HAMPIR MENJADI TUMBAL
PESUGIHAN PEMILIK PERUSAHAAN
Oleh : Jemy Haryanto
Kisah
nyata dan menyeramkan ini dituturkan oleh seseorang yang enggan disebut
identitasnya untuk menjaga privasi. Sebagai seorang yang bekerja di sebuah
perusahaan perkayuan, dimana dirinya nyaris saja dijadikan tumbal pesugihan
pemilik perusahaan. Berikut adalah kisah selengkapnya
******
Setelah
sekian lama menganggur tanpa ada penghasilan, akhirnya lelaki ini diterima pada
sebuah perusahaan perkayuan di Kalimantan Barat. Meskipun hanya sebagai
karyawan harian, namun dirinya begitu senang. Karena dengan demikian lelaki
yang sudah lima tahun tak bekerja ini, tak lagi malu di mata orang lain.
Waktu
yang ditunggu-tunggu akhir datang juga. Dimana pintu gerbang perusahaan
langsung menyambut kedatangannya di hari pertama masuk. Sambil menunggu waktu,
dia sempatkan untuk berkeliling area bangunan besar itu, sekalian melihat-lihat
suasana gedung, pelataran parkir, gudang serta satu bangunan tua yang menjadi
bangunan induk tempat perusahaan besar ini menjalankan aktivitas produksinya.
Bangunan
tua yang dirinya maksudkan tadi merupakan satu bangunan bergaya lama yang
terletak di daerah kota tua, namun masih memperlihatkan sisi megah yang
menyiratkan kejayaan masa lalu pemiliknya.
“Pemilik
pasti sangat kaya hingga dapat memiliki gedung besar dan semegah ini. Aku yakin
bangunan ini bisa menjadi warisan bersejarah yang telah dipakai secara turun
temurun dari pemilik lama perusahaan ini kepada orang yang sekarang
mewarisinya,” ucapnya waktu itu.
Menurut
informasi, bangunan bergaya klasik itu banyak menyimpan cerita. Bahkan
peristiwa atas jatuh bangunnya bisnis keluarga kaya raya tersebut. Dan dalam
suasana pagi yang cerah, dirinya sangat menikmati panorama bangunan tua itu.
Namun aneh, tiba-tiba sepertinya ada satu kekuatan lain yang menyergapnya. Dia
merasakan seperti ada suara angin yang berhembus lembut, seolah-olah meniup
daun telinganya. Sayup-sayup terdengar seperti suara desahan binatang buas di
kejauhan yang terbawa angin.
“Ada
apa sesungguhnya?” batinnya berucap. Kedua matanya, masih terus asik menikmati
bangunan tua itu. Sekilas, tampak gedung megah itu kurang terawatt. Jendela
besar berkaca buram, kotor, begitu juga dengan koridor panjang yang
melingkarinya. Semuanya terkesan kumuh serta sedikit agak angker. Nahkan,
tangga ke lantai atas pun hanya disinari sebuah lampu neon yang cahayanya mulai
temaram.
Tak
sengaja, pandangannya tertuju ada salah satu jendela yang paling kusam di
lantai empat. Entah ruangan apa di atas sana. Sepertinya, ruangan itu hanya
disinari oleh cahaya reduplampu. Seketika itu juga semua pandangannya sekan
diselimuti oleh hal yang berbau mistis, seolah-olah ada sepasang mata yang
sedang bergerak mengawasinya dari atas sana.
“Mungkinkah
penunggu gedung tua ini sedang mengawasi gerak-gerikku,” bisiknya dalam hati.
Namun
dia segera mengabaikan pikiran itu. Rano, sebut saja demikian, benar-benar
sudah memantapkan tekadnya bekerja di perusahaan itu, demi uang dan kebutuhan
hidupnya sehari-hari.
“Tunggu
sebentar lagi ya, Mas. Bos masih ada urusan. Mohon maaf agak lama menunggu.”
Suara
merdu wanita muda mengagetkannya. Rupanya, tidak terasa bahwa Rano sudah satu
jam lebih menunggu untuk mendapat giliran masuk wawancara.
Selanjutnya
adalah giliran pemuda itu, dan ketika masuk ke ruangan, dia melihat bos besar
itu sedang menyantap makan siang dengan sangat rakus. Mulutnya dipenuhi
makanan, sementara kedua tangannya sibuk menyendok makanan dan memilah
buah-buahan pencuci mulut yang ada di atas meja, seolah tak mempedulikan kehadirannya.
Rano
kembali terpana melihat cara orang gemuk itu makan. Hampir menyerupai seekor
binatang buas yang baru saja mendapat mangsa. Aneh, bukankah dia seorang bos
besar. Meskipun bukan perusahaan nomor satu di provinsi itu, tapi dia adalah
seorang bos. Lalu mengapa cara makannya seperti orang kelaparan?
“Ayo,
silahkan duduk!” katanya pada Rano. Dengan sungkan, Rano segera duduk di depan
meja kerjanya.
Sambil
mencuri-curi pandang. Rano mencoba mengamati keadaan ruang kerja sang bos.
Sungguh aneh, ruangan besar itu hamper dipenuhi oleh sesajen yang sudah kering.
Bahkan, Nampak buah-buahan sesaji yang mulai membusuk hingga airnya menetes
mengotori dinding serta karpet lantai. Aneka kue jajanan menjamur diatas meja.
Tampak juga beberapa dupa yang masih menyala hingga asapnya memenuhi tiap sudut
ruangan. Tak hanya itu, pada dinding serta langit-langit ruangan bergelantungan
aneka jimat hingga menambah keunikan ruang kerja ini.
Kembali
Rano dibuat semakin takjub, manakala pandangannya mengarah pada sebuah patung
besar setinggi hampir 2 meter yang dikelilingi banyak sesaji. Patung ini
berdiri tegak disudut ruangan yang agak gelap.
Saat
sesi Tanya jawab, ternyata si bos itu memiliki sebentuk wajah yang agak aneh.
Matanya sipit karena dia orang cina, namun di balik itu menyerupai mata iblis.
Sementara kedua alisnya naik ke atas bak alis para pendekar silat. Saat
tersenyum pun dia lebih mirip menyeringai daripada senyuman. Sembari
memperlihatkan deretan giginya yang kotor serta tidak terawatt, bahkan masih
dipenuhi sisa sisa makanan.
Sekalipun
sangat aneh dan menganggu, namun Rano terpaksa harus mengabaikan semua itu.
Demi mendapatkan sebuah pekerjaan! Singkat cerita, Rano kemudian diterima
bekerja di perusahaan tersebut. Sebagai pekerja harian, lebih tepat lagi
cleaning service.
Setelah
beberapa lama bekerja, Rano baru menyadari kalau dirinya sebenarnya hanya
menjadi umpan kawan-kawan sekantor yang enggan lembur pada setiap Rabu malam
atau malam Kamis.
“Hati-hati
dengan ada yang ada dilantai empat Ran!” bisik Japar, salah seorang teman
sejawat yang baru dikenalnya.
Seluruh Ruangan Kosong
Aneh,
peringatan itu bukan hanya datang dari Japar. Bahkan Pak Yopi, seorang satpam
di gedung itu juga memperingatkannya agar tidak mencoba-coba naik ke lantai
empat sendirian apabila hari telah gelap.
“Saya
hanya takut akan terjadi hal buruk pada sampean!” ucap Pak Yopi. Kemudian
melanjutkan, “Saya sudah bekerja di sini hampir 13 tahun. Namun sampai sekarang
tidak berani naik ke atas.”
Mulanya,
Rano tak serius menanggapi cerita-cerita itu. Hingga suatu malam, terjadilah
peristiwa itu… Malam itu itu jarum jam telah menunjukkan pukul 20.30. Hampir
seluruh ruangan telah kosong. Suasana sepi dan senyap, bahkan kemudian berganti
angker. Di luar sana angin berhembus kencang disertai deru hujan.
Rano
duduk sendirian sambil terpaku pada dinding. Aneh, tiba-tiba pikirannya
melayang ke ruang sepi di lantai empat itu. Kemudian melirik ruang sepi yang
bersinar redup itu. Sepertinya, dari arah sana akan memunculkan satu bayangan, bahkan
mungkin sesuatu yang mengerikan.
Tak
lama, Rano melihat sekelebat bayangan melintas. Rano segera bangkit
mengejarnya. Dia mencoba berjalan menuju munculnya bayangna tadi. Tapi, dia tak
menemukan siapa-siapa.
Tapi
dia yakin telah melihat bayangan. Tapi anehnya, dia menghilang di lorong gelap
menuju lantai empat.
Bukannya
merasa takut, kejadian itu justru membuatnya semakin penasaran. Kemudian
memutuskan untuk menelusuri lorong sepi yang terbentang panjang di depannya
itu, sambil berharap bayangan tadi itu muncul lagi. Tak lama Rano menangkap
keanehan lagi. Dari ujung koridor gelap itu dia mendengar suara percakapan.
Ketika
dirinya dalam kebingungan, jantungnya nyaris copot sebab tiba-tiba ada sebuah
tangan menyentuh bahunya. Ketika menoleh, seorang wanita muda telah berdiri di
depannya. Dia tersenyum dingin sambil menyodorkan segenggam kertas.
“Mencari
siapa bang? Dia bertanya dengan suara datar, disertai raut wajah dingin tanpa
ekspresi. Aku diam terpaku. Wanita itu kembali berkata, “Tolong simpan kertas
itu di lantai bawah!”
“Bbb..bbaik
mbak!” jawab Rano sedikit gemetar. Bulu kuduknya meremang. Dalam hatinya juga
bertanya-tanya. “Perempuan ini staff dari bagian apa? Saya belum pernah
melihatnya sebelumnya.” Rano bertanya dalam hatinya.
Sambil
berusaha menenangkan diri. Rano mencoba bertanya tentang kertas-kertas itu.
“Kalau saya boleh tahu, ini kertas apa ya mbak?” Rano bertanya.
“Ini
cuma daftar orang yang siap berkorban di sini, sekalipun mereka menolak!”
katanya lagi.
“Berkorban?
Maksudnya untuk apa?” Rano sedikit kaget sembari terus membolak-balikka dokumen
itu.
“Darah
mereka!” jawabnya dengan suara agak tertahan.
Kali
ini Rano kaget bukan main. Seketika pandangannya berubah gelap. Dan, ketika
terang kembali, dia melihat wanita itu sudah tidak ada lagi dihadapannya. Lalu,
samar-samar terdengar suara alunan pendek perempuan menyanyi dari arah lorong
sepi ini.
Tanpa
menunggu lama, Rano kemudian bergegas meninggalkan tempat itu, setelah lebih
dulu melemparkan kertas yang disebut dokumen tadi. Pintu pun dibantingnya
dengan kencang. Ia bersandar di dalam sebuah ruangan sambil mengatur nafas yang
tersengal-sengal.
Satu Persatu Meninggal Dunia
Akibat
peristiwa ganjil itu, rasa penasarannya semakin bertambah. Apalagi, pagi
setelah malamnya Rano bertemu dengan sosok perempuan misterius itu ternyata ada
karyawan yang meninggal. Dia pun semakin ingin tahu.
Belakangan,
Rano mulai melihat ada beberapa kejanggalan. Bila dihitung, hamper setiap
minggu, satu persatu rekan kerja atau sanak saudara mereka ada saja yang
meninggal. Menurut beberapa pegawai senior, setiap yang meninggal raut wajah
mereka menyiratkan ada satu hal yang tidak wajar. Kabarnya, wajah jenazah
tampak menghitam, punggung, tangan serta kakinya terdapat memar kebiruan, dan
mata mereka terbuka, dengan rona wajah mereka seolah habis melihat sesuatu yang
amat menakutkan.
Pernah
juga terjadi sebuah peristiwa lucu namun menyeramkan. Suatu hari, ada salah
seorang manajer di kantor ini yang kerasukan roh seorang perempuan. Sang roh
bernama Wulan. Dia telah mati karena bunuh diri 100 tahun silam.
Lucunya,
sang manajer yang bertubuh tambun dan galak itu, tiba-tiba dapat berjalan
sangat gemulai laksana perempuan. Tak hanya itu, suaranya juga berubah lembut
khas wanita muda. Nah dari celoteh Wulan-lah cerita yang sebenarnya bergulir.
Termasuk tentang para korban mahluk di lantai empat.
Wulan
yang meminjam mulut Pak Wardoyo, sang manajer itu, bercerita bahwa bos besar
mereka itu telah meminjam arwahnya sebagai budak suruhan untuk mendapatkan
harta. Bahkan, untuk mengikat jiwa seseorang yang dia kehendaki untuk
ditaklukkan.
Arwah
Wulan juga mengaku bahwa pada hari-hari tertentu dia akan diberi “suguhan
khusus” oleh majikannya. Syaratnya, bos mereka itu harus memakan tiga jenis
makan kesukaan Wulan dalam jumlah yang amat banyak. Mungkin inilah yang
menyebabkan kenapa bos mereka makan dalam jumlah banyak dan nampak rakus.
Rano
juga pernah melihat dukun kepercayaan bosnya dating ke lantai empat untuk
mengadakan ritual semalam suntuk. Setelah itu, beredarlah cerita dari mulut ke
mulut orang dekatnya, bahwa bosnya akan segera memecat beberapa orang karyawan,
sebab menurut sang dukun mereka tidak cocok dan harus dikeluarkan.
Yang
terjadi selanjutnya, setelah kedatangan dukun itu, suasana di dalam kantor makin
kacau. Seringkali terjadi keributan di antara staff dan karyawan. Sejumlah
peristiwa aneh juga terjadi. Mulai staff kerasukan, mengalami kecelakaan fatal
hingga cacat, bahkan yang meninggal pun ada.
Selain
itu, bisnis di perusahaan yang bergerak dalam industry perkayuan itu menjadi
tersendat-sendat. Banyak hasil produksi yang tidak laku dijual bahkan
dikembalikan karena rusak. Padahal, semua barang produksi yang dikirim dalam
keadaan baik tanpa cacat.
Kondisi
semacam ini membuat pikiran Rano menjadi tidak karuan. Hingga, pada suatu
malam, ketika semua staff dan karyawan telah meninggalkan ruang kerjanya
masing-masing, tinggallah Rano sendiri bekerja. Ketika dirinya sedang
membereskan dan membersihkan ruangan kerja para staff, tiba-tiba saja ada angin
dingin menyapu pundaknya.
Tidak
berapa lama, samar-samar Rano mendengar suara perempuan yang seolah sedang
merapal mantera. Seketika itu rasa takut di dalam hatinya muncul. Terlebih
lagi, lama kelamaan suara itu semakin keras terdengar, meski tidak jelas mantra
yang sedang dilantunkannya. Walau begitu, Rano coba memberanikan diri bangkit
lalu berjalan ke arah datangnya suara itu.
Dia
kemudian membuka pintu koridor ke lantai tiga, yang di duga suara itu bersumber
dari sana. Seketika tercium semerbak wangi bunga melati, serta aroma kemenyan.
Rano menghentikan langkah untuk sekedar megatur nafas, sambil menenangkan
hatinya yang mulai dihantui rasa takut. Hatinya pun kecut bukan main ketika
sadar bahwa langkah itu telah sampai di trap tangga terakhir dari sekian anak
tangga menuju ruangan di lantai empat.
Sementara
itu, suara semakin keras terdengar, diselilingi oleh aroma semerbak bunga dan
kemenyan serta anyir darah yang semakin menyengat hidungnya. Sejenak, Rano
berdiri terpaku di depan pintu kaca kusam yang membatasi pandangannya ke
ruangan bagian dalam. Tangannya bergetar tak sabar ingin membuka pintunya.
Didorongnya
pintu itu perlahan. Saat dirinya melangkah tertatih di dalam sauasan temaram,
Rano mengenali gerak-gerik sesosok mahluk besar lampu itu. Kakinya pun terasa
lemas! Sungguh, dia benar-benar melihat bagaimana makhluk itu sambil menggeram
terus menggerogoti mangsanya denga rakus.
Dalam
keadaan sangat takut, dia mengenal kalau ternyata mahluk itu wujudnya siluman.
Dia sedang mengoyak-oyak sepotong daging merah dengan kuku hitam tajamnya.
Setidaknya itulah pandangan gaib yang dia lihat, yang tentu saja tidak dapat
dilihat dengan mata telanjang. Namun Rano dapat melihatnya dengan jelas, karena
dirinya juga memiliki ilmu supranatural.
Aneh,
tiba-tiba lampu di dalam ruangan itu padam. Rano terkejut dan hampir tidak
menguasai diri lagi. Bau anyir darah busuk itu sangat menyesakkan dada, hingga
kepalanya pusing. Suara dengusan laksana harimau besar itu menghentak
jantungnya!
Dalam
ruangan gelap itu Rano tidak dapat berbuat apa-apa, selain membalikkan badan
menghambur keluar ruangan. Tapi siluman itu tidak tinggal diam. Dia berusaha
menangkapnya. Rano kemudian terdorong keluar dari ruangan. Tapi siluman itu
tidak tinggal diam. Dia berusaha menangkapnya. Rano kemudian terdorong keluar
dari ruangan itu. Di ruangan yang lebar terang itu, Rano cukup jelas melihat
wajah mahluk aneh itu, dengan seringai gigi tajamnya yang berlumuran darah.
Rano
pun berteriak sekuat tenaga. Tidak sadar, kakinya terpeleset. Tubuhnya
terpelanting jatuh berguling-guling menuruni anak tangga sampai ke lantai. Tak
khayal lagi seluruh sendi di badannya terasa remuk redam. Kepalnya pusing
berat. Bersamaan dengan itu, di telinganya kembali terngiang suara perempuan
pembaca mantera tadi. Sambil menahan sakit, Rano segera berlari meninggalkan
ruangan….
Seminggu
setelah kejadian itu, suatu siang Rano sedang merapikan beberapa barang yang
tertumpuk di koridor gelap depan ruangan. Bosnya muncul dengan tiba-tiba. Dia
berjalan ke arahnya dengan rona wajah yang tidak bersahabat. Rano segera
bangkit untuk member salam. Tidak diduga dia malah mengancam dengan kata-kata
yang tidak mengenakan hati.
“Hei…,”
sembari jarinya menunjuk ke arah Rano.
“Kamu
tahu kalau saya ini orang kaya raya, gua ada uang banyak, ribuan setan, arwah
leluhur bahkan jin manapun sudah gua panggil dan gua tundukkan, apalagi cuma kamu!” cecarnya dengan nada sinis.
“Saya
peringatkan! Mahluk besar di lantai empat adalah pelindung saya, seluruh harta
saya dia yang jaga, dia amat kuat luar biasa, tidak aka nada yang bias kalahkan
dia punya kekuatan! Dan saya tidak bias
mati!” bentaknya lagi.
“Jadi
kamu jangan coba-coba ganggu dia punya tempat, apalagi kamu mau jadi pahlawan.
Karena bukan di sini tempatnya! Kalau kamu masih butuh makan, kamu kerja
baik-baik seperti s bego lainnya atau kamu akan saya keluarkan dari sini!”
kejarnya lagi sambil telunjuknya mendorong kening Rano keras-keras.
Setelah
itu dia pergi sambil masih terus mengumpat dengan kata-kata yang sangat keras.
Penghinaan
bosnya itu memang sungguh menyakiti perasaannya. Harga dirinya telah
diinjak-injak oleh bos gendut itu. Namun, bukan ini alasan utamanya untuk
berhenti bekerja. Demi Tuhan, sejak peristiwa malam itu, bayangan menyeramkan
mahluk itu selalu menghantui nya. Bahkan, dengus nafasnya yang berbau busuk itu
serasa begitu dekat dengan hidung dan telinganya.
Walau
Rano sangat membutuhkan pekerjaan, namun dia memutuskan untuk segera resign
dari perusahaan itu. Dan hari itu, dia kembali duduk di sofa depan ruangan
bosnya, menunggu giliran masuk seperti waktu itu. Tapi kali itu bukan untuk
mengemis minta pekerjaan, namun dia akan mengundurkan diri.
Tak
lama kemudian Rano masuk. Ketika berhadapan dengan bosnya, sedikit pun dia
tidak mau melihat wajahnya. Sembari menjawab pertanyaannya, dalam hati Rano
terus berdoa dan berdzikir seperti yang pernah diajarkan oleh guru
supranaturalnya dulu, serta berusaha tetap menjaga kesadaran pikiran, agar
tidak terpengaruh jampi-jampi lewat tatapan matanya yang tajam itu.
Sambil
disertai sumpah serapah dari mulut bosnya itu, Rano segera keluar meninggalkan
ruangannya. Dengan nama Tuhan, Rano segera tinggalkan kerajaan setan itu untuk
kembali kehidupannya yang normal.
Demikianlah
sepenggal kisah yang pernah Rano alami. Sekedar informasi bahwa perusahaan itu
sekarang sudah tidak ada lagi, alias dirobohkan, bahkan sekarang tinggal lahan
kosong tanpa bangunan. Perusahaan itu mengalami kebangkrutan.