis untuk ikhtiar kesembuhan. Dan ketika kejadian mati suri menurut pendapat saya pribadi ini, saya hanya menjalani obat jalan. Tampak emak, istri dan saudaraku juga kerabat yang lain menungguiku dengan deraian air mata. Sungguh saya tidak bisa membalas air mata itu sampai kapan pun.

Saya yakin, kejadian seperti yang saya alami tidak sendiri, ini adalah bagian kecil dari keajaiban semesta ini. Semua ini terjadi adalah semata-mata berkat pertolongan Allah. Kunci semua ini saya yakin adalah doa yang tulus dari orang-orang terdekat kita. Kelapangan hati, orang terdekat kita melapangkan pintu kematianku untuk beberapa waktu, entah kapan lagi, aku pasti akan mengalami mati yang sesungguhnya. Kecintaan mereka yang besar kepadaku mungkin juga sebagai salah satu kekuatan yang mampu menghidupkan saya dari separuh mati!

Semoga sekelumit kisah ini menjadi pengingat untuk diriku sendiri, setidaknya
 sebagai peng “eling” dalam setiap gerak hidup dalam kehidupanku kedepan. Tidak jatuh di lubang yang sama. Semoga tulisan yang singkat ini bermanfaat buat kita semua.

Sumber : Majalah Victory Edisi 68/2013