Rabu, 04 Desember 2013

OPERATOR WARNET UNDER GALAU

MENGHALAU GALAU LEWAT SOCIAL MEDIA
OPERATOR WARNET UNDER GALAU
Karya : Mac Dhawank’s

Pertama kali saya mengenal Facebook pada bulan Desember tahun 2008 setelah kembali dari kerja di Jakarta. Rutinitas kerja di Jakarta yang ketat dan padat dengan tingkat stress tinggi membuat saya tidak betah tinggal lama di Jakarta, apalagi saudara yang saya tempati rumahnya di Bekasi sepertinya tidak menyetujui saya mendaftar menjadi wartawan yang saat itu menjadi tujuan awal saya. Saudara saya itu juga seperti merendahkan profesi penulis dan jurnalis, lebih-lebih saat saya melamar menjadi Pramuniaga di Metro Bekasi atau Pramuniaga di KFC dan Mc Donald’s.
Mereka selalu berpandangan, kamu itu sarjana sedangkan wartawan dan pramuniaga itu hanyalah tamatan SMA. Memangnya kenapa kalau saya sarjana, begitulah pikiran dalam benak saya. Di Jakarta ini kerja apa saja aku tidak malu, kan tidak ada orang yang mengenal saya. Apalagi peluang untuk menulis, menjual buku dan mengirim ke Penerbit sangat besar karena kita bisa mendatangi langsung penerbitnya.
Tapi niat untuk menjadi penulis saat itu selalu kandas di tengah jalan, jangankan diijinkan ke warnet, memakai komputer di rumahnya saja buat mengetik selalu dilarang. Saudara itu selalu menginginkan saya menjadi pegawai kantoran, pakai kemeja terus berdasi dan pakai mobil pribadi. Hal itu bertentangan dengan karakter saya yang fans berat SLANKERS dengan gaya slengean, tampil apa adanya tanpa perlu aturan mesti memakai pakaian ini dan itu.
Saya tambah stress sewaktu di kirim ke Proyek PLTU Labuhan Angin Sibolga, Sumatera Utara sebagai Kepala Gudang pada bulan Maret Tahun 2008. Sebagai Kepala Gudang saya setiap hari berinteraksi dengan buruh bongkar muat dan sering cekcok pendapat denganku jika gaji mereka telat sehari saja kagak di bayar. Kadang mereka ingin menggunakan kekerasan jika gajinya tidak dibayar tepat waktu. Biaya bongkar muat satu mobil truknya bisa mencapai 1.500.000 untuk gaji SPSI saja. Hal itu sangat berbeda saat saya berada di Gudang Cikande Serang Banten yang gaji buruhnya hanya dibayar 300.000 saja.
Sekembali dari Sibolga itulah yang membuat saya tambah stress karena sejak sampai di kampung halaman sendiri, saya jadi pengangguran selama beberapa bulan. Belum lagi mantan pacarku dulu kebelet pengen dilamar cepat-cepat dengan doe pannaik (Uang Mahar) yang minimal 50 juta. Dalam hati saya berpikir dari mana saya mau mengambil uang sebanyak itu jika saya belum punya pekerjaan tetap.
 Karena menurut tradisi orang Bugis, jika ada lelaki melamar anak gadisnya mereka malu jika uang maharnya sedikit, misalnya 5 juta saja sebab orang-orang akan menggosipkan, kawin karena kecelakaan (Hamil di luar nikah red). Makanya orang Bugis jaman dulu sangat pantangan menikahkan putranya dengan gadis Jawa (Maaf, ini pandangan mayoritas orang di kampungku termasuk keluarga saya). Karena mereka beranggapan bahwa gadis Jawa itu murahan hanya gara-gara doe pannaiknya (uang maharnya) yang murah meriah tidak seperti tradisi Bugis yang pesta besar-besaran potong satu ekor sapi dan mengundang orang sebanyak-banyaknya.
Pendapat masyarakat itulah yang sangat bertentangan dengan hati nurani saya. Termasuk saat saya hendak melamar gadis pujaan hati, orang tuanya tetap ngotot minta uang 50 juta padahal orang tua saya hanya sanggup 15 juta saja. Mantan pacar saya juga sering beranggapan dia ingin dilamar seperti kakaknya dengan uang mahar segitu, maklum yang melamar kakaknya itu orang kaya dan berprofesi sebagai seorang dosen.
Mantan saya juga itu tidak terima setelah dia tahu bahwa saya hanya kerja sebagai Penjaga Warnet saat berada di Pinrang, kampung halaman saya. Sejak itulah saya lebih aktif berkeluh kesah di Facebook setiap hari karena tidak orang yang saya percaya lagi. Gaji sebagai penjaga warnet sih, nggak seberapa, tapi pengalaman saya bertemu dengan beberapa anak SMA yang cantik-cantik dan masih hijau sempat membuat saya melupakan sesaat mantan pacarku itu.
Hal yang paling menyenangkan saat jaga warnet, jika saya membuatkan akun Facebook cewek SMA dan meminta tolong saya mengedit foto-fotonya yang narsis abis untuk menembak cowok idolanya di kelas. Ada juga yang pernah cemburu saat melihat foto pacarnya dengan wanita lain, bahkan berakhir dengan kata putus. Saat itulah cewek ABG itu minta tolong sama saya membuatkan akun palsu cowok dan mengupload foto-foto cowok yang dia download dari teman Facebooknya. Lucunya, si cewek tadi meminta saya mengganti status “bertunangan” dengan akun palsu tadi dengan akun facebooknya biar cowok yang pernah menyakitinya tersebut jadi cemburu dan minta balikan lagi.
Jadi penjaga warnet juga ada manfaatnya karena saya bisa jadi Mak Comblang sekaligus mempromosikan bisnis chip, maklum waktu itu lagi maraknya orang bermain poker di Facebook dan jual beli chip memakai uang beneran. Kalau Anda memiliki 1 juta chip maka dihargai 100 ribu. Tapi karena saya tidak terlalu jago bermain poker jadi penjualan chip saya kembang kempis kadang ada yang terjual dan kadang tidak ada sama sekali. Perlu Anda ketahui bahwa ada temanku yang juga hobby main poker bisa beli motor Kawasaki Ninja hanya dengan berjualan Chip Poker di Internet, biasanya yang beli teman sendiri atau pemain poker lain. Bukan transaksi online tapi transkasi dengan bertemu face to face.
Sebagai penjaga warnet, ada juga hal-hal lucu yang saya alami saat ada pelanggan cewek cantik usia SMA yang kepergok buka situs-situs porno. Dan yang melihat kejadian itu anak kecil usia SD langgananku. Anak itu terus teriak-teriak membuat semua pelanggan warnet mengetahui aktifitas cewek tersebut, sang cewek tersebut sangat malu dan buru-buru keluar dari warnet setelah membayar. Setelah kejadian itu mereka tidak lagi datang ke warnet saya karena malu kepergok buka situs porno.
Saat saya pertama kali mengenal Facebook penulis pertama yang saya kenal adalah Mbak Ari Wulandari setelah membeli bukunya Jadi Penulis Fiksi? Gampang, kok! dan Jadi Penulis Skenario? Gampang, kok!. Dan kedua buku tersebut adalah buku pertama yang saya beli untuk belajar Dunia Kepenulisan. Karena keinginan saya menjadi penulis semakin menggebu-gebu setelah melihat kesuksesan beberapa penulis pemula yang karyanya berhasil difilmkan seperti Andrea Hirata dan Raditya Dika yang waktu itu masih pemula. Setelah saya mengutak-atik daftar teman Mbak Ari Wulandari, saya mengadd akun Jonru Ginting Dua sebuah nama yang masih awam di mata saya tepatnya bulan Mei 2009.
Setelah membaca statusnya ternyata dia adalah mentor penulisan online Belajar Menulis Gratis bersama Writer Academy dan Penulis Lepas dot com. Awalnya saya sempat berpikiran negatif dengan grup penulisan yang mas Jonru buat, karena saya takut akan hal-hal yang berbau penipuan dalam memanfaatkan penulis pemula. Grup ini sempat saya acuhkan beberapa bulan lamanya karena nggak meyakinkan hati nuraniku. Hingga tiba saatnya saya menemukan sebuah banner buku-buku karya Mas Jonru “Menerbitkan Buku Itu Gampang”. Dan saya ingin sekali membeli buku tersebut tapi selalu tidak jadi karena kondisi keuanganku tidak selalu mencukupi akibat selalu saja ada keperluan mendadak yang menguras isi dompet.
Baru akhir tahun 2010 saya kembali membuka-buka Facebook dan grup penulisan mas Jonru membuat saya semakin percaya diri dengan motivasi dalam setiap status-statusnya di Facebook yang selalu memotivasi saya sebagai penulis pemula untuk tetap produktif berkarya. Saat itulah saya aktif menulis cerpen tapi genre yang saya pilih adalah naskah Cerita Rakyat Modern yang terinspirasi dengan Berita Politik dan acara Infotainment. Apapun berita terbaru di TV, pasti saya buat cerpennya. Namun kegigihan saya menulis Cerita Rakyat pernah redup saat naskah saya ditolak oleh salah satu penerbit buku anak karena alasan klasik, tahun 2011 ini mereka tidak menerbitkan buku baru.
Hal itu di tambah dengan penolakan mayoritas anggota keluargaku yang tidak mendukung saya menjadi penulis dan hal-hal negatif selalu terlontar dalam setiap ucapan mereka. Menurut pandangan mereka, penulis itu adalah orang pemalas karena setiap hari kerjanya cuma ngetik dan tinggal di rumah saja. Hal ini yang sering membuat saya naik pitam dan membangkang setiap omongan mereka. Keinginan untuk membuktikan bahwa saya bisa menjadi penulis walaupun bukan penulis terkenal, yang penting bisa menghasilkan buku semakin kuat setelah maraknya penerbitan indie dengan Self Publishing.
Akhir tahun 2011 lalu akhirnya saya membeli buku berjudul “Cara Dahsyat Menjadi Penulis Hebat” setelah sekian lama saya ingin membelinya. Isinya sangat memotivasi saya untuk terus berkarya dan berkarya walaupun selalu ditolak oleh penerbit, kirim dan kirim terus sampai terbit. Begitulah harapan terbesarku selama ini.
Sebagai tahap awal saya dalam menulis adalah lebih memfokuskan dulu dengan naskah cerita rakyat dan cerita anak karena genre inilah yang saya anggap paling mudah kutulis dan juga paling dicari oleh penerbit buku anak. Manfaat lainnya untuk melepaskan semua imajinasi saya yang terkungkung dalam kepala saya agar tidak membebani hidup saya. Imajinasi itu saya tuangkan dalam bentuk karya, biar pikiran jadi ploon dan keinginan kita bisa diketahui oleh orang lain.
Proses kreatif saya dalam menulis adalah dengan menulis 5 jam sehari dengan target 10 halaman perhari, makanya saya mampu menyelesaikan 150 judul cerpen walaupun masih sebagian saja yang berani saya terbitkan.
Jika saya rajin mengupdate status galau di Facebook karena saya berteman dengan kakak kandung mantan pacarku tersebut untuk menyampaikan idealisme saja. Serta  membuat keluarga saya mengetahui apa yang tidak kusukai dan apa yang menjadi keinginan saya selama ini, biar semua mengetahui bahwa tekad saya sudah bulat untuk menjadi penulis dan penjual buku.
Jadi warnet tempat saya bekerja dulu telah membuat jiwa bisnis saya menggebu hingga akhirnya saya merantau lagi ke Kota Kupang NTT untuk berjualan buku meskipun minat baca orang di sini masih rendah tapi saya ingin jual buku terbatas saja di samping menjual baju, pulsa, barang sembako, bisnis kuliner dll. Apalagi setelah saya melakukan survey di Perpustakaan Daerah Kupang ternyata lebih ramai di kunjungi dibandingkan dengan Perpustakaan Daerah di Pinrang yang kadang hanya diisi oleh beberapa orang anak saja. Itupun kebanyakan anak SD, dan jarang saya lihat ada anak SMA masuk ke Perpustakaan Daerah di kota saya.
Obsesi tersembunyi saya jika saya mampu menerbitkan buku di Penerbit Nasional kelak akan saya bentuk sebuah Komunitas Penulis NTT untuk memotivasi para pelajar Kota Kupang agar bisa berkarya menjadi Penulis seperti saya. Tapi niat itu belum bisa terwujud jika saya belum bisa menjual buku saya di sini dan karya saya harus dikenal dulu oleh masyarakat Kota Kupang sebagai penulis buku asal NTT. Makanya saya berniat membuat karya yang bertema lokal NTT untuk menarik perhatian pembaca Kota Kupang dan sekitarnya, apalagi jika karangan saya berupa naskah Cerita Rakyat Modern bisa dilirik oleh Dinas Pendidikan Nasional sebagai buku wajib di sekolah-sekolah.
Jadi Facebook dan Twitter bisa bermanfaat bagi penggunanya jika Anda berteman dengan orang-orang yang punya motivasi dan minat yang sama yaitu menjadi Penulis. Kalau Anda seorang pebisnis juga media sosial dapat menjadi wadah buat mempromosikan produk Anda tanpa menganggu pengguna lainnya. Jadi intinya setelah saya aktif menggunakan media sosial untuk memposting kegalauan saya membuat hati dan pikiranku menjadi tenang agar tidak membuat hidupku terbebani problem masa lalu. Jika mereka bisa menjadi penulis, kenapa aku tidak bisa. Itulah motto dalam hidupku yang tertanam dalam lubuk hati yang paling dalam.                                                                    
Kupang, NTT 27 Mei 2012
                                                                                               Mac Dhawank’s


TENTANG PENULIS
Mac Dhawank’s adalah nama pena dari Muhammad Ridwan yang lahir di Pinrang, 21 Agustus 1980 yang sejak kecil akrab dipanggil dengan nama La Dawang. Nama Mac Dhawank’s bukan berasal dari bahasa Amerika, loh! Apalagi nama saingan restoran cepat saji Mc Donald’s, karena ini nama wong ndeso yang diambil dari nama panggilan sejak kecil La Dawang yang sesuai dengan dialek Bahasa Bugis.
Sejak SMP lulusan STMIK Dipanegara Makassar Angkatan tahun 2000 ini, memang senang menulis, menggambar karikatur dan korespondensi lewat surat menyurat. Dan saat SMU pernah menjadi pengurus Majalah Dinding Latinulu di SMU Negeri 1 Pinrang dengan membuat beberapa gambar karikatur, puisi dan pantun dan sebagai tim dekorasi disetiap acara yang diselenggarakan sekolah termasuk merancang gambar taman bunga SMU Negeri 1 Pinrang tahun 1997.
Penulis yang sangat terobsesi menjadi penulis skenario film yang diangkat dari cerita beberapa karya cerpen, dongeng dan Novel
Selain pencinta dongeng, karikatur dan komik penulis yang doyan nongkrong lama-lama di depan komputer buat browsing internet dan main game ini, penulis juga sedang berusaha menulis Novel Romance buat remaja, buku-buku tentang politik luar negeri, buku wisata kuliner dan lokasi objek wisata  serta buku sejarah perjuangan bangsa.
Penulis saat ini berdomisili di Kota Kupang NTT dan bagi yang ingin mengirim saran dan kritikan tentang buku ini, silahkan kirim email ke alamat penulis, asal jangan kirim buku beserta kabel-kabelnya ya, alias Bom Buku boooo….!! He..he..he..!!



Tidak ada komentar: