CERITA DONGENG
(EDISI REVISI)
EMPAT :
KEONG RACUN DAN TOKEK BELANG
Part 4. Mpok Nori dan Ponari titisan Dewa Petir
Karya :
La Dawan Piazza
Setelah
Mak Erot berhasil membawa 20 orang anak perempuan untuk dijadikan tumbal di
sebuah jurang yang curang, setahun setelah kejadian itu mereka bermaksud
melakukan ritual tahunan untuk lebih meningkatkan kesaktiannya. Maka Mak Erot
pun bermaksud menyerang desa lainnya untuk menculik beberapa anak perawan desa.
***********
Kembali ke masa sepuluh tahun silam saat
terjadinya letusan Gunung Merapi. Di sebuah desa terpencil dekat kaki Gunung
Merapi. Desa Cangkringan nama desa itu, di sana tinggallah sepasang suami istri
yang sedang hamil tua. Kondisi Desa Cangkringan saat itu lagi lengang. Karena
warga desa panik menyelamatkan diri akibat adanya isu Gunung Merapi akan
meletus, dalam suasana hujan deras dan suara guntur sambar menyambar.
Sarjono nama suami perempuan hamil itu
panik ingin menyelamatkan diri bersama istrinya. Namun niatnya diurungkan,
karena saat itu sang istri hendak melahirkan hari itu juga. Saat warga mulai
mengungsi menjauhi amukan Gunung Merapi, ia bersusah payah mencari bantuan
warga untuk mencari dukun beranak. Namun usahanya sia-sia belaka karena tak
menemukan seorang pun warga. Akhirnya, ia pasrah seraya berdoa agar bayi dan
istrinya diselamatkan Tuhan.
“Ya… Tuhan! Yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang! Tolonglah jiwa anak istri saya. Ya, Tuhan! Mudahkanlah proses
persalinannya demi menyelamatkan nyawa istri dan anakku. Hanya Engkaulah yang
Maha Perkasa dan tempat memohon ampunan bagi hambamu yang tak berdaya ini!” doa
Sarjono dalam hati.
Waktu Sarjono lagi khusyuk berdoa pada
Tuhan. Lalu ia dikejutkan oleh suara panggilan istrinya, “Paak!! Tolong cepat
panggil dukun beranak, Ibu nggak kuat nahan rasa, nih?”
“Sabar ya Bu, tawakkal saja sama Tuhan!
Saya sudah mencoba mencari warga, tapi Bapak tidak menemukan seorang pun?”
“Kalau begitu, Bapak sajalah yang bantu Ibu
melahirkan.”
“Baiklah Bu, coba Ibu tarik napas ya,” kata
suaminya. “Ikuti hitungan Bapak, Satu…dua…tiga!” lanjut Sarjono mencoba
membantu kelahiran anaknya
Napas perempuan hamil tersengal-sengal
mengikuti tarikan napas “Huuuh… Huuuh…
Huuuh…!!” berusaha mengikuti aba-aba suaminya. Sang istri pun bersusah
payah mengejan dan sepertinya istrinya kehabisan tenaga untuk melahirkan.
Tiba-tiba, malam itu sebuah kilat besar
menggelegar dahsyat dan menyambar pohon dekat rumah Sarjono hingga roboh.
Nyaris saja menimpa rumah Sarjono, tapi meleset beberapa meter dari rumahnya.
Hanya bagian teras rumah saja yang mengalami kerusakan di bagian atap, karena
terkena ujung dahan pohon yang tumbang tersebut.
Namun bersamaan dengan sambaran kilat tadi
terdengar suara tangis bayi yang keras dari rumah Sarjono, “Ngeaa… Ngeaa…
Ngeaa… !!!” Akhirnya, istrinya sudah melahirkan bayi mungil yang lucu dan sakti
mandraguna.
“Anak kita sudah lahir, Bu…!!! Anak kita
laki-laki” teriak Sarjono bahagia tanda tak percaya doanya dikabulkan Tuhan.
“Tuhan telah mengabulkan doa kita, Pak!”
ujar istrinya terkulai lemas.
“Karena anak kita laki-laki, Bapak beri
nama Ponari
Titisan Dewa Petir. Karena dia lahir bersamaan saat petir lagi
menyambar rumah kita Bu,” pungkas Sarjono
“Semoga saja anak ini dapat menjadi orang
yang berbakti pada orang tua ya, Pak!” seru
istrinya.
Sarjono dan istrinya berhasil menyelamatkan
diri sesaat setelah Ponari kecil lahir. Sarjono dengan susah payah memboyong
bayi kecilnya dan menuntung istrinya keluar dari desa ke tempat pengungsian.
Mereka tergopoh-gopoh dengan wajah pucat dan istrinya berjalan tertatih-tatih
sehabis melahirkan, berusaha sekuat tenaga menghindari letusan Gunung Merapi.
Setelah mereka berada di tempat yang aman,
Gunung Merapi meletus dengan dahsyatnya dan meratakan seluruh desa termasuk
menimbung rumah Sarjono di Desa Cangkringan dengan debu vulkanik yang sangat
panas.
Desa Cangkringan yang hilang dari peta
dunia, akibat letusan Gunung Merapi berhasil di kosongkan oleh pemerintah dan
akan di jadikan hutan lindung. Dan penghuninya dibuatkan tempat hunian baru
yang agak jauh dari kaki Gunung Merapi.
Ponari kecil pun dirawat dengan penuh kasih
sayang oleh orang tuanya di tempat pengungsian baru yang di beri nama Desa Dompol
. Keluarga Sarjono tinggal di sana sampai anaknya Ponari menginjak usia 10
tahun dan memiliki adik bayi baru berusia setahun.
******
Sepuluh
tahun kemudian, setelah musibah letusan Gunung Merapi memporak-porandakan Desa
Cangkringan hingga hilang dari peta dunia.
Suatu hari Ponari lagi bermain kelereng
bersama teman sebayanya tak jauh dari rumahnya, dan saat itu turun hujan deras
disertai petir hingga membuat anak-anak itu pada berlari berlindung dari hujan.
Tiba-tiba, kepala Ponari seperti ada yang menyambit dengan batu. Ia lalu
memungut batu berwarna putih yang mengenai kepalanya.
Saat batu itu dipegang terasa sangat panas
hingga membuat Ponari ketakutan dan membuang batu tersebut dari tangannya.
Namun karena penasaran, ia mengambil kembali batu itu dan ternyata sudah terasa
dingin karena telah diguyur air hujan.
Akhirnya, ia membawa pulang batu itu ke
rumahnya dan memberitahu ibunya bahwa ia menemukan batu ajaib. Ibunya yang
melihat batu tersebut kaget bukan kepalang karena itu adalah batu petir yang sakti
mandraguna. Ibu Ponari lalu menyimpan batu tersebut ke dalam almari pakaian.
Pada suatu malam yang gelap gulita, adik kecil Ponari yang baru berusia 1 tahun
mengalami sakit demam yang sangat parah. Kondisi tubuh adiknya kejang-kejang
dan menampakkan memar di sekujur tubuhnya. Ibunya histeris dan kasak-kusuk
mencari bantuan.
Di tengah perkampungan yang gelap gulita dan belum ada
lampu penerangan listrik. Keluarganya panik untuk mencari dukun beranak yang
akan mengobati adik Ponari. Mengandalkan lampu obor yang sering padam
dihembuskan angin malam yang bertiup kencang saat itu. Tak memungkinkan
memanggil dukun pengobatan dalam waktu cepat.
Namun ibunya baru
teringat dengan batu ajaib yang ditemukan beberapa hari yang lalu. Kemudian
ibunya bergegas mengambil batu itu di lemari lalu batu itu diserahkan sama
Ponari agar mencelupkan batu ajaib tersebut ke dalam gelas yang berisi air
putih. Ajaibnya, setelah menenggak minuman itu adik bayi Ponari langsung sembuh
malam itu juga. Kejang-kejang dan memar di sekujur tubuhnya berangsur-angsur
menghilang.
Desas desus tentang kesaktian Ponari menyebar sampai ke
pelosok desa hingga berbondong-bondonglah warga untuk berobat di sana. Selama
berhari-hari rumah Ponari ramai dikunjungi orang hingga ada pasiennya yang jauh-jauh
datang dari daerah lainnya hanya untuk berobat sama Ponari.
Berjubelnya antrian pasien membuat ia kewalahan menangani
pasiennya yang begitu banyak, apalagi antrian itu sudah memakan korban. Ketika
seorang nenek-nenek tua yang meninggal karena kelelahan mengantri selama 2
hari. Ponari merasa bersalah akhirnya ia berniat pergi bertapa seorang diri
untuk menambah kesaktiannya dan meninggalkan semua pasien-pasiennya.
Dalam pengembaraan itu, ia bertemu seorang nenek-nenek
yang tinggal seorang diri dekat air terjun tempat Ponari hendak melakukan
pertapaan.
“Hai anak muda apa gerangan Anda datang ke daerah ini
seorang diri?” sapa nenek itu.
“Saya ingin bertapa di tempat ini, untuk menambah
kesaktianku, Nek,” jawab Ponari. “Tapi siapakah Anda tiba-tiba ada di tempat
ini?” tanyanya kemudian.
“Wahai anak muda, perkenalkan nama saya Mpok Nori yang
tinggal tidak jauh dari air terjun keramat ini,” kata nenek tersebut.
“Kesaktian apa yang hendak kamu inginkan anak muda?”
tanya Mpok Nori.
“Saya ingin menambah kesaktian batu petir ajaib ini agar
lebih sakti mandraguna dan tak terkalahkan oleh ilmu yang lain,” kata Ponari
memperlihatkan batu petirnya.
“Jika kamu ingin lebih sakti bertapalah di bawah air
terjun itu selama 7 jam 7 hari 7 malam 7 bulan, maka kesaktian yang kamu
impikan akan terkabulkan. Setelah kamu melakukan pertapaan. Datanglah ke gubuk
saya untuk saya latih ilmu silat,” jawab Mpok Nori.
“Baik Paduka Guru!” seru Ponari sambil bersujud di depan
Mpok Nori.
“Bangkitlah wahai anak muda silahkan lakukan perintah
saya tadi,” ujar Mpok Nori.
Ponari kemudian bertapa di bawah guyuran air terjun
selama 7 jam 7 hari 7 malam 7 bulan, hingga tak sadar sekujur tubuhnya telah
ditumbuhi lumut dan tanaman merambat.
Waktu terus berjalan,
7 bulan kemudian Ponari lalu terbangun dari pertapaannya. Ia lalu
bergegas menuju gubuk nenek tadi untuk belajar ilmu silat. Singkat cerita
Ponari pun segera di latih ilmu silat oleh Mpok Nori hingga mencapai tingkat
mahir dan menguasai ilmu kanuragan. Hingga tiba saatnya Ponari ingin kembali
lagi ke desanya, dan alangkah terkejutnya dia setelah kembali.
Tampak desa Ponari hancur lebur dan rata dengan tanah.
Ponari panik, lalu segera mencari kedua orang tuanya dan ia melihat bekas
rumahnya yang hancur terbakar menjadi puing. Setelah lama berkeliling mencari
orang tuanya, akhirnya ia bertemu dengan beberapa warga desa yang tampak
mencari barang-barang sisa dibekas reruntuhan rumahnya.
“Apa yang telah terjadi di desa ini?” kata Ponari pada
warga.
“Beberapa hari lalu nenek sihir Mak Erot beserta anak
buahnya Sandy, monster Keong Racun dan Tokek Belang datang ke desa ini menculik
gadis perawan desa. Kemudian menghancurkan desa ini setelah beberapa warga desa
berusaha melawan mereka,” kata warga desa.
“Kalau boleh tahu ke manakah kedua orang tuaku, apakah
mereka baik-baik saja!” tanya Ponari.
“Bapak kamu baik-baik saja dan beliau ada di tempat
pengungsian di atas bukit sana, tetapi Ibu kamu tewas ketika berusaha
menyelamatkan adik kamu yang masih bayi?” kata warga desa.
“Apakah adik bayi saya juga tewas?” Ponari
bertanya
“Iya, keduanya terbakar di dalam rumah yang dihancurkan
oleh anak buah Mak Erot,” kata warga desa.
Dengan penuh amarah Ponari berteriak seraya mengepalkan
kedua tangannya dengan kuat. “Aku akan membalas dendam atas kematian Ibu dan
Adikku! Tolong katakan di manakah tempat perempuan desa itu disekap oleh
mereka,” kata Ponari geram.
“Mereka dibawa ke sebuah tempat dekat jurang yang dalam
untuk dikorbankan!” jawab warga desa.
Setelah mendapatkan informasi lokasi tempat penyekapan
para wanita di desanya, lalu Ponari berangkat kembali ke rumah guru silatnya
Mpok Nori untuk mengajaknya ikut serta melawan Mak Erot beserta anak buahnya.
Tak lama kemudian tibalah Ponari dan gurunya di lembah
yang dimaksud warga desa tadi. Suasana di lembah tersebut sangat horor satu
persatu dari perawan itu disembelih terus dijatuhkan ke dasar jurang untuk
persembahan untuk arwah penghuni jurang tersebut. Mereka berdua
mengendap-ngendap di balik rimbun semak belukar hutan untuk melihat persembahan
itu.
Karena nggak tahan melihat kejadian itu maka Ponari dan
gurunya segera keluar dari persembunyiannya seraya berteriak.
“Hentikan kebiadaban kalian wahai para pembunuh, lepaskan
para wanita itu!” teriak Ponari.
Mendengar teriakan itu Mak Erot menoleh dan menghentikan
sejenak persembahannnya.
“Hai, siapakah kalian berani-berani menganggu acara
persembahan kami!” kata Mak Erot geram.
“Saya adalah Ponari dan ini adalah guru saya Mpok Nori,”
jawab Ponari.
“Kenapa kalian datang ke tempat ini wahai anak muda,”
pungkas Mak Erot.
“Saya datang ke sini untuk membebaskan para wanita yang
kalian culik dari desa kami dan untuk membalaskan kematian Ibuku!” tantang
Ponari.
“Kalian berani menantang saya ya, kalian belum tahu siapa
saya! Saya adalah Mak Erot nenek sihir yang paling sakti di negeri ini. Ha... Ha… Ha… !!” tawa Mak Erot
terbahak-bahak.
“Saya tidak peduli siapa Anda, yang penting saya ingin
membalaskan dendam atas kematian Ibuku!” geram Ponari.
“Ayo, anak buah segera maju dan hajar anak ini!” perintah
Mak Erot pada anak buahnya.
Dalam sekejap terjadilah pertarungan sengit antara Ponari
melawan tiga anak buah si nenek sihir, Sandy, Keong Racun dan Tokek Belang.
Sedangkan Mak Erot bertarung dengan sengit melawan Mpok Nori.
Pertarungan antara nenek sihir dan Mpok Nori ini cukup
seru karena silih berganti mereka saling mengeluarkan ilmu kanuragan mereka,
namun guru Ponari tenaganya terkuras setelah menyerang Mak Erot dengan tenaga
dalam. Mpok Nori pun terluka dan mulutnya mengeluarkan darah karena terkena
serangan tiba-tiba Mak Erot
Sedangkan Keong Racun bertarung melawan Ponari, ia
mengeluarkan lendir sakti sehingga membungkus sekujur tubuh Ponari menjadi
beku. Ponari berusaha mengeluarkan diri mengumpulkan tenaga dalam, terus
menghancurkan lendir beku yang membungkus tubuhnya.
Monster Tokek Belang lalu membantu monster Keong Racun
dengan mengeluarkan lengkingan yang keras dan memekakkan telinga.
“Tokkeeeeek…
Tokkeeeek… Tokkeeeeek…!” Ponari merasa telinganya seperti pecah dan
mengeluarkan darah segar.
Melihat anak buahnya
kewalahan melawan monster Keong Racun, Mpok Nori mengingatkan, “Gunakan
batu petir ajaib untuk melawan monster itu”
Akhirnya Ponari mengeluarkan
batu petirnya lalu berteriak lantang, “AJIAN BATU PETIR AJAAIIBB……!!”
Maka keluarlah petir yang sangat dahsyat dari batu itu,
sambar menyambar dan mengenai monster Tokek Belang dan Keong Racun hingga
terlempar beberapa puluh meter ke belakang dengan kondisi setengah gosong.
Si nenek sihir kaget melihat anak buahnya berhasil
dikalahkan, ia memerintahkan Sandy untuk mengeluarkan Ajian Wedhus Gembel untuk
melawan ilmu Batu Petir Ajaib Ponari.
“Sandy, kamu lawan dia dan gunakan ilmu Wedhus Gembelmu!”
teriak Mak Erot pada Sandy.
“Ayo, kamu maju di sini lawan aku!” tantang
Ponari
Sandy pun maju dan mengambil kuda-kuda dan tenaga dalam
untuk menampung semua energi dari alam yang berupa air, udara, tanah dan api.
Setelah semua kekuatan terkumpul Sandy melepaskan energi tersebut ke arah
Ponari
“AJIAN WEDHUS GEMBEEEELL…!!!”
Menyemburlah awan
panas bercampur debu menghempaskan dan menerbangkan Ponari ke angkasa hingga
menembus awan di langit. Tubuh Ponari terkulai lemah dan kemudian terjatuh
dengan kecepatan tinggi dari angkasa bak meteor yang terbakar mengeluarkan api
dari antariksa menuju bumi. Saat itulah Ponari mengeluarkan ilmu kanuragan yang
dia miliki lalu dipadukan dengan kekuatan batu petir ajaibnya, maka ia
mengeluarkan jurus andalannya.
“MBAH PETRUK TURUN DARI KHAYANGAN…!!”
Maka menggelegarlah kilatan petir yang dahsyat membentuk
bayangan Mbah Petruk dan mengenai tubuh Mak Erot hingga gosong sedangkan tubuh
Sandy hanya tersambar dikit dan terlempar ke belakang dari posisinya. Sang
nenek sihir Mak Erot tewas mengenaskan dengan tubuh gosong terbakar. Setelah
kematian Mak Erot pengaruh hipnotis pada Sandy juga ikut hilang.
Sandy pun terbebas dari pengaruh sihir Mak Erot “Hei,
siapa kalian kenapa aku berada di sini?” tanya Sandy keheranan melihat kondisi
berantakan di sekitarnya.
“Saya Ponari, yang ingin membalaskan dendam Ibuku pada
nenek sihir ini dan kamu berada di bawah pengaruh sihirnya, hingga kamu tega
menghancurkan beberapa desa dan menculik gadis perawan di desa kami.” pungkas
Ponari
“Apa..!! Padahal tadinya aku juga melawan nenek sihir ini
karena telah menghancurkan desaku tapi kenapa aku juga ikut-ikutan
menghancurkan desa yang lain,” sesal Sandy.
Tak lama kemudian datanglah serombongan warga desa
termasuk Shinta dan Jojo yang datang mencari Sandy anak Jojo, termasuk keluarga
Nazar dan Udin. Kedua monster Keong Racun dan Tokek Belang yang pingsan
tiba-tiba mengecil setelah istri Udin datang menghampiri suami dan anaknya
Nazar.
“Bapak! Anakku! Kenapa bisa kalian berubah jadi binatang
seperti ini, kembalilah padaku, Pak!!” tangis istrinya sambil mengecup kening
Keong Racun dan Tokek Belang yang sudah mengecil.
Tiba-tiba, wujud Keong Racun dan Tokek Belang dalam
sekejap berubah kembali ke wujud manusia. Akhirnya Nazar dan Udin merasa senang
telah kembali ke bentuk semula dan Udin meminta maaf pada istrinya karena telah
berbuat senonoh dan menghianati cintanya, begitu pun anaknya Nazar meminta maaf
pada ibunya karena telah berbuat dosa besar padahal dia belum menikah.
Kehidupan warga di desa-desa sekitar Gunung Merapi
kembali tenang dan tentram seperti sedia kala setelah kematian Mak Erot.
******
Cerita
ini selesai ditulis di Desa Carawali Kab. Sidrap, Sulsel tanggal 12 November
2011