Disiksa Empat
Monster Saat Mati Suri
Oleh : Aryarsyad
Cahaya
itu seakan memiliki kekuatan yang maha dahsyat. Pandangan mataku menjadi kabur.
Tiba-tiba, saya merasakan seperti ada kekuatan besar menyedot tubuhku..
*****
Apa
yang saya tulis ini berdasar pengalaman pribadi yang benar-benar saya alami.
Sudah sekian lama sebenarnya saya ingin menulis pengalaman ini, setidaknya
sebagai pengingat diri saya pribadi. Tidak lebih!
Agak
begitu sulit, dari mana saya mengawali cerita ini. Awalnya waktu itu
pertengahan tahun 2002 menurut dokter saya mengidap penyakit hepatitis,
jelasnya gangguan fungsi hati. Sakit yang saya derita sepanjang 2 tahun lebih
itu, menyisakan banyak pelajaran berharga dalam pola pikirku. Sehingga aku
mendapatkan hikmah, jika sehat itu adalah sesuatu yang berharga dalam hidup.
Sakit
yang sekian lama, tentu ada rasa jenuh terhadap derita sakit, kalaupun bias
memilih pada waktu itu, mati adalah pilihan pertama yang saya pilih.
Pertimbangannya adalah sakit yang tidak terjabarkan dalam kata-kata. Pada waktu
itu membuat diri saya putus asa. Entahlah, saya rasa pilihan ini tidak saya
saja yang memilih, ketika seseorang menderita yang akut, mungkin akan memilih
jalan pintas, yaitu kematian. Tapi, Tuhan punya rencana lain terhadap saya,
Alhamdulillah saya sehat sampai sekarang.
Selain
menderita gangguan fungsi hati, saya juga menderita TBC dalam kata lain sakit
paru-paru, entahlah kalau bahasa medis saya bingung. Ceritanya pada waktu itu,
sekitar pukul 01.00 dini hari, saya merasakan dingin yang luar biasa pada tubuh
saya. Anehnya, saya sadar apakah ini yang namanya menjelang ajal, maut atau
kematian itu? Selanjutnya saya tidak ingat apapun, kecuali tangisan istri dan
emak saya tercinta saat saya masih sadar.
Selanjutnya,
saya merasakan tubuhku seakan melayang-layang ringan di udara, bagaikan
sepotong kapas diterpa angin. Sesaat setelah itu seakan menembus kegelapan.
Lama sekali, dalam lorong gelap, setelah itu saya tidak ingat apa-apa lagi.
Saat
terjaga, aku menemukan ragaku tergeletak di jalan yang gelap dan sepi. Tak ada
seorangpun manusia disekitarku. Anehnya, aku mendapatkan kenyataan tak sehelai
benangpun melekat di badanku. Ya, diriku telanjang.
Pada
waktu itu aku hanya sempat berpikir sekaligus heran, siapa yang melucuti
pakaianku. Aku bangkit dan berjalan menyusuri jalan panjang yang seolah tak
berujung. Kondisinya begitu sepi. Bahkan sepertinya tidak ada makhluk lain
kecuali saya sendiri.
Tiba-tiba,
aku melihat seberkas cahaya dikejauhan. Aku segera berlari menuju kesana. Aku
segera berlari menuju kesana. Aku berharap menemukan seseorang yang bisa saya
minta tolong. Semakin dekat dengan cahaya yang tersebut, mataku menjadi silau.
Cahaya itu seakan memiliki kekuatan yang maha dahsyat. Pandangan mataku menjadi
kabur. Tiba-tiba, saya merasakan seperti ada kekuatan besar menyedot tubuhku
dan melemparkan ke suatu tempat yang sangat jauh. Entah dimana?
Sekali
lagi terjadi sebuah keanehan. Saya tiba-tiba sudah berdiri di sebuah jalan dan
memakai baju menyerupai jubah hitam. Tapi yang membuat saya heran, disekitarku
terlihat pemandangan hiruk pikuk manusia dengan segala pola tingkahnya. Ada
yang mabok, berjudi, berzina, mencuri, membunuh, dan macam-macam kejahatan. Dan
juga ada pula terlihat orang yang berbicara di podium dengan mulut berbusa-busa,
tapi tak ada seorang pun yang mendengarnya, kecuali sekumpulan binatang yang
bernama anjing dan babi.
“Dunia
apa ini?” Batinku tak habis mengerti. Semuanya berbuat semaunya sendiri.
Seperti tidak ada aturan dan tata susila. Orang-orang mempertontonkan tingkah
laku apa adanya. Tak ada rasa malu atau sungkan. Seperti yang diperlihatkan dua
insan dengan panasnya di sudut jalan disaksikan mata telanjang anak-anak kecil.
Saya
segera beranjak dari tempat tersebut, menyusuri jalan yang panas dan berdebu,
tiba-tiba saya bertemu dengan dua orang wanita yang saya kenal. Ya, emak dan
istriku. Saya panggil keduanya, tapi mereka tidak menoleh walau sedikitpun,
apalagi berhenti. Mereka terus berjalan tanpa memperdulikan diriku. Saya bangkit
dari tempatku dan hendak mengejar mereka. Tapi langkah kakiku seperti ada yang
menggandolinya.
Saya
tak bisa berdiri dan hanya bisa terpaku ditempatku berdiri. Saya hanya bisa
berteriak-teriak memanggil emak dan istriku. Sementara emak dan istriku terus
berjalan sampai bayangan mereka lenyap dibalik kabut. Saya menjadi kecewa dan
putus asa. Saya menangis tersedu-sedu.
Tanpa
saya sadari, muncul empat orang berwajah seram dihadapanku sambil membawa
pentungan. Mereka mirip monster di film-film horor. Tanpa banyak kata mereka
menghajarku secara bergantian.
Saya
berteriak-teriak minta tolong. Tapi, tak ada seorangpun yang datang menolongku.
“Silahkan berteriak! Tak akan ada yang bisa menolongmu,“ kata salah seorang
dari mereka.
“Kamu
adalah mausia laknat yang perlu diberi pelajaran,” caci yang lain.
“Kamu
akan kami masukkan ke dalam neraka,” ancam salah seorang yang lain.
“Manusia
sepertimu tak pantas hidup di dunia.” Sambil mencaciku, keempat orang
menyeramkan itu memukul dan menghajar diriku tanpa belas kasih.
Hujatan
dan cercaan yang bertubi-tubi ditujukan padaku yang juga disertai siksaan fisik
yang berat. Saya hanya bisa melolong dan menjerit kesakitan. Sungguh, belum
pernah saya merasakan kepedihan, kesakitan, dan siksaan demikian beratnya
seperti ini.
Sekujur
tubuhku sampai berdarah-darah. Tak ada yang bisa saya lakukan pada waktu itu
kecuali menyerukan nama Tuhan, meminta pertolongan. Pada saat seperti itulah
saya menyadari segala kekhilafan dan kekeliruanku. Saya tidak ingin mati dalam
keadaan berlumuran dosa seperti ini.
Ketika
diriku sudah sekarat dan harapan itu tinggal seujung kuku, sayup-sayup saya
mendengar suara emak memanggil namaku. Saya terkesiap, “Emak, maafkan aku…”
Kataku lirih sambil merintih kesakitan.
Dan
ajaib. Orang-orang berwajah seram yang tadi menghajarku lenyap begitu saja.
Meski masih merasakan sakit, samar-samar saya melihat kehadiran emak
dihadapanku. Dengan kondisi sangat payah, aku merangkak mendekati emak.
Tangan
emak terulur kearahku. Dengan susah payah saya mengangkat tanganku yang lemah
dan mencoba meraih tangan emak. Anehnya, ketika tanganku menyentuh tangan emak,
tiba-tiba seperti ada kekuatan yang luar biasa mengalir ke tubuhku yang sudah
remuk bersatu kembali.
Saya
merasakan diriku disedot sebuah kekuatan besar. Tubuhku melayang-layang di
angkasa dan kemudian jatuh dialas yang empuk. Ada kedamaian menyusup dalam
hatiku. Perlahan saya membuka mata. Cahaya terang menyilaukan.
Samar-samar
saya mulai bisa melihat kondisi disekelilingku. Sebuah ruang yang tak asing,
kamar sederhanaku. Di mana aku terbujur lemas hari-hari kemarin saat sakit.
Hampir semua yang saya tabung habis untuk ikhtiar kesembuhan. Dan ketika
kejadian mati suri menurut pendapat saya pribadi ini, saya hanya menjalani obat
jalan. Tampak emak, istri dan saudaraku juga kerabat yang lain menungguiku
dengan deraian air mata. Sungguh saya tidak bisa membalas air mata itu sampai
kapan pun.
Saya
yakin, kejadian seperti yang saya alami tidak sendiri, ini adalah bagian kecil
dari keajaiban semesta ini. Semua ini terjadi adalah semata-mata berkat
pertolongan Allah. Kunci semua ini saya yakin adalah doa yang tulus dari
orang-orang terdekat kita. Kelapangan hati, orang terdekat kita melapangkan
pintu kematianku untuk beberapa waktu, entah kapan lagi, aku pasti akan
mengalami mati yang sesungguhnya. Kecintaan mereka yang besar kepadaku mungkin
juga sebagai salah satu kekuatan yang mampu menghidupkan saya dari separuh
mati!
Semoga
sekelumit kisah ini menjadi pengingat untuk diriku sendiri, setidaknya
sebagai peng “eling” dalam setiap gerak hidup
dalam kehidupanku kedepan. Tidak jatuh di lubang yang sama. Semoga tulisan yang
singkat ini bermanfaat buat kita semua.
Sumber : Majalah Victory Edisi 68/2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar