Senin, 09 November 2009

Hanya Ingin Menyambung Nyawa

Malam itu, Ratna (38) bukan nama sebenarnya berdiri menunggu laki-laki datang untuk menghampirinya. Tas pink kecil berisi peralatan kosmetik, berdandan menor serta jaket ungu bermotif hewan selalu dibawanya.

Lokasi belakang Pabrik Garmen di kawasan Industri di daerah Sumur Bandung Tangerang selalu menjadi tempat yang sangat disukainya dan tak jauh dari tempat tinggalku saat bekerja di Pergudangan Tangerang. Perempuan itu aku kenal karena seringnya makan dan minum di warung makan langgananku sambil menunggu lelaki hidung belang “Selain suasana dengan tata cahaya yang redup. Kebanyakan mereka sudah tahu kemana harus mencari perempuan seperti saya,” sahutnya.

Pekerjaannya memang tak seperti perempuan lainnya, dikejar-kejar petugas keamanan, terkena tindak kekerasan hingga ditipu, serta dipandang sebelah mata semuanya pernah dialaminya. Kepahitan tersebut tak pernah dirasakannya. “Saya hanya ingin menyambung nyawa,” tuturnya sambil menggumankan lagu kupu-kupu malam.

PSK (Pekerja Seks Komersil), begitu orang-orang menyebut pekerjaan yang dilakukannya. Begitu terhina bagi beberapa orang lain, namun faktor tak mempunyai keterampilan serta pengalaman buruknya semasa ABG membuatnya terpaksa menjalani kehidupan malam seperti ini. Kutanyakan kapan pertama kali merasakan sesuatu yang dilarang Agama. “Pertama kali melakukannya dengan pacar saya sewaktu SMU,” lirihnya.

Menjelang isya biasanya saatnya pergi ‘kerja’, tepatnya pukul 9pm hingga pagi dini hari menjadi jam kerjanya. “Sebelum Shubuh harus sudah pulang,” tambahnya.

Pendapatan perharinya pun tak menentu. Disaat menemukan penyewa jasa yang baik, tip besar akan diterimanya. Namun tak sedikit pula yang bertindak semena-mena terhadapnya. Perlakuan tersebut kerap terjadi bila tamu meminta pelayanan lebih. Menurut Ratna, perbuatan tersebut sering terjadi ketika pertama kali terjun ke dunia hitam.

Sudah dua bulan ini Ratna menunggak uang sewa kontrakan. Beribu alasan sudah diberikan agar masih tetap tinggal. Namun acamannya agar segera diusir, membuatnya tidak bisa berbuat apa-apa selain berusaha mendapatkan uang sebanyaknya, hari ini.

Kisah Ratna merupakan satu dari cerita-cerita lainnya yang tak pernah terusik oleh kebisingan Kota Jakarta dan sekitarnya. Kesulitan ekonomi, keterbatasan keterampilan, cita-cita terlampau tinggi serta faktor lingkungan menjadi alasan seseorang untuk mengambil jalan singkat.

Memang sungguh sangat ironi sekali, tubuh yang seharusnya dijaga serta dirawat agar tidak seorang pun bisa menjamahnya. Kini malah dengan gampangnya, menyentuh, meraba serta memperlakukanya tidak senonoh.

Uang yang didapatkannya pun tak sebesar apa yang telah dikorbankan. Batasan umur menjadi faktor penentu berapa yang harus dibayar. Misalkan masih muda bayaranya bisa dikatakan sangat mahal, namun lihat lah PSK yang berumur dan tanyalah berapa harga yang harus dibayar untuk sekali kencan.

Sedih memang bila melihat atau bahkan mendengar peristiwa tersebut, tapi apa yang bisa dilakukan. Tak ada, bukan !. Mungkinkah inilah kesadaran mereka yang kurang ataukah memang tak ada cara lain untuk hidup dan bertahan di Negara yang katanya kaya akan sumber daya alamnya.

Tidak ada komentar: