Tujuh Hari Meninggal Dunia dan Hidup lagi
Jasad Dukun Penganut
Ilmu Hitam Dimakamkan hidup-hidup
Oleh : Jemy Haryanto
Tak
lama wanita itu pun jatuh sakit. Tubuhnya mengurus tinggal tulang. Namun siapa
sangka tubuh yang setiap malamnya berubah segar dan bergentayangan kemana-mana
itu ternyata sudah meninggal dunia selama tujuh hari.
*****
Kisah nyata dan menyeramkan ini
menimpa salah satu seorang istri pegawai yang berprofesi sebagai dukun penganut
ilmu hitam. Sebagai iktibar, salah seorang yang mengaku familinya menceritakan
sekelumit kisahnya.
Menikahi Sukamto, memang sudah lama
diinginkan oleh Mumun. Meski sebelumnya cintanya pernah ditolak mentah-mentah
alias pupus, namun janda kembang yang sudah dua tahun bercerai dengan suaminya
itu, tetap bersikukuh mendapatkannya.
Padahal sudah menjadi rahasia umum,
bahwa Sukamto dikenal sebagai seorang duda beranak dua. Namun itu tak menjadi
alas an, karena ada hal yang lain yang membuat dirinya tertarik pada lelaki
itu. Selain memiliki wajah yang tampan, pekerjaannya pun terbilang mapan.
Karena, dia bekerja sebagai pegawai negeri di salah satu instansi pemerintah
yang ada di daerah itu, dan memiliki banyak warisan yang ditinggalkan almarhum
orang tuanya. Jadi, karena faktor itulah yang sebenarnya membuat Mumun
tergila-gila pada Sukamto yang umurnya terpaut lebih muda darinya.
Sebagai seorang janda yang sudah
berumur, apalagi telah melakukan kawin cerai sebanyak dua kali dan tak bisa
memberikan keturunan. Mumun pun menyadari bukan perkara yang mudah menggaet
hati Sukamto yang notabenenya merupakan lelaki dari keluarga baik-baik.
Sehingga untuk mendekati dan mengutarakan isi hatinya secara langsung tentu
saja tak akan pernah dilakukannya pada lelaki lain sebelumnya. Terkecuali
menundukannya dengan kekuatan ilmu hitam.
Mumun memang termasuk wanita yang
terkenal pantang menyerah. Setiap dia menginginkan sesuatu, harus segera
terwujud meski dengan menempuh jalan pintas. Hal itu pula yang pernah
dilakukannya hingga dirinya dapat menikahi dua orang laki-laki yang pernah
menjadi suaminya dulu. Mereka dipelet dengan ilmu gendam penunduk hati lewat
jasa ibunya yang memang seorang dukun besar berilmu hitam.
Tak hanya pelet, ibunya pun terkenal
sebagai spesialis santet, bahkan sudah berhasil menghilangkan beberapa nyawa
manusia. Setelah ibunya meninggal dunia dengan kondisi yang tak wajar, kemudian
Mumun-lah yang saat itu menjadi penerusnya. Karena itulah tak ada laki-laki
yang berani mendekati Mumun, termasuk Sukamto. Selain menjadi penganut ilmu
hitam mewarisi ilmu sang ibu, Mumun terkenal sebagai wanita materialistis. Dia
mendekati dan menikahi laki-laki hanya untuk menguras hartanya saja, setelah
itu dibuangnya begitu saja seperti sampah.
Suami dan Anak
Dimantrai
Tiba pada suatu hari, ketika wanita
berkulit kuning langsat itu tak mampu lagi membendung hasratnya kepada Sukamto.
Dia pun segera merealisasikan keinginannya dengan mengirim gendam kepada
Sukamto. Tak hanya sekali, melainkan berkali-kali. Hasilnya, Sukamto pun
bertekuk lutut dan kemudian jatuh ke dalam pelukan Mumun. Padahal sebelumnya,
lelaki berkumis tebal itu sangat takut kepada Mumun karena profesinya itu.
Tunduknya Sukamto dan kedua anaknya
ke bawah ketiak Mumun merupakan suatu kemenangan bagi wanita itu yang memang
sudah sekian lama menantikannya. Sehingga nantinya semua harta kekayaan Sukamto
akan segera jatuh ke tangan Mumun. Namun hal itu belumlah final, karena untuk
dapat mencapai tujuannya itu, Mumun harus memaksa Sukamto menikahinya.
“Kau harus menikahiku mas, agar
hubungan kita ini tak menjadi bahan gunjingan orang-orang,” kelit Mumun dengan
nada suara kasar.
“Kamu tenang saja Mun, secepatnya aku
akan menikahimu,” ucap Sukamto polos.
Karena terus-terusan didesak,
akhirnya Sukamto pun menikahi wanita tersebut. Tanpa perayaan maupun pesta.
Hanya digelar dengan sangat sederhana, sehingga tak banyak orang tahu kalau
mereka itu telah menjadi pasangan suami istri yang sah.
Setahun setelah menikah, mereka pun
pindah ke luar kota. Itu berkaitan dengan dipindahtugaskannya Sukamto dalam
waktu yang cukup lama. Sehingga dirinya harus membawa istri dan kedua anaknya
itu.
Di daerah baru itu, Mumun cepat
sekali dikenal. Dikarenakan profesinya sebagai seorang dukun. Tak sedikit orang
yang berdatangan meminta bantuan mulai dari penyembuhan penyakit, pelet sampai
hal-hal yang berkaitan dengan pembunuhan, apalagi kalau bukan santet.
Bayangkan saja, dalam beberapa bulan,
Mumun sudah membunuh dua orang pengusaha kayu atas permintaan lawan bisnis
pengusaha tersebut. Atas tindakan itu pula banyak orang yang takut dan menaruh
kebencian pada Mumun. Seiring dirinya diserang oleh dukun di daerah baru
tersebut, namun selalu dapat ditanganinya.
Namun itu bukanlah akhir karena yang
terpenting adalah kekayaan milik Sukamto yang terpenting adalah kekayaan milik
Sukamto yang secepatnya harus menjadi hak miliknya sepenuhnya. Kemudian
menceraikan dan meninggalkan Sukamto beserta anak-anaknya dijejal diberi
makanan dan minuman yang telah diberi mantra-mantra, supaya mereka tetap tunduk
di bawah ketiaknya sehingga dengan mudah Mumun memerintahnya. Hasilnya memang
luar biasa. Terlihat jelas perubahan itu pada Sukamto. Dia tak lagi seperti
dulu, tegas terhadap anak-anak dan berwibawa, melainkan lebih banyak melamun
dan tampak seperti orang linglung.
Suatu malam, ketika mereka hendak
beranjak tidur. Di atas pembaringan Mumun bercakap-cakap dengan Sukamto.
Percakapan itu tak lain adalah berkisar tentang harta kekayaan milik Sukamto.
“Kapan harta kekayaanmu itu dialihkan
atas namaku?” tanpa segan Mumun mengucapkannya.
“Iya Mun, kapan saja kamu mau, aku
siap saja,” jawab Sukamto singkat.
“Bagaimana kalau minggu depan. Kau
izin dulu di kantor, kemudian kita pulang untuk mengurusnya di hadapan
notaries,” pinta Mumun.
“Baiklah, nanti aku izin di kantor,”
ucap Sukamto sembari merebahkan tubuhnya kemudian tertidur.
Setelah mendapat izin dari kantor,
Sukamto bersama istri dan kedua anaknya pulang ke kota asalnya untuk mengurus
apa yang dibicarakan malam itu. Mumun pun benar-benar puas dan bisa tertawa
lepas. Karena kini, semua harta kekayaan
milik Sukamto telah masuk ke dalam genggaman tangannya. Tak ada yang tersisa
sedikit pun untuk Sukamto dan kedua anaknya itu sebagai bekalnya kelak di masa
depan. Selanjutnya tinggal menunggu waktu yang tepat untuk meninggalkan Sukamto
dan anak-anaknya.
Namun saat dirinya hendak
meninggalkan mereka, mendadak Mumun jatuh sakit. Bukan sakit biasa, melainkan
penyakit gaib yang disebabkan serangan para dukun yang selama ini menaruh
kebencian dan sakit hati, terutama keluarga orang-orang yang telah dibunuh
Mumun menggunakan santet. Mereka membayar para dukun untuk membalas dendam.
Mungkin selama itu dirinya terlalu
terlena akan harta yang dirampasnya secara halus dari Sukamto, sehingga membuat
dirinya lengah dan tak khayal serangan yang bertubi-tubi itu pun akhirnya dapat
menembus pertahanannya. Mumun pun tersungkur dan mengeluarkan darah segar dari
mulutnya.
Apa yang terjadi pada Mumun tentu
saja sangat mengejutkan Sukamto, dan berkali-kali dirinya mengajak istrinya
berobat ke rumah sakit. Namun Mumun selalu menolaknya.
“Kau jangan ikut campur. Kau tak tahu
menahu tentang masalah ini. Jadi sebaiknya kau diam saja dan tidur,” Mumun
marah sembari melangkah keluar kamar menuju kamar khusus, tempat dimana dirinya
melakukan ritual.
Di dalam ruangan itu, dirinya
berusaha sekuat tenaga menghalau serangan-serangan tanpa henti membaca
mantra-mantra. Namun tetap saja dari mulutnya mengeluarkan darah segar. Karena
tak mampu lagi menahan sakit, tubuh yang sudah bersimbah darah itu jatuh
tersungkur, kemudian pingsan tak sadarkan diri.
“Ibu kenapa yah?” tanya salah satu
anaknya dengan wajah pucat.
“Tidak apa-apa, ibumu sedang
menyembuhkan orang,” jawab Sukamto berbohong, dan sang anak pun tak bertanya
lagi.
“Kalian tak usah khawatir, ibumu
baik-baik saja. Sekarang sebaiknya kalian tidur,” pinta Sukamto, kemudian
beranjak mengantar kedua anaknya itu ke kamarnya.
Tanpa terasa sudah hamper satu bulan
Mumun terbaring sakit. Tubuhnya terkulai lemas tanpa daya.
Bahkan semakin hari, kondisi tubuh
Mumun semakin menyusut alias kurus. Wajahnya timpus dan pucat, sementara kedua
matanya menatap kosong ke arah langit-langit kamar.
Namun selama dirinya sakit, Sukamto
dan kedua anaknya tak pernah mengurusnya. Tentu saja bukan kemauan mereka untuk
tidak peduli, melainkan karena permintaan langsung dari Mumun. Sehingga mereka
hanya dapat melihat dan mengamati keadaan Mumun dari luar kamar khusus itu.
Beberapa hari kemudian, tepatnya
tengah malam, Mumun memanggil Sukamto dengan berteriak-teriak. Itu
dilakukannya, setelah dirinya melihat kedatangan para jin suruhan para dukun
yang kemudian berdiri mengelilinginya dan siap menghantamnya. Anehnya,
makhluk-makhluk itu menghilang bersamaan dengan teriakan Mumun memanggil
Sukamto.
“Ada apa Mun?” tanya Sukamto.
“Aku mau besok kau panggil Mak Yong
untuk datang ke sini, karena aku sudah tak sanggup lagi menahannya,” pinta
Mumun.
“Siapa itu Mak Yong dan di mana tinggalnya?”
Sukamto bertanya.
Mumun terdiam sesaat, sembari menarik
nafas panjang, kemudian melemparkan kembali pandangannya pada langit-langit
kamar.
“Mak Yong itu adalah kakak angkatku,
sekaligus guruku. Dialah yang selama ini menyempurnakan ilmuku. Kau bias cari
dia di daerah pedalaman dan apabila kau telah bertemu dengannya, sampaikanlah
kalau aku sakit parah,” ucap Mumun.
Jadi Mayat Hidup
Sukamto pun pergi menjemput Mak Yong,
dan beberapa hari kemudian dirinya kembali dan berhasil membawa wanita serta
wanita tua yang terkenal sebagai dukun besar penganut ilmu hitam. Wanita yang
rambutnya telah memutih itu pun terkejut bukan main ketika melihat kondisi
Mumun.
Tanpa mengulur waktu, dia pun segera
melakukan ritual penyembuhan dan pengusiran roh yang dikirim oleh para dukun
tandingan Mumun, yang telah merasuk ke dalam tubuhnya.
Namun belum lama dirinya bersila dan
mengucapkan mantra-mantra, tiba-tiba alat meditasi untuk memanggil para roh
nenek moyangnya, berupa tengkorak kepala manusia yang sudah disiram dengan
darah babi putih terpelanting dan pecah. Tak hanya itu, tubuh Mak Yong pun
terpental dan menghantam dinding kamar yang kemudian muntah darah.
Mak Yong yang tadinya benar-benar
diharapkan mampu memberikan penyembuhan pada Mumun, ternyata tak mampu berbuat
banyak. Dia pun mengalami hal yang sama. Karena telah mengalami luka dalam yang
parah, mak Yong segera pamit pulang untuk melakukan ritual penyembuhan terhadap
dirinya sendiri.
Namun sebelum pergi, wanita itu
sempat berpesan supaya Mumun tak menceraikan Sukamto. Hal itu lantaran di dalam
tubuh Mumun tertanam barang-barang bertuah, seperti susuk, besi kuning dan
lain-lain.
“Sebelum ajalmu tiba, benda-benda
bertuah, juga ilmu hitam yang ada dalam dirimu harus segera dibuang. Jika tidak
jasadmu akan dikendalikan oleh roh-roh yang ada di dalamnya, dan jasadmu tak
akan diterima bumi. Makanya sebelum itu terjadi, beritahukan suamimu, supaya
dirinya dapat mencarikan siapa yang dapat membuangnya. Karena untuk saat ini
tenagaku sudah terkuras habis,” jelasnya.
Beberapa minggu setelah kepulangan
Mak Yong, sakit Mumun bertambah parah. Itu dapat dilihat dari kondisi tubuhnya
yang semakin mengurus, tinggal kulit membungkus tulang.
Kondisi tersebut tentu saja membuat
dirinya tak sanggup lagi. Namun pesan itu tak tersampaikan kepada Sukamto.
Sehingga sampailah pada suatu hari, ketika warga sekitar heboh. Lantaran setiap
malam mereka sering melihat Mumun berjalan-jalan. Padahal mereka mengetahui
kalau Mumun sedang sakit parah. Sehingga sangat tidak mungkin dirinya bisa
ngeluyur keluar rumah, apalagi tengah malam.
Berita tentang keanehan ini itu pun
menyebar luas. Bahkan telah menjadi buah bibir masyarakat sekitar hamper setiap
harinya. Meskipun begitu, Sukamto tak percaya, karena dirinya sendiri lebih
tahu kalau istrinya benar-benar sakit parah dan sedang terbaring di atas tempat
tidur.
Namun semakin hari Sukamto merasa
gunjang-gunjing itu semakin menyudutkan dirinya sekeluarga, juga mendorong rasa
keingintahuannya muncul untuk melakukan pengintaian demi suatu pembuktian.
Sukamto pun memilih malam yang tepat
untuk mengintai sang istri, yaitu tepat pada malam kelahirannya. Entah atas
dasar apa dirinya harus membuktikan omongan-omongan warga itu.
Waktu yang ditunggu akhirnya datang
juga. Tepat tengah malam Sukamto memberanikan diri mengintai sang istri. Betapa
terkejutnya dia karena ketika sang istri yang selama itu diketahuinya terbaring
lemas tak berdaya, tiba-tiba saja terlihat segar bugar dan mampu berdiri,
kemudian melangkah meninggalkan kamar.
Sebuah pemandangan yang menyeramkan
dan membuat bulu kuduk Sukamto merinding. Karena Mumun lebih menyerupai
tengkorak hidup yang sedang berjalan. Meskipun takut, namun dirinya
memberanikan diri untuk mengikutinya. Sayangnya, karena sang istri berjalan
sangat cepat, dia pun menghilang dalam gelap malam. tak ada yang dapat dirinya
lakukan selain menunggu kepulangannya, dan sebelum adzan subuh Mumun pun
kembali ke rumah dan langsung merebahkan tubuhnya di atas pembaringan di kamar
khusus itu.
“Aneh, kenapa pada siang hari istriku
terkulai lemas tanpa daya?” Sukamto bertanya dalam hatinya, kemudian melangkah
menuju kamarnya. Setelah melihat itu, Sukamto pun segera sadar bahwa apa yang
selama ini didengarnya mengenai keanehan pada istrinya ternyata benar. Bahkan
lebih dari itu, tujuh hari berselang terjadi perubahan aneh pada tubuh Mumun.
Di sekitar tubuhnya banyak dikerumuni lalat. Badannya mengeluarkan bau busuk
menyengat. Dan didorong rasa keingintahuannya yang besar, Sukamto pun
memberanikan diri masuk ke kamar khusus itu dan menemukan tubuh Mumun terbujur
kaku. Lebih mengejutkan lagi ketika dirinya menyentuh dada dan leher Mumun,
yang ternyata sudah tak ada lagi detak jantung dan denyut nadi, bahkan sudah
tak bernafas lagi. Namun anehnya kedua matanya sesekali bergerak kedap-kedip.
“Kau takut melihat keadaanku
sekarang?” Tanya Mumun dengan suara parau dan dalam. “Ti.. ti.. tidak Mun, aku
hanya khawatir dengan kondisimu,” jawab Sukamto ketakutan.
“Sebaiknya kau tinggalkan aku
sendiri,” pinta Mumun.
Tanpa menunggu lama, Sukamto segera
meninggalkannya, dan seperti biasa pada malam harinya Mumun kembali melakukan
hal-hal yang aneh. Karena merasa malu dengan ulah Mumun, Sukamto memutuskan
untuk memanggil Kyai. Ternyata, kehadiran Kyai di rumah itu benar-benar tak
diinginkan Mumun. Dia marah dan menatap wajah Sukamto yang duduk di sebelahnya
dengan kedua mata melotot tiada berkedip. Sementara Kyai hanya
menggeleng-geleng kepalanya melihat kondisi Mumun.
“Beginilah keadaan istriku pak Kyai.
Apa sebenarnya yang terjadi padanya,” tanya Sukamto.
Pak Kyai tak menjawab melainkan
mengajak Sukamto keluar dari kamar. “Ada apa pak Kyai?” tanya Sukamto.
Kyai itu diam sejenak. Kemudian
menarik nafas panjang. Kedua matanya menatap wajah Sukamto yang memang terlihat
penasaran. Tak lama Kyai itu berucap,” Kamto, sebenarnya istrimu sudah
meninggal dunia tujuh hari lalu.”
Mendengar itu Sukamto langsung
tersandar pada sofa. Dia seakan tak percaya, bagaimana orang yang telah
meninggal dunia tapi jasadnya hidup layaknya orang hidup.
“Bbbbbbagaimana bias Pak Kyai?”
Sukamto tergagap-gagap.
“Selama hidup, istrimu telah
mempelajari ilmu hitam, bahkan telah bersekutu dengan syetan. Tak hanya itu
didalam tubuhnya masih tertanam benda-benda bertuah yang seharusnya dibuang sebelum
dirinya meninggal dunia,” jelas pak Kyai.
Sukamto tak ingin bertanya lagi. Dia
hanya diam sembari menundukkan kepala. Sehingga dirinya tak sadar kalau sedari
tadi sedang diperhatikan oleh Pak Kyai. Ya pak Kyai merasakan ada hal yang aneh
pada diri Sukamto. Dia merasakan kalau Sukamto pun sedang dalam pengaruh pelet.
“Setelah mengurus istrimu, aku akan
mengurusmu,” ucap Kyai.
Mereka pun segera bergegas masuk ke
dalam kamar Mumun dan menemukan Mumun sedang terbaring membelakangi mereka.
Aroma busuk, ditambah lagi sebuah pemandangan yang mengerikan, dimana tubuh
bagian belakang Mumun tampak berlubang-lubang dan berulat. Dari lubang itu tak
henti-hentinya mengeluarkan air berwarna kuning seperti nanah yang baunya
sangat busuk menyengat.
“Astaghfirullah Aladziim…,” Sukamto
berucap.
“Mau apa kau?” tanya Mumun sembari
membalikkan tubuhnya. Namun Kyai tersebut tak menghiraukannya, melainkan segera
menekan keningnya sambil melantunkan ayat-ayat suci.
Mumun menjerit kesakitan
memperdengarkan suaranya yang aparu, sengong lagi dalam. Sekali lagi Kyai tak
mengiraukannya. Dia tetap saja berusaha mengeluarkan makhluk-makhluk halus itu
dari dalam tubuh Mumun. Wanita it uterus saja berteriak kesakitan. Tak lama
Kyai menghentikan usahanya itu, kemudian segera mengatur nafasnya.
“Kita tak bisa meneruskannya. Karena
yang kita hadapi bukan istrimu, tapi syetan yang telah melakukan perjanjian
yang memang tuntutannya seperti itu. Tak ada jalan lain kecuali segera
mengebumikannya mala mini juga. Tidak di tempat pemakaman umum, melainkan di
pulau di seberang tempat tinggal kita. Hal itu agar istrimu tak bergentayangan
menganggu warga sekitar,” terang Kyai tersebut.
“Malam ini juga kamu harus memanggil
tukang memandikan jenazah wanita,” tambahnya.
Sukamto pun segera mengikuti anjuran
Kyai. Tak lama dia pun kembali membawa lima orang wanita yang nantinya akan
memandikan Mumun. Siapa yang takut memandikan mayat dalam keadaan hidup, begitu
pula dengan mereka yang sebenarnya terpaksa melakukannya karena perintah Kyai.
Setelah prosesi pemandian selesai, dilanjutkan dengan pengkafanan yang kainnya
memang sudah disiapkan oleh para wanita itu.
Tampak kedua mata Mumun
berkedap-kedip, namun dirinya tak bias berontak karena kedua tangan dan kakinya
telah diikat. Setelah dishalatkan, mayat Mumun pun segera dibawa ke sebuah
pulau tanpa penghuni, di seberang kampong itu tanpa peti mayat dan langsung
dikebumikan.
Mayat Mumun memang telah dimakamkan.
Namun kabar mengenai kematian Mumun yang aneh itu sampai pula ke telinga warga.
Menurut mereka, hamper setiap malam para warga melihat Mumun di pinggir pulau.
Akhirnya karena malu, Sukamto dan kedua anaknya pun pindah dari wilayah itu.
Namun sebelumnya, dirinya sempat menemui Pak Kyai untuk membuang guna-guna yang
ada dalam dirinya dan anak-anaknya, sehingga mereka pun terlepas dari pengaruh
ilmu hitam tersebut.
Sumber : Tabloid Horor,
Edisi 006/Tahun 02/2013