Penulis :
Muhammad Ridwan
Amanda
namanya, dia adalah istri dari seorang ulama kampung yang setiap hari masuk
daerah pedalaman untuk berdakwah kepada penduduk disana. Dia masih berumur 14
tahun saat dinikahi oleh ustas Aminuddin yang saat itu berusia 25 tahun, hingga
menjelang 30 tahun pernikahannya ia belum juga dikarunia seorang anak laki-laki yang kelak akan melanjutkan perjuangannya dalam berdakwah ke pelosok desa
terpencil.
Kehidupan
keluarga ini sangat sederhana, terkadang sang istri hanya makan sekali sehari agar
suaminya bisa makan setelah pulang ke rumah, sebab Amanda ditinggal berminggu-minggu
oleh suaminya untuk berdakwah. Apabila di dapur tidak ada apa-apa untuk dimakan
ustas Aminuddin hanya meminum segelas air putih dan sebiji pisang untuk
menjanggal perutnya yang kosong, tapi jika ada rezeki lebih berupa bekal
makanan dari pemberian warga desa yang ditempati berdakwah ia berikan semuanya
kepada istri untuk dimasak. Tapi Amanda dengan tabah menjalani hidup susah bersama
suaminya selama 30 tahun tanpa dikarunia seorang putra.
Hingga
suatu malam ustas Aminuddin berdoa agar selalu dicukupkan rezeki yang
didapatnya dari berdakwah dan selalu menjaga hatinya agar senantiasa selalu
bersyukur atas nikmat yang diberikan Tuhan kepada keluarganya. Ketika sang
ustas tertidur ia bermimpi didatangi seorang laki-laki berjubah putih dan
memberi saran agar segera menikah lagi untuk mendapatkan keturunan yang kelak
akan melapangkan rezeki bagi keluarganya. Tapi mimpi itu tidak langsung
diberitahu kepada istrinya karena takut mennyakiti hati istrinya.
Suatu
hari beliau pergi berdakwah ke daerah pedalaman terpencil tanpa akses kendaraan
masuk ke wilayah tersebut, ia rela berjalan kaki puluhan kilometer menyusuri
jalan setapak demi dakwah dijalan Allah. Sesampai ditempat tujuan beliau memberikan
ceramah di surau desa tersebut serta menjumpai seorang santri wanita yang
wajahnya mirip seperti yang terlihat dalam mimpinya semalam, hingga ia pun memberanikan
diri berkenalan sama sang akhwan.
”Siapa
gerangan nama adinda?” tanya pak ustas.
“Nama
saya Hamidah pak ustas!” jawabnya.
“Bolehkan
aku bertemu kedua orang tuamu wahai adinda!” kata pak Ustas
“Boleh,
tapi ada maksud apa Pak Ustas ingin bertemu kedua orang tua saya,” kata hamidah
penasaran.
“Saya
ingin menyampaikan maksud bahwa saya ingin melamar adinda sebagai istriku, agar
kelak bisa memberikan aku keturunan yang sholeh untuk melanjutkan dakwah saya.
Hamidah
kaget dan gembira bukan kepalang mendengar pernyataan pak Ustas yang baru
dikenalnya, tiba-tiba menyatakan lamarannya.
Setelah
sang ustas berbincang-bincang dengan Hamidah di surau, akhirnya ia menemui
kedua orang tuanya untuk menyampaikan lamarannya, dengan penjelasan yang baik
dan masuk akal orang tua sang gadis pun menerimanya. Tapi terlebih dahulu sang
ustas memberitahu mereka bahwa dia punya istri dan harus meminta restu istrinya
agar mengizinkan dia menikah lagi untuk memberinya seorang keturunan yang
didambakannya selama 30 tahun.
Dalam
perjalanan pulang, dalam hati sang ustas merasa ragu untuk menyampaikan maksud
hatinya kepada istrinya untuk menikah lagi sedangkan dia sendiri tidak sanggup
menafkahi istrinya secara materi, apalagi kalau memiliki istri dua apakah dia
sanggup menafkahi dua-duanya. Tapi hal itu tetap ingin ia utarakan pada sang
Istri sesampainya dirumah.
Sang
ustas pun tiba ke rumah dengan membawa bekal dari kampung Hamidah berupa hasil
bumi untuk dibawakan istrinya. Sehari setelah sampai dirumah sang suami
memanggil istrinya
“Wahai
adindaku tersayang saya ingin mengatakan sesuatu padamu, tapi aku takut hal ini
akan menyakiti hatimu,” kata pak ustas
“Katakanlah
wahai kakandaku, aku tidak akan marah jika memang hal itu dijalan kebenaran,” jawab
istrinya.
“Beberapa
hari yang lalu saya bermimpi bertemu seorang gadis muslimah dan seorang laki-laki
berjubah putih menyuruh saya untuk menikahinya agar mendapatkan seorang
keturunan yang kelak akan melanjutkan dakwah saya”, kata pak ustas bercerita.
“Apakah
kakanda yakin dengan mimpinya semalam bahwa itu sebuah ilham dari Allah SWT ?,”
tanya istrinya ragu.
“Ya,
aku yakin dengan wanita yang saya lihat mimpinya semalam itu, karena saya sudah
bertemu dengannya di surau desa terpencil yang barusan aku kunjungi. Wajah
wanita itu persis mirip dengan mimpi saya semalam, jadi sudihkah kiranya saya
diizinkan untuk menikah lagi ?,” tanyanya lagi.
“Jika
memang kiranya itu untuk kepentingan dakwah di jalan Allah SWT saya bersedia
untuk merestui perkawinan kakanda, karena selama 30 tahun kita menikah aku nggak sanggup memberimu keturunan,” kata
istrinya sambil menangis sesengukan.
“Kenapa
engkau menangis adinda bukankah kau sudah menyetujui perkawinan ini!” kata pak
ustas pada istrinya.
“Aku
sedih karena tidak bisa membahagiakan suamiku tercinta dengan memberinya seorang
putra, aku juga takut jika kelak kasih sayang kakanda tidak sama lagi seperti
dulu hingga kakanda lebih menyayangi istri mudanya,” jawab Amanda.
“Tenangkanlah
hatimu wahai adindaku tersayang, aku senantiasa akan tetap berbuat adil untuk
membagi cintaku sama adinda” katanya.
Setelah
mendapat persetujuan istrinya akhirnya Ustas Aminuddin dan Hamidah gadis desa
berumur 20 tahun itu melangsungkan pernikahan dengan meriah yang dihadiri istri
tuanya. Singkat cerita tiga bulan setelah menikah akhirnya Hamidah hamil dan
alangkah senangnya ustas Aminuddin mengetahui istrinya hamil.
Dan
akhirnya Hamidah pun melahirkan anak lelaki lucu dari buah perkawinan keduanya,
istri pertamanya juga ikut merawat anak dari Hamidah istri keduanya tanpa ada
rasa kecemburuan sedikit pun. Mereka tampaknya akur dan hidup rukun dalam
urusan pekerjaan rumah serta bergantian masak di dapur yang membuat pekerjaan
rumah tangga cepat selesai.
Setelah
anak ini beranjak dewasa rezeki pun mulai berdatangan, tadinya sang ustas yang
hanya keluar masuk pedalaman untuk berdakwah dikontrak oleh sebuah perusahaan
rekaman lokal untuk membawakan ceramah-ceramah yang direkam dalam bentuk kepingan
CD. Sehingga sang ustas lebih dikenal masyarakat dan banyak mendapat panggilan
ceramah dari Mesjid ke Mesjid dan CD-nya laku dibeli masyarakat.
Pada
saat beredarnya kaset CD ceramahnya dipasaran, sebuah stasiun TV lokal
setempat meliriknya dan ustas Aminuddin mendapatkan kontrak dan tawaran ceramah Subuh setiap hari di TV
tersebut sehingga menambah pundi-pundi penghasilan sang ustas yang sebelumnya
hidup pas-pasan selama 30 tahun perkawinannya tanpa harus bersusah payah lagi
keluar masuk pedalaman memberikan ceramah disaat usianya sudah setengah abad.
Anak
dari perkawinan keduanya inilah yang membawa rezeki kepada sang ustas setelah
sekian lama hidup susah bersama istri pertamanya dan ketabahan dan untaian
kasih sayang istri pertamanya ini yang ingin di madu dengan wanita lain demi
kepentingan dakwah sang suami juga ikut menyumbang tambahan rezeki buat
keluarganya. Dan sang anak ini kelak akan melanjutkan perjuangan ayahnya untuk
tetap memberikan ceramah bagi warga didaerah terpencil yang kekurangan tenaga
pengajar dibidang agama.