MENYIBAK TABIR MISTIS
MAKAM ULAMA BUGIS
Kebanyakan
orang menyebut makam “Syekh Yusuf Tuanta Salamaka” sebagai ko’bang. Namun, beda
bagi warga yang bermukim disekitar situs makam. Menurut mereka, jika berada di
Ko’bang berarti sedang mengunjungi Lakiung, dimana kuburn Syekh Yusuf dan para
raja-raja howa bersemayam.
Sejatinya,
penyebutan Ko’bang, adalah untuk mengartikan bentuk kubah makam di sana, yang
terlanjur dilapazkan sebagai Ko’bang lidah orang Makassar, Bugis serta
suku-suku Sulawesi Selatan.
Juru
kunci makam, Haji Muhammad Yusuf Daeng Liong, menjelaskan, Ko’bang itu
berpangkal kata dari Kubah, namun kekhasan lidah suku Makassar dan sekitarnya
terlanjur menyebut Ko’bang. Sampai sekarang penamaan itu melekat serta mengisi
perbendarahaan kata suku Makassar. “Karena lidah kita tidak mampu menyebutnya,”
jelasnya.
Di
atas tanah itu, juga di sebut-sebut sebagai Karamaka atau Keramat, sebagai
tempat yang dikeramatkan seperti pada kuburannya yang berada di Cope Town,
Afrika Selatan. “Buka jam 07-15” begitulah sebuah maklumat yang dipajang di
sebelah klumat yang dipajang di sebelah kiri pada dinding pintu utama makam
Syekh Yusuf. Dengan ukuran 50 centimeter persegi ini hamper saja tidak Nampak
karena dilumuri cat warna putih.
Pada
jam-jam itulah para peziarah berbondong-bondong masuk. Tidak tanggung-tanggung,
mereka dating secara missal bersama keluarga, kerabat atau tetangga, dengan
mobil pribadi atau menyewa angkutan kota atau angkutan antar daerah.
Menurut
warga setempat yang rata-rata penjual bunga, warga “orang atas” (untuk menyebut
masyarakat dari daerah Kabupaten Gowa, Takalar, Jeneponto, bantaeng, Bulukumba)
sering berkunjung disini dan beberapa warga dari kabupaten Bone, Maros, palopo,
dan daerah lainnya Sulsel. Warga kota Makassar yang jarang berziarah.
Letak
kompleks makam kharismatik Syekh Yusuf atau Ko’bang ini berada ditengah
kepadatan pemukiman warga Makassar dan Gowa. Tepatnya di jalan Syekh Yusuf,
sekitar 500 meter dari gerbang perbatasan kabupaten Gowa-Kota Makassar.
Sulawesi Selatan. Jalan ini pula sebagai pertanda perbatasan dua daerah ini.
Kompleks
situs berada dalam wilayah administrasi Kabupaten Makassar, namu dua
pemerintahan ini sepakat jika makam Syekh Yusuf sebagai bagian dari wilayah
Kabupaten Gowa tepatnya di Kelurahan Katangka, Kecamatan Somba Opu.
Sedangkan
pemukiman yang berada di samping kiri, kanan, belakang makam masuk wilayah Kota
Makassar. Kompleks ini terapit oleh dua perumahan besar, Permata Hijau Indah
berada disebelah timur dan Griya Fajar Mas dibelakang kompleks atau bagian
utara.
Empat Kubah
Selain Ko’bang, di dalam kompleks juga berdiri
masjid, perpustakaan dan kuburan raja Gowa, para kerabat dari pembesar kerajaan
Gowa yang sudah tidak dikenal atau tidak memiliki nama dan sebagai pekuburan
umum sehingga terdapat ratusan kuburan warga. Mesjid dengan nama Syekh Yusuf
ini dibangun pada tahun 1955.
Arsitektur
bangunan ini sarat dengan symbol Islam, terutama penjelmaan bentuk kubah
mesjid. Baruga pintu utama situs makam yang ada sekarang ini, tidak jauh dari bentuk
aslinya setelah mengalami dua kali pemugaran. Namun jika Anda memperhatikan
tekstur Baruga yang tingginya sekitar 6,5 meter ini, sangat dipengaruhi oleh
bangunan keratin jawa.
Pemugaran
pertama dilakukan pada masa H. Ibrahim Daeng Pabe, juru kunci yang berasal dari
generasi ke-8 keturunan Syeikh Yusuf, seabad kematian beliau. Di sini bangunan
kubah dibobol untuk dibuatkan jendela, sebelah timur dan barat yang mengatur
suhu udara makam.
Sedangkan
pada masa Muhammad Yunus Daeng Liong, juru kunci sekarang ini. Pemugaran
dilakukan oleh Syahrul Yasin Limpo, sewaktu menjabat Bupati Gowa, pada tanggal
16 April 1998. Pemugaran dilakukan pada pagar, pemberian atap koridor yang akan
menghubungkan beberapa tempat dan perpustakaan.
Di
bilangan Lakiung ini, terdapat beberapa Ko’bang yang dijadikan obyek wisata
oleh pemerintah setempat : makam Raja-raja Gowa di kompleks Mesjid Katangka,
makam Arung Palakka, dan makam di kompleks Raja Sultan Hasanuddin.
Di
kompleks ini terdapat empat kubah dan makam Syekh Yusuf yang paling besar.
Namun, kata Daeng Liong, tidak ada keistimewaan dari besar kecilnya sebuah
kubah makam. Ukurannya tergantung berapa jenazah yang disemayamkan didalamnya.
Makam
Syekh Yusuf memiliki ukuran Sembilan meter persegi. Diisi oleh kuburan Syekh
Yusuf beserta Isteri, Raja ke-19 Gowa Sultan Abd. Djalil, dan beberapa petinggi
kerajaan Gowa dan kerabatnya yang berjumlah 11 kuburan.
Sedangkan
tiga kubah lainnya, lebih kecil. Ko’bang tersebut merupakan pengikut beliau
dari Afrika Selatan yang ukurannya sekitar lima meter persegi dan masing-masing
terisi dua buah makam. Namun bentuk Kubah tersebut merupakan penjelmaan dari
kebesaran orang yang disemayamkan didalamnya. Syekh Yusuf berasal dari
keturunan raja Gowa, konon pemberian nama itu berasal dari Raja Gowa Sultan
Alauddin.
Jika
Anda memperhatikan atap makam Syekh Yusuf, terdapat guci yang berwarna abu-abu.
Keberadaan guci ini sebagai symbol kebesaran Tuanta Salamaka. Guci inilah
pertanda sebagai bangsawan besar. “Ibarat sebuah cincin, guci itu adalah
permatanya,” ungkap orang yang diberi kedaulatan memegang kunci makam itu.
Tetapi
symbol kebesaran dari guci yang menghiasi kubah sekarang ini merupakan imitasi.
Guci aslinya telah digasak pada tahun 1967. “Guci itu dicuri ditahun 1967”.
Bersamaan beberapa arca-arca peninggalan situs candi di Jawa juga hilang,”
sambung penjaga makam yang telah mengabdi selama 40 tahun ini.
Sorban, Tasbih
Jika
melihat letak antara Kompleks Makam Syekh Yusuf, makam raja-raja Gowa dalam
kompleks Mesjid tua Katangka dan Makam Raja Sultan Hasanuddin dan pembesar
lainnya, jaraknya tidak terlalu jauh posisi letaknya juga diduga tidak lepas
dari keadaan geografis jaman kerajaan Gowa melawan penjajah VOC. Sebagai
bekas-bekas Istana Tamalate dan benteng pertahanan Kalegowa.
Menurut
Liong, kompleks makam Raja Sultan Hasanuddin merupakan bekas istana Tamalate,
sedangkan kerangka jenazah Syekh Yusuf Tuanta Salamaka dikebumikan di tanah
bekas benteng Kalegowa.
Semasa
hidupnya, charisma Syekh Yusuf begitu besar, terutama pada masyarakat yang
pernah disinggahinya; Banten, Madura, Palembang, Srilanka, dan Afrika Selatan.
Setelah kematiannya, muncul pengklaiman bahwa makam-makam beliau juga terdapat
dibeberapa tempat yang hingga kini masih tetap diziarahi.
Makam
Syeks Yusuf Tuanta Salamaka ini merupakan satu dari enam versi makamnya yang
dianggap ada. Di Indonesia terdapat di Banten, Madura dan Palembang. Sedangkan
diluar negeri berada di Afrika Selatan dan Srilanka.
Menurut
Liong, lima tahun kematian Syekh Yusuf di kebumikan di Cope Town, Afrika
Selatan, barulah pihak Belanda mengizinkan pihak kerajaan Gowa membawa jazad
Syekh Yusuf. Itu pun setelah menyelesaikan beberapa persyaratan; membayar
upeti. “Karena sudah lima tahun, jadi yang dibawa ke sini adalah kerangkanya,”
ungkapnya.
Atas
perintah raja Gowa ke 19, Sultan Abdul Jalil, kerangka mayat Syekh Yusuf
diambil paksa dengan 300 kapal perang kerajaan Makassar (Kerajaan Gowa-Tallo)
dan menyita waktu sampai tiga bulan sampai di kampung halamannya, Gowa.
Sedangkan ditempat lain, kata H.Liong hanya sorban dan tasbih Tuanta Salamaka.
Sumber : Tabloid Fenomenal
edisi 74/2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar