Penulis
: La Dawan Piazza
Pengarang
Cerita Rakyat Modern
AKU BISA
“Pandanglah
hari ini.Kemarin sudah menjadi mimpi.Dan esok hari hanyalah sebuah visi.
Tetapi, hari ini yang sungguh nyata, menjadikan kemarin sebagai mimpi
kebahagiaan, dan setiap hari esok sebagai
visi harapan” – Alexander Pope
Aku
berasal dari Jawa merantau ke Maluku
sejak kecil mengikuti orang tua yang mengadu nasib dan peruntungan di daerah
transmigrasi di Maluku. Pada tahun 1998 aku datang ke kota Makassar untuk
melanjutkan kuliah. Sebut saja namaku Mas Johan, aku datang ke kota yang sangat
asing bagiku dengan berbekal modal pas-pasan dan ijazah SMU demi untuk kuliah
di Unhas. Aku merantau ke Makassar dari pulau seberang di daerah Maluku sana,
dengan modal seadanya, aku akhirnya sampai juga di Makassar untuk mengejar
cita-citaku untuk melanjutkan kuliah.
Modal
yang aku pegang pun hanya cukup untuk bekal UMPTN saja, tak terasa akhirnya akuditerima
masuk di perguruan tinggi UNHAS. Perjuangan tidak berhenti sampai disini,
karena aku sadari bahwa untuk melajutkan perkuliahan ini harus ada modal materi
yang dimiliki.
Sebagai
seorang perantauan dari tanah Jawa, orang tuaku yang hanya berprofesi sebagai
petani dan penjual bakso tidaklah mampu mengirimkan aku uang kiriman setiap
bulan dengan lancar seperti mahasiswa pada umumnya. Demi bertahan hidup
ditengah kerasnya kehidupan kota Makassar dan untuk menekan biaya hidup
kost-kostan. Aku memutuskan tinggal dan tidur di Mushallah Kampus Unhas dengan menempati
ruangan bekas gudang berukuran 3 X 3 meter.
Selama
kuliah sampai menyelesaikan gelar Sarjana S1 di UNHAS, aku tinggal di Mushalla
tersebut. Untuk biaya makan tiap bulan aku memutuskan berjualan roti di kampus dengan cara menitipkan ke kantin-kantin
kampus unhas. Roti-roti yang aku titipkan ramai diserbu rekan-rekan mahasiswa
hingga membuat aku tetap bisa bertahan hidup di Makassar.
Aku
aktif di pengajian-pengajian yang sering diselenggarakan di Mushalla kampus
hingga aku mengenal banyak teman-teman yang peduli dengan nasibku. Mereka
sahabat terbaik bagiku tempat curhat dan berkeluh kesah di tengah sulitnya
hidup di kota demi melanjutkan kuliah. Kadang-kadang mereka patungan
mengumpulkan uang untukku sebagai ongkos buat makan aku tiap bulan, tetapi aku
tidak ingin terus menerus membebani mereka maka kuputuskan untuk mandiri dan
berusaha mencari penghasilan tambahan.
Pada tahun 2002 aku melihat sebuah tanah kosong di
Pintu II Unhas yang terbengkalai dan tidak dimanfaatkan sebagai tempat bisnis.
Atas inisiatif dan dorongan dari teman-teman pengajian, aku didesak agar
menyewa dan memanfaatkan lahan kosong tersebut untuk di jadikan tempat usaha
kuliner bakso. Mereka pun patungan mengumpulkan uang untuk modal awal usaha
kuliner bakso tersebut hingga akhirnya terkumpullah uang sebesar Rp. 500.000.
Tetapi
karena aku tidak terlalu bisa memasak dan membuat resep masakan bakso, akhirnya
aku memutuskan kembali ke Jawa untuk belajar membuat bakso kepada orang tua dan
saudara-saudaraku hingga aku mahir memasaknya sendiri. Aku ke Jawa karena
kebetulan keluargaku yang ada di Maluku sana semuanya sudah kembali ke Jawa
setelah puluhan tahun tinggal di wilayah transmigrasi. Selama tiga bulan aku
belajar masak bakso dan tahun itu juga aku kembali ke Makassar untuk melanjutkan
kuliahku dengan membawa serta adik perempuanku untuk membantu memulai usaha
kuliner bakso tersebut.
Kendala
utama yang aku alami adalah modal usaha, modal sebesar Rp. 500.000 yang
dikumpulkan teman-teman di Mushalla tidaklah cukup untuk menyewa tanah di Pintu II UNHAS
yang saat itu harga sewanya Rp. 1.000.000 per-tahun. Belum lagi ongkos
membuat kios tempat usaha dan gerobak bakso serta bahan-bahan yang diperlukan.
Dengan
modal nekad akhirnya kuputuskan untuk membuat
proposal bantuan modal usaha kepada Walikota Makassar dan Bupati Maros
pada saat itu dengan janji akan mengembalikan modal pinjaman tersebut dalam
jangka waktu satu tahun. Syukur Alhamdulillah proposal yang aku ajukan,
diterima dengan baik oleh Walikota
Makassar dengan memberikan modal
awal sebesar Rp. 500.000 dan Bupati Maros sebesar Rp. 1.200.000.
Modal
dari sumbangan pemerintah Kota Makassar dan Kab.Maros tersebut aku gunakan
untuk menyewa lahan dan membuat gerobak serta kios. Setelah tempat usaha ini
selesai dibuat, akhirnya kios baksoku kukasihnama WARUNG SABILI, karena
kebetulan aku pembaca setia Majalah Islam terbesar di Indonesia. Awal memulai
usaha ini aku hanya berjualan bakso saja tapi karena melihat banyaknya pembeli
maka kuputuskan membuat resep Nasi Goreng, Nasi Campur, Nasi Ayam dll agar
pembeli tidak bosan dengan menu yang itu-itu saja.
Perlahan
tapi pasti warung tersebut mulai ramai dikunjungi para mahasiswa Unhas
disela-sela waktu istirahat kuliah. Hingga akhirnya tidak sampai satu tahun aku
berhasil mengembalikan modal pinjaman dari pemerintah daerah. Walhasil, melihat
kusuksesan dan kegigihan saya dalam menjalankan bisnis kuliner ini Walikota
Makassar dan Bupati Maros malah memberi aku lagi pinjaman lunak yang totalnya
berjumlah Rp. 5.000.000, jumlahnya lima kali lipat dari modal awal saat aku pertama
kali mengajukan proposal bantuan modal.
Berbekal
tambahan modal tersebut aku memutuskan untuk membuka cabang baru di Jalan Bung
Makassar yang sampai sekarang masih eksis dan mempekerjakan pemuda-pemuda
pengangguran sekampung saya yang aku datangkan dari tanah Jawa. Usaha yang aku
rintis dengan modal nekad tadi, akhirnya dapat menikahi seorang muslimah di
Makassar sejak 2 tahun warung ini berjalan.
Walaupun
usahaku mulai menunjukkan kemajuan pesat, namun aku masih sempat meluangkan
waktu dan rezeki untuk berbagi dengan anak-anak yang kurang mampu dikawasan
tersebut, aku menjadi salah satu donator buat sekolah khusus bagi anak jalanan
yang kami dirikan bersama teman-temanku kuliahku.
Tahun
demi tahun usaha yang aku geluti selama jadi mahasiswa Unhas semakin maju
sehingga pada tahun 2006 aku memutuskan
menyewa ruko di Jalan Raya Perintis Kemerdekaan dengan desain dan interior yang
modern di samping WARUNG LESEHAN PAK DANI yang lebih dahulu maju dan terkenal
di Kota Makassar.
Tapi
beberapa tahun terakhir Cabang yang aku buka berangsur-angsur ditutup karena
terkena penggusuran oleh para kaum kapitalis bermodal besar sehingga menggusur
semua usaha jajanan mahasiswa di Pintu II Unhas akibat perluasan pembangunan
RS.Wahidin Sudirohusodo yang sempat didemo mahasiswa dan mengakibatkan bentrok
fisik antara mahasiswa melawan aparat Satpol PP karena ingin membantu pengusaha
kecil agar tempat ini tidak terkena gusuran. Mahasiswa membantu para pedagang
dengan melakukan demonstasi karena tempat makan dan ngumpul-ngumpulnya kalau tengah
malam kena gusur.
Akhirnya
cabang Warung Sabili di ruko Perintis Kemerdekaan juga ditutup, karena aku tidak
sanggup membayar sewa ruko yang mencapai 35.000.000 per-tahun, usaha kuliner kami
juga harus bersaing dengan pengunjung dan penikmat jajanan kuliner langganan
LESEHAN PAK DANI dan LESEHAN DAMAI. Aku memutuskan membuka cabang di Jl.
Bulusaraung Makassar akibat ditutupnya cabang di ruko Jl. Perintis Kemerdekaan
dengan menyewa bangunan tua yang harga sewanya lebih murah, agar bisa menekan biaya
sewa ruko agar tidak terus merugi jika pembelinya berkurang.
Sekarang
ini aku kembali ke tanah Jawa bersama istri yang aku persunting di Kota Makassar
dengan hanya bermodal nekad tadi, aku kembali ke Jawa karena aku dan istriku
diterima menjadi PNS dan membiarkan usaha yang aku rintis sejak awal dikelola
oleh saudara-saudaraku yang lain. Dan mempekerjakan beberapa karyawan dari anak
muda yang ingin maju dan hidup mandiri demi mengurangi pengangguran di negeriku
ini yang tidak mampu mensejahterahkan rakyatnya.
Kisah
diatas bisa memberikan kita inspirasi betapa dahsyatnya energi yang bisa
ditimbulkan dari kemampuan untuk memotivasi diri “AKU BISA SUKSES DENGAN MODAL
NEKAD”.Kadang kita tidak sadari bahwa ketika kita dalam keadaan terjepit atau
kepepet sesuatu yang kita anggap tidak mungkin menjadi sangat mungkin untuk
terjadi dan menjadi sederhana untuk dilakukan.
Catatan Penulis :
Kisah ini adalah hasil wawancara saya dengan pemilik Warung Sabili Mas Johan pada bulan Desember Tahun 2006 saat saya bekerja sebagai Reporter Tabloid Bisnisman Makassar terbitan tahun 2006-2007. Walaupun kisah ini sebuah cerita lama yang sudah lama berlalu tapi saya kagum dengan perjuangan Mas Johan dalam merintis usahanya dengan modal nol persen, dia hanya berbekal modal nekad dan keberanian. Mungkin beberapa cerita dari kisah ini jika tidak sesuai dengan cerita aslinya karena saya sudah lupa dengan hasil wawancara saya tapi inti dari perjuangannya membesarkan Warung Sabili masih tersimpan dan terngiang-ngiang dikepalaku.
Warung Sabili di Jl. Bung Makassar
Foto : Muhammad Ridwan (3 Januari 2012)