Tampilkan postingan dengan label Dongengku. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Dongengku. Tampilkan semua postingan

Jumat, 18 November 2011

Keong Racun dan Tokek Belang Part 4


CERITA DONGENG
(EDISI REVISI)

EMPAT :
KEONG RACUN DAN TOKEK BELANG
Part 4. Mpok Nori dan Ponari titisan Dewa Petir
Karya : La Dawan Piazza

     Setelah Mak Erot berhasil membawa 20 orang anak perempuan untuk dijadikan tumbal di sebuah jurang yang curang, setahun setelah kejadian itu mereka bermaksud melakukan ritual tahunan untuk lebih meningkatkan kesaktiannya. Maka Mak Erot pun bermaksud menyerang desa lainnya untuk menculik beberapa anak perawan desa.
***********
     Kembali ke masa sepuluh tahun silam saat terjadinya letusan Gunung Merapi. Di sebuah desa terpencil dekat kaki Gunung Merapi. Desa Cangkringan nama desa itu, di sana tinggallah sepasang suami istri yang sedang hamil tua. Kondisi Desa Cangkringan saat itu lagi lengang. Karena warga desa panik menyelamatkan diri akibat adanya isu Gunung Merapi akan meletus, dalam suasana hujan deras dan suara guntur sambar menyambar.
     Sarjono nama suami perempuan hamil itu panik ingin menyelamatkan diri bersama istrinya. Namun niatnya diurungkan, karena saat itu sang istri hendak melahirkan hari itu juga. Saat warga mulai mengungsi menjauhi amukan Gunung Merapi, ia bersusah payah mencari bantuan warga untuk mencari dukun beranak. Namun usahanya sia-sia belaka karena tak menemukan seorang pun warga. Akhirnya, ia pasrah seraya berdoa agar bayi dan istrinya diselamatkan Tuhan.
     “Ya… Tuhan! Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang! Tolonglah jiwa anak istri saya. Ya, Tuhan! Mudahkanlah proses persalinannya demi menyelamatkan nyawa istri dan anakku. Hanya Engkaulah yang Maha Perkasa dan tempat memohon ampunan bagi hambamu yang tak berdaya ini!” doa Sarjono dalam hati.
     Waktu Sarjono lagi khusyuk berdoa pada Tuhan. Lalu ia dikejutkan oleh suara panggilan istrinya, “Paak!! Tolong cepat panggil dukun beranak, Ibu nggak kuat nahan rasa, nih?”
     “Sabar ya Bu, tawakkal saja sama Tuhan! Saya sudah mencoba mencari warga, tapi Bapak tidak menemukan seorang pun?”
     “Kalau begitu, Bapak sajalah yang bantu Ibu melahirkan.”
     “Baiklah Bu, coba Ibu tarik napas ya,” kata suaminya. “Ikuti hitungan Bapak, Satu…dua…tiga!” lanjut Sarjono mencoba membantu kelahiran anaknya
     Napas perempuan hamil tersengal-sengal mengikuti tarikan napas “Huuuh… Huuuh…  Huuuh…!!” berusaha mengikuti aba-aba suaminya. Sang istri pun bersusah payah mengejan dan sepertinya istrinya kehabisan tenaga untuk melahirkan.
     Tiba-tiba, malam itu sebuah kilat besar menggelegar dahsyat dan menyambar pohon dekat rumah Sarjono hingga roboh. Nyaris saja menimpa rumah Sarjono, tapi meleset beberapa meter dari rumahnya. Hanya bagian teras rumah saja yang mengalami kerusakan di bagian atap, karena terkena ujung dahan pohon yang tumbang tersebut.
     Namun bersamaan dengan sambaran kilat tadi terdengar suara tangis bayi yang keras dari rumah Sarjono, “Ngeaa… Ngeaa… Ngeaa… !!!” Akhirnya, istrinya sudah melahirkan bayi mungil yang lucu dan sakti mandraguna.
     “Anak kita sudah lahir, Bu…!!! Anak kita laki-laki” teriak Sarjono bahagia tanda tak percaya doanya dikabulkan Tuhan.
     “Tuhan telah mengabulkan doa kita, Pak!” ujar istrinya terkulai lemas.
     “Karena anak kita laki-laki, Bapak beri nama Ponari Titisan Dewa Petir. Karena dia lahir bersamaan saat petir lagi menyambar rumah kita Bu,” pungkas Sarjono
     “Semoga saja anak ini dapat menjadi orang yang berbakti pada orang tua ya, Pak!” seru  istrinya.
     Sarjono dan istrinya berhasil menyelamatkan diri sesaat setelah Ponari kecil lahir. Sarjono dengan susah payah memboyong bayi kecilnya dan menuntung istrinya keluar dari desa ke tempat pengungsian. Mereka tergopoh-gopoh dengan wajah pucat dan istrinya berjalan tertatih-tatih sehabis melahirkan, berusaha sekuat tenaga menghindari letusan Gunung Merapi.
     Setelah mereka berada di tempat yang aman, Gunung Merapi meletus dengan dahsyatnya dan meratakan seluruh desa termasuk menimbung rumah Sarjono di Desa Cangkringan dengan debu vulkanik yang sangat panas.
     Desa Cangkringan yang hilang dari peta dunia, akibat letusan Gunung Merapi berhasil di kosongkan oleh pemerintah dan akan di jadikan hutan lindung. Dan penghuninya dibuatkan tempat hunian baru yang agak jauh dari kaki Gunung Merapi.
     Ponari kecil pun dirawat dengan penuh kasih sayang oleh orang tuanya di tempat pengungsian baru yang di beri nama Desa Dompol . Keluarga Sarjono tinggal di sana sampai anaknya Ponari menginjak usia 10 tahun dan memiliki adik bayi baru berusia setahun.
******
     Sepuluh tahun kemudian, setelah musibah letusan Gunung Merapi memporak-porandakan Desa Cangkringan hingga hilang dari peta dunia.
     Suatu hari Ponari lagi bermain kelereng bersama teman sebayanya tak jauh dari rumahnya, dan saat itu turun hujan deras disertai petir hingga membuat anak-anak itu pada berlari berlindung dari hujan. Tiba-tiba, kepala Ponari seperti ada yang menyambit dengan batu. Ia lalu memungut batu berwarna putih yang mengenai kepalanya.
     Saat batu itu dipegang terasa sangat panas hingga membuat Ponari ketakutan dan membuang batu tersebut dari tangannya. Namun karena penasaran, ia mengambil kembali batu itu dan ternyata sudah terasa dingin karena telah diguyur air hujan.
     Akhirnya, ia membawa pulang batu itu ke rumahnya dan memberitahu ibunya bahwa ia menemukan batu ajaib. Ibunya yang melihat batu tersebut kaget bukan kepalang karena itu adalah batu petir yang sakti mandraguna. Ibu Ponari lalu menyimpan batu tersebut ke dalam almari pakaian.
Pada suatu malam yang gelap gulita,  adik kecil Ponari yang baru berusia 1 tahun mengalami sakit demam yang sangat parah. Kondisi tubuh adiknya kejang-kejang dan menampakkan memar di sekujur tubuhnya. Ibunya histeris dan kasak-kusuk mencari bantuan.
Di tengah perkampungan yang gelap gulita dan belum ada lampu penerangan listrik. Keluarganya panik untuk mencari dukun beranak yang akan mengobati adik Ponari. Mengandalkan lampu obor yang sering padam dihembuskan angin malam yang bertiup kencang saat itu. Tak memungkinkan memanggil dukun pengobatan dalam waktu cepat.
 Namun ibunya baru teringat dengan batu ajaib yang ditemukan beberapa hari yang lalu. Kemudian ibunya bergegas mengambil batu itu di lemari lalu batu itu diserahkan sama Ponari agar mencelupkan batu ajaib tersebut ke dalam gelas yang berisi air putih. Ajaibnya, setelah menenggak minuman itu adik bayi Ponari langsung sembuh malam itu juga. Kejang-kejang dan memar di sekujur tubuhnya berangsur-angsur menghilang.
Desas desus tentang kesaktian Ponari menyebar sampai ke pelosok desa hingga berbondong-bondonglah warga untuk berobat di sana. Selama berhari-hari rumah Ponari ramai dikunjungi orang hingga ada pasiennya yang jauh-jauh datang dari daerah lainnya hanya untuk berobat sama Ponari.
Berjubelnya antrian pasien membuat ia kewalahan menangani pasiennya yang begitu banyak, apalagi antrian itu sudah memakan korban. Ketika seorang nenek-nenek tua yang meninggal karena kelelahan mengantri selama 2 hari. Ponari merasa bersalah akhirnya ia berniat pergi bertapa seorang diri untuk menambah kesaktiannya dan meninggalkan semua pasien-pasiennya.
Dalam pengembaraan itu, ia bertemu seorang nenek-nenek yang tinggal seorang diri dekat air terjun tempat Ponari hendak melakukan pertapaan.
“Hai anak muda apa gerangan Anda datang ke daerah ini seorang diri?” sapa nenek itu.
“Saya ingin bertapa di tempat ini, untuk menambah kesaktianku, Nek,” jawab Ponari. “Tapi siapakah Anda tiba-tiba ada di tempat ini?” tanyanya kemudian.
“Wahai anak muda, perkenalkan nama saya Mpok Nori yang tinggal tidak jauh dari air terjun keramat ini,” kata nenek tersebut.
“Kesaktian apa yang hendak kamu inginkan anak muda?” tanya Mpok Nori.
“Saya ingin menambah kesaktian batu petir ajaib ini agar lebih sakti mandraguna dan tak terkalahkan oleh ilmu yang lain,” kata Ponari memperlihatkan batu petirnya.
“Jika kamu ingin lebih sakti bertapalah di bawah air terjun itu selama 7 jam 7 hari 7 malam 7 bulan, maka kesaktian yang kamu impikan akan terkabulkan. Setelah kamu melakukan pertapaan. Datanglah ke gubuk saya untuk saya latih ilmu silat,” jawab Mpok Nori.
“Baik Paduka Guru!” seru Ponari sambil bersujud di depan Mpok Nori.
“Bangkitlah wahai anak muda silahkan lakukan perintah saya tadi,” ujar Mpok Nori.
Ponari kemudian bertapa di bawah guyuran air terjun selama 7 jam 7 hari 7 malam 7 bulan, hingga tak sadar sekujur tubuhnya telah ditumbuhi lumut dan tanaman merambat.
Waktu terus berjalan,  7 bulan kemudian Ponari lalu terbangun dari pertapaannya. Ia lalu bergegas menuju gubuk nenek tadi untuk belajar ilmu silat. Singkat cerita Ponari pun segera di latih ilmu silat oleh Mpok Nori hingga mencapai tingkat mahir dan menguasai ilmu kanuragan. Hingga tiba saatnya Ponari ingin kembali lagi ke desanya, dan alangkah terkejutnya dia setelah kembali.
Tampak desa Ponari hancur lebur dan rata dengan tanah. Ponari panik, lalu segera mencari kedua orang tuanya dan ia melihat bekas rumahnya yang hancur terbakar menjadi puing. Setelah lama berkeliling mencari orang tuanya, akhirnya ia bertemu dengan beberapa warga desa yang tampak mencari barang-barang sisa dibekas reruntuhan rumahnya.
“Apa yang telah terjadi di desa ini?” kata Ponari pada warga.
“Beberapa hari lalu nenek sihir Mak Erot beserta anak buahnya Sandy, monster Keong Racun dan Tokek Belang datang ke desa ini menculik gadis perawan desa. Kemudian menghancurkan desa ini setelah beberapa warga desa berusaha melawan mereka,” kata warga desa.
“Kalau boleh tahu ke manakah kedua orang tuaku, apakah mereka baik-baik saja!” tanya Ponari.
“Bapak kamu baik-baik saja dan beliau ada di tempat pengungsian di atas bukit sana, tetapi Ibu kamu tewas ketika berusaha menyelamatkan adik kamu yang masih bayi?” kata warga desa.
“Apakah adik bayi saya juga tewas?” Ponari bertanya
“Iya, keduanya terbakar di dalam rumah yang dihancurkan oleh anak buah Mak Erot,” kata warga desa.
Dengan penuh amarah Ponari berteriak seraya mengepalkan kedua tangannya dengan kuat. “Aku akan membalas dendam atas kematian Ibu dan Adikku! Tolong katakan di manakah tempat perempuan desa itu disekap oleh mereka,” kata Ponari geram.
“Mereka dibawa ke sebuah tempat dekat jurang yang dalam untuk dikorbankan!” jawab warga desa.
Setelah mendapatkan informasi lokasi tempat penyekapan para wanita di desanya, lalu Ponari berangkat kembali ke rumah guru silatnya Mpok Nori untuk mengajaknya ikut serta melawan Mak Erot beserta anak buahnya.
Tak lama kemudian tibalah Ponari dan gurunya di lembah yang dimaksud warga desa tadi. Suasana di lembah tersebut sangat horor satu persatu dari perawan itu disembelih terus dijatuhkan ke dasar jurang untuk persembahan untuk arwah penghuni jurang tersebut. Mereka berdua mengendap-ngendap di balik rimbun semak belukar hutan untuk melihat persembahan itu.
Karena nggak tahan melihat kejadian itu maka Ponari dan gurunya segera keluar dari persembunyiannya seraya berteriak.
“Hentikan kebiadaban kalian wahai para pembunuh, lepaskan para wanita itu!” teriak Ponari.
Mendengar teriakan itu Mak Erot menoleh dan menghentikan sejenak persembahannnya.
“Hai, siapakah kalian berani-berani menganggu acara persembahan kami!” kata Mak Erot geram.
“Saya adalah Ponari dan ini adalah guru saya Mpok Nori,” jawab Ponari.
“Kenapa kalian datang ke tempat ini wahai anak muda,” pungkas Mak Erot.
“Saya datang ke sini untuk membebaskan para wanita yang kalian culik dari desa kami dan untuk membalaskan kematian Ibuku!” tantang Ponari.
“Kalian berani menantang saya ya, kalian belum tahu siapa saya! Saya adalah Mak Erot nenek sihir yang paling sakti di negeri ini.  Ha... Ha… Ha… !!” tawa Mak Erot terbahak-bahak.
“Saya tidak peduli siapa Anda, yang penting saya ingin membalaskan dendam atas kematian Ibuku!” geram Ponari.
“Ayo, anak buah segera maju dan hajar anak ini!” perintah Mak Erot pada anak buahnya.
Dalam sekejap terjadilah pertarungan sengit antara Ponari melawan tiga anak buah si nenek sihir, Sandy, Keong Racun dan Tokek Belang. Sedangkan Mak Erot bertarung dengan sengit melawan Mpok Nori.
Pertarungan antara nenek sihir dan Mpok Nori ini cukup seru karena silih berganti mereka saling mengeluarkan ilmu kanuragan mereka, namun guru Ponari tenaganya terkuras setelah menyerang Mak Erot dengan tenaga dalam. Mpok Nori pun terluka dan mulutnya mengeluarkan darah karena terkena serangan tiba-tiba Mak Erot
Sedangkan Keong Racun bertarung melawan Ponari, ia mengeluarkan lendir sakti sehingga membungkus sekujur tubuh Ponari menjadi beku. Ponari berusaha mengeluarkan diri mengumpulkan tenaga dalam, terus menghancurkan lendir beku yang membungkus tubuhnya.
Monster Tokek Belang lalu membantu monster Keong Racun dengan mengeluarkan lengkingan yang keras dan memekakkan telinga.
 “Tokkeeeeek… Tokkeeeek… Tokkeeeeek…!” Ponari merasa telinganya seperti pecah dan mengeluarkan darah segar.
Melihat anak buahnya  kewalahan melawan monster Keong Racun, Mpok Nori mengingatkan, “Gunakan batu petir ajaib untuk melawan monster itu”
 Akhirnya Ponari mengeluarkan batu petirnya lalu berteriak lantang, “AJIAN BATU PETIR AJAAIIBB……!!”
Maka keluarlah petir yang sangat dahsyat dari batu itu, sambar menyambar dan mengenai monster Tokek Belang dan Keong Racun hingga terlempar beberapa puluh meter ke belakang dengan kondisi setengah gosong.
Si nenek sihir kaget melihat anak buahnya berhasil dikalahkan, ia memerintahkan Sandy untuk mengeluarkan Ajian Wedhus Gembel untuk melawan ilmu Batu Petir Ajaib Ponari.
“Sandy, kamu lawan dia dan gunakan ilmu Wedhus Gembelmu!” teriak Mak Erot pada Sandy.
“Ayo, kamu maju di sini lawan aku!” tantang Ponari
Sandy pun maju dan mengambil kuda-kuda dan tenaga dalam untuk menampung semua energi dari alam yang berupa air, udara, tanah dan api. Setelah semua kekuatan terkumpul Sandy melepaskan energi tersebut ke arah Ponari
“AJIAN WEDHUS GEMBEEEELL…!!!”
 Menyemburlah awan panas bercampur debu menghempaskan dan menerbangkan Ponari ke angkasa hingga menembus awan di langit. Tubuh Ponari terkulai lemah dan kemudian terjatuh dengan kecepatan tinggi dari angkasa bak meteor yang terbakar mengeluarkan api dari antariksa menuju bumi. Saat itulah Ponari mengeluarkan ilmu kanuragan yang dia miliki lalu dipadukan dengan kekuatan batu petir ajaibnya, maka ia mengeluarkan jurus andalannya.
“MBAH PETRUK TURUN DARI KHAYANGAN…!!”

Maka menggelegarlah kilatan petir yang dahsyat membentuk bayangan Mbah Petruk dan mengenai tubuh Mak Erot hingga gosong sedangkan tubuh Sandy hanya tersambar dikit dan terlempar ke belakang dari posisinya. Sang nenek sihir Mak Erot tewas mengenaskan dengan tubuh gosong terbakar. Setelah kematian Mak Erot pengaruh hipnotis pada Sandy juga ikut hilang.
Sandy pun terbebas dari pengaruh sihir Mak Erot “Hei, siapa kalian kenapa aku berada di sini?” tanya Sandy keheranan melihat kondisi berantakan di sekitarnya.
“Saya Ponari, yang ingin membalaskan dendam Ibuku pada nenek sihir ini dan kamu berada di bawah pengaruh sihirnya, hingga kamu tega menghancurkan beberapa desa dan menculik gadis perawan di desa kami.” pungkas Ponari
“Apa..!! Padahal tadinya aku juga melawan nenek sihir ini karena telah menghancurkan desaku tapi kenapa aku juga ikut-ikutan menghancurkan desa yang lain,” sesal Sandy.
Tak lama kemudian datanglah serombongan warga desa termasuk Shinta dan Jojo yang datang mencari Sandy anak Jojo, termasuk keluarga Nazar dan Udin. Kedua monster Keong Racun dan Tokek Belang yang pingsan tiba-tiba mengecil setelah istri Udin datang menghampiri suami dan anaknya Nazar.
“Bapak! Anakku! Kenapa bisa kalian berubah jadi binatang seperti ini, kembalilah padaku, Pak!!” tangis istrinya sambil mengecup kening Keong Racun dan Tokek Belang yang sudah mengecil.
Tiba-tiba, wujud Keong Racun dan Tokek Belang dalam sekejap berubah kembali ke wujud manusia. Akhirnya Nazar dan Udin merasa senang telah kembali ke bentuk semula dan Udin meminta maaf pada istrinya karena telah berbuat senonoh dan menghianati cintanya, begitu pun anaknya Nazar meminta maaf pada ibunya karena telah berbuat dosa besar padahal dia belum menikah.
Kehidupan warga di desa-desa sekitar Gunung Merapi kembali tenang dan tentram seperti sedia kala setelah kematian Mak Erot.
******
Cerita ini selesai ditulis di Desa Carawali Kab. Sidrap, Sulsel tanggal 12 November 2011

Jumat, 22 Juli 2011

Burung Nazar dan Si Udin (Nazaruddin Style 2011)

BURUNG NAZAR DAN SI UDIN

Karya : La Dawan Piazza

Pada jaman dahulu kala di sebuah negeri yang terletak di padang tandus Afrika, di mana masih banyak di jumpai kehidupan liar di sana. Ada seorang pemuda miskin bernama Si Udin dan seekor burung peliharaannya Burung Nazar. Kondisi alam yang tandus dan hanya menyisakan sedikit oasis dan padang rumput savana yang tersisa dan bisa menghidupi masyarakat yang tinggal di daerah ini.

Konon kabarnya daerah ini dalam setahun hanya turun hujan sekali dengan frekuensi yang sangat sedikit, demi melanjutkan hidupnya sehari-hari Si Udin berburu hewan liar seperti Rusa, Harimau untuk di ambil dagingnya, dan terkadang Si Udin menemukan banyak bangkai Gajah yang mati tanpa gading entah mati karena apa. Jika Gajah yang mati ini masih layak komsumsi, ia mengambil dagingnya untuk di bawa pulang tapi kalau sudah mulai membusuk ia beri sama Burung Nazar kesayangannya.

Daging yang tersisa ia jual ke pasar. Si Udin pun bergegas ke Pasar untuk menjual dagingnya untuk di tukar dengan pakaian atau gandum dan roti. Di pasar ia mendengar teriakan dari seorang penjual. “Jual Beli Gading !! Siapa yang jual gadingnya saya akan beli dengan harga yang mahal. “Saya pikir bapak bilang daging!,” kata Si Udin. “Memangnya anda tidak mendengar saya bilang gading bukan daging!,: jawab penjual gading. “Oh, maaf pak saya salah dengar!,” kata Si Udin. “Nggak apa-apa tapi kalau kamu punya gading gajah, saya akan beli dengan harga yang mahal,” kata penjual. “Iya makasih pak nanti aku datang lagi ke sini kalau saya sudah dapat gading!,”jawab Si Udin.

      Si Udin agak sedikit kecewa karena dia belum menjual dagingnya yang ia dapat untuk ditukarkan dengan gandum dan beberapa biji roti. Ia pun menuju ke penjual gandum yang sekaligus menjual roti arab. “Pak, bisa ditukar gandumnya dengan daging saya!,” kata Si Udin.tukar dengan pakaian atau gandum dan roti

SORRY MASIH DI REVISI BIAR CERITANYA LEBIH MENARIK, BESOK-BESOK GUE UPLOAD LAGI KALAU SUDAH JADI


Ini ada Foto NAZARUDDIN STYLE 2011










Rabu, 27 April 2011

Keong Racun dan Tokek Belang Part 3


CERITA DONGENG
(EDISI REVISI)

TIGA :
KEONG RACUN DAN TOKEK BELANG
Part 3. Mak Erot dan Sandy Sang Jagoan Cilik
Karya : La Dawan Piazza

Lima tahun kemudian sejak kutukan Shinta dan Jojo terbebas atau sekitar sepuluh tahun setelah Jojo dikutuk menjadi Tokek Belang oleh penunggu gua keramat, Mbah Marijan.
     Suatu hari yang cerah di Desa Tegal Sari. Jojo tiba-tiba teringat dengan kedua orang tuanya sejak sudah menikah dengan Teguh. Ia rindu kepengen pulang kampung, saat anaknya Sandy sudah menginjak umur 5 tahun. Selama lima tahun itu ia tidak pernah pulang ke desanya. Karena jarak desanya Teguh dengan Desa Cangkringan asal Jojo sangat jauh. Perjalanan ke sana harus ditempuh dengan jalan kaki selama 2 hari dengan medan yang terjal.
     Anak Jojo ini termasuk anak yang bandel dan nakal. Sandy suka mencuri cerutu Bapaknya secara sembunyi-sembunyi. Ia juga suka berkelahi dan mampu mengalahkan anak yang lebih tua dari umurnya berantem, kalau ada yang ngajakin ribut. Makanya ia dijuluki “Sandy Sang Jagoan Cilik” di desa Tegal Sari.
Apalagi saat Sandy masih dalam kandungan 5 tahun yang lalu. Terjadi letusan Gunung Merapi yang berjarak sekitar 200 Km dari kampung halaman Teguh, Desa Tegal Sari. Hingga mengakibatkan kandungan Jojo saat itu terguncang dan terkontaminasi udara panas “Wedhus Gembel” yang sempat menyelimuti desanya selama beberapa hari.
     Konon kabarnya Raja Petir Mbah Petruk inilah yang menyebabkan letusan Gunung Merapi tersebut. Karena saat pertama kali meletus tampak kilatan petir yang menyambar di puncak gunung Merapi. Kemudian mengeluarkan asap yang berwujud Mbah Petruk dengan hidung menghadap ke selatan.
     Pengaruh Gunung Merapi inilah yang mempengaruhi karakter Sandy saat ia dewasa, emosinya selalu panas sepanas awan panas Merapi, kalau ada orang lain yang mencoba menganggunya.
     Suatu hari Jojo mengutarakan niatnya pada suaminya Teguh, atas keinginannya bertemu kedua orang tuanya.
     “Mas, kayaknya kita harus ke desaku?”  tanya Jojo.
     “Apa maksud Adinda hendak ke sana?” pungkas Teguh.
     “Aku rindu sama Ibu Bapakku, Bang!”
     “Katanya kamu dulu tinggal sebatang kara dan nggak punya siapa-siapa lagi.”
     “Maafin aku, Bang! Membohongi kamu waktu itu karena sebenarnya aku masih punya keluarga di Desa Cangkringan, tempat kau temukan aku 5 tahun lalu. Tapi aku merahasiakannya karena takut kamu bakal meninggalkanku.”
     “Apa! Kenapa Adinda nggak bilang dari dulu!”
     “Sekali lagi maaf ya, Bang! Karena baru sekarang saya beritahu tentang latar belakang keluargaku.”
     Keesokan harinya, mereka berangkat ke Desa Cangkringan. Waktu yang ditempuh dua hari berjalan kaki melewati lereng-lereng bukit yang terjal. Jojo menggendong Sandy di pundaknya dan secara bergantian dengan Teguh menggendong anaknya Sandy.
Dengan menempuh perjalanan yang cukup melelahkan, akhirnya Jojo dan Teguh sampai juga di desa Pamarayang, tempat pertama kali Jojo ditemukan.
“Apakah ini desa Adinda?” tanya suaminya.
     “Sepertinya benar, Bang! Kita langsung aja ya, ke rumah orang tuaku. Siapa tahu mereka masih ada di sana?” kata Jojo.
     Sesampainya di rumah orang tuanya, tampak dari depan keadaan rumah lagi sepi. Jojo pun berteriak-teriak memanggil ibunya.
     “Ibu! Ibu! Bukain pintu, Bu? Ini Jojo, Bu! Sudah kembali ke rumah,” teriaknya.
     Tak lama berselang, Shinta yang sedang memasak di dapur menyambutnya. Alangkah kagetnya Shinta setelah ia melihat Jojo pulang ke rumah dengan berwujud manusia.
     “Jojo, kamu masih hidup atuh, Neng! Siapa yang ngebebasin kutukan itu?” tanya Shinta sambil berpelukan melepas rindu. Karena lama tidak berjumpa setelah berpisah sekian tahun, sejak pertemuan terakhir di pematang sawah.
     “Aku baik-baik aja, Shinta! Untung ada Teguh yang ngebebasin kutukanku,” jawab Jojo.
     “Kalau kamu, siapa yang ngebebasin kutukan ini?” tanya balik Jojo.
     “Ada deh, tunggu saya panggilin ya,” kata Shinta.
     “Abang! Abang! Ada yang pengen ketemu, nih!” panggil Shinta pada suaminya.
     (Okky pun keluar dari kamar) “Ada apa, yank?” sahut Okky.
     “Ini perkenalkan Jojo saudara kembarku yang pernah aku ceritakan dulu,” kata Shinta.
     “Apa!!” teriak Okky kaget melihat Jojo beserta seorang lelaki yang merasa pernah dilihatnya.
     “Ada apa, Bang?” tanya Shinta.
     “Ah, nggak apa-apa kok,” jawab Okky ngeles.
     “Oya, Jo! Ini adalah suamiku yang telah membebaskan aku dari kutukan tersebut,” ujar Shinta.
     “Oooh!! Perkenalkan nama saya, Okky!” sapa Okky pada Jojo sambil salaman.
     “Saya Jojo,” jawab Jojo.
     “Kalau nama saya Teguh,” kata Teguh memperkenalkan diri sama Okky.
     “Oya, perasaan kita pernah ketemu? Tapi di mana ya?” kata Okky penasaran.
     “Saya juga merasakan hal yang sama, kayaknya memang kita pernah bertemu,” ujar Teguh sambil mengingat-ingat.
     “Emangnya kalian saling kenal, ya?” tanya Jojo tiba-tiba.
     “Nggak sih, tapi saya rasa pernah ketemu suamimu,” pungkas Teguh.
     “Oya, aku baru ingat? Bukankah kamu si Pencari Keong Racun itu, yang pernah bertemu denganku lima tahun yang lalu?!” ingat Teguh tiba-tiba.
     “Oya, saya ingat! Kamu kan yang pernah menangkap tokek gede seukuran lengan anak kecil itu, kan!” ujar Okky.
     “Iya, betul sekali!” jawab Teguh.
     “Akhirnya kita bertemu lagi,” ujar Okky sambil memeluk dan memukul-mukul pundak Teguh.
     “Ternyata Tokek itu jelmaan Jojo, ya?” kata Okky.
     “Kenapa kamu bisa tahu?” tanya Teguh keheranan.
     “Karena Shinta pernah cerita sama saya bahwa dia kehilangan saudara kembar yang dikutuk jadi Tokek Belang,” jawabnya.  “Emangnya Jojo nggak pernah cerita sama kamu?” lanjut Okky bertanya.
     “Nggak pernah, baru kemarin aja dia cerita sama aku, bahwa dia kehilangan saudara kembar yang dikutuk menjadi Keong Racun saat melanggar sumpah Mbah Marijan di Gua Keramat,” jawab Teguh.
     “Oh… rupanya kalian sudah kaling kenal, toh!” kata Shinta.
     “Emak dan Bapak pada ke mana, ya?” tanya Jojo sama Shinta.
     “Mereka lagi berada di sawah, nanti sore baru pulang. Tunggu aja dulu!” kata Shinta.
     “Oya, ini anak kamu?” tanya Shinta. “Dia sudah gede ya, pasti dia jagoan nih.”
     “Iya, ini anak saya namanya Sandy, anaknya nakal banget, Shin! Semua anak di dekat rumah sudah dia pukul sampai nangis-nangis,” jawab Jojo.
     “Kalau kamu Shin, sudah punya anak belum?” tanya Jojo kemudian.
     “Kami belum dikarunia anak, Jo!” seru Shinta.
     “Sabar saja, ya! Nanti juga akan diberi rezeki anak sama Tuhan,” pungkas Jojo.
     Setelah lama asyik berbincang-bincang, kedua orang tua Shinta akhirnya pulang dari bekerja di sawah. Alangkah senangnya Ayah dan Ibunya, setelah bertemu kembali anaknya Jojo yang pergi entah kemana.
     Mereka telah melepas rindu setelah 10 tahun nggak pernah bertemu. Kebahagiaan Paijo dan Sartiyem bertambah sejak kepulangan anaknya Jojo beserta cucunya Sandy yang lucu dan bertubuh gempal dan menggemaskan.
     Setelah menginap beberapa minggu di rumah orang tuanya, Jojo akhirnya kembali lagi ke desa Tegal Sari kampung halaman suaminya.
*******
Di lain tempat, di lokasi Shinta dan Jojo dikutuk bersama Nazar dan Udin. Udin yang masih menjadi tokek merasa bersedih karena sampai saat ini ia belum juga ada orang yang bisa membebaskan kutukan ini, sedangkan Shinta dan Jojo sudah terbebas dari kutukannya.
     “Kenapa ya, belum ada orang yang bisa ngebebasin aku dari kutukan ini,” pikir Udin.
     “Ya, Allah semoga saja  ada orang yang menemukanku dan aku akan berbakti kepadanya seumur hidupku!” doa Nazar dalam hati.
     Beberapa saat kemudian,  datang seorang nenek tua yang sudah renta sedang melintas dekat pohon beringin, tempat tinggal Nazar dan Udin terkena kutukan.
     ”Tolong aku! Tolong bebaskan aku!” terdengar sayup-sayup suara minta tolong Nazar dan Udin, saat nenek tua itu berjalan.
     Nenek itu mendengar teriakan mereka. “Sepertinya ada yang minta tolong tapi di mana ya?” katanya
     “Kami di sini Nek, di atas pohon beringin,” jawab mereka.
“Di atas pohon? Tapi aku nggak melihat ada orang di atas,” kata nenek itu kaget.
 “Kami di sini Nek, kami adalah seekor Tokek Belang dan Keong Racun,” jawabnya serentak.
     Sang nenek pun akhirnya menemukan mereka dan membawa kedua binatang ini ke gubuk deritanya di tengah hutan belantara.
     ”Kalian harus ikut aku, saya akan bantu membebaskan kalian dari kutukan ini,” kata nenek itu.
     “Iya Nek, makasih telah membantu kesulitan kami,” ujar Udin.
********
     Ternyata nenek tua itu adalah seorang nenek sihir jahat yang sedang mencari kesaktian bernama Mak Erot. Ia hanya memanfaatkan Nazar dan Udin sebagai centengnya untuk memudahkan ambisinya mendapatkan kesaktian dan kehidupan abadi.
     Maka dibawalah Keong Nazar dan Tokek Udin ke gubuk yang kondisinya sudah rewot dan berantakan di sana-sini, mereka berdua lalu dibawa ke ruang prakteknya. Mak Erot pun segera mengambil ramuan dari rak obatnya yang sudah dipenuhi debu. Diambillah sejenis balsem ajaib hasil racikannya, kemudian meletakkan kedua tubuh Nazar dan Udin ke atas meja yang sudah lapuk.
     Mulut Mak Erot komat-kamit membaca mantra sambil mengoleskan balsem ajaib tadi dengan mengurut kedua tubuh Nazar dan Udin naik turun. Selang beberapa menit kemudian maka berubahlah kedua tubuh tersebut menjadi monster Keong Racun dan Tokek Belang raksasa yang akan dimanfaatkan untuk menculik anak perawan di desa-desa.
     Suatu hari yang cerah, Mak Erot dan kedua monsternya mendatangi desa tempat tinggal Jojo dan memporak-porandakan desa Tegal Sari demi mencari anak gadis di desa tersebut untuk dijadikan tumbal buat kesaktiannya. Monster Tokek Belang mulai beraksi, ia mengeluarkan suara yang menggelegar memekakkan telinga dan membuat warga yang mendengar suara Tokek Belang, gendang telinganya jadi pecah dan mengeluarkan darah segar.
Beberapa warga berusaha melawan kedua monster tersebut, tapi usaha perlawanan mereka kalah. Karena monster Keong Racun mengeluarkan lendir yang cukup banyak sehingga membuat orang yang berusaha menyerang monster itu terpeleset dan terjatuh saking licinnya.
     Tak lama kemudian muncullah anak Jojo, Sandy Sang Jagoan Cilik dari desa Tegal Sari berusaha membantu warga desa yang di serang oleh kedua monster jahat itu.
     “Siapakah kalian? Kenapa anda menganggu ketenangan warga desa kami!” teriak Sandy menantang.
     “Hi… hi… hi…!!” (tawa Mak Erot)
     “Hei… anak kecil!! Jangan ganggu urusan kami! Kami mencari anak perawan di desa ini untuk dijadikan tumbal,” kata Mak Erot dengan suara parau.
     “Kami tidak akan memberikan anak gadis di desa kami! Sebelum Anda menculik gadis di sini, langkahin dulu mayat saya!” tantang Sandy.
     “Kurang ajar, kau belum tahu siapa saya! Berani-beraninya anak kecil menantangku bertarung! Hayoo… seraaaangg dia!!!” teriak Mak Erot memerintahkan anak buahnya.
Monster Tokek Belang kemudian maju menyerang Sandy. Monster itu mengeluarkan bunyi andalannya, “TOKEEEK….. TOKEEEK….. TOKEEEK….. !!!” dengan suara keras yang menggelegar dan memekakkan telinga. Tapi suara keras itu berhasil ditahan oleh Sandy dengan kekuatannya, sehingga tidak membuat pecah gendang telinganya.
Sandy kemudian mengeluarkan sebatang cerutu ajaib yang pernah dicuri dari Bapaknya dan membakarnya, lalu mengisapnya seraya berteriak :
“SEMBURAN ASAP BULAAAAT DARI GUNUNG MERAPI….!!!!!” teriaknya lalu mengambil kuda-kuda membentangkan kedua tangannya ke samping lalu mendorong keluar asap itu diikuti dengan kedua tangan yang dibentangkan di depan dada.
Maka menyemburlan asap bulat dari mulut Sandy yang lama-kelamaan semakin membesar dan menghempaskan tubuh monster Tokek Belang beberapa meter ke belakang. Monster tersebut terlempar dan mengerang akibat kepanasan dengan Semburan Asap Bulat Sandy.

“AAAAARGHH….!!” teriak monster Tokek Belang mengerang kesakitan.
Menyaksikan salah satu anak buahnya berhasil dikalahkan. Mak Erot memerintahkan monster  Keong Racun menyerang Sandy. Monster itu lalu mengeluarkan jurus lendir beracun yang sangat banyak dari tubuhnya dan mengenai tubuh Sandy.
Sekujur tubuh Sandy yang terkena lendir beracun lalu membeku  dan membungkus tubuhnya menyerupai seekor kepompong, sehingga sangat sulit bernapas dan melepaskan diri. Dengan sekuat tenaga ia berusaha melepaskan diri dari lendir tersebut dengan berontak dalam kepompong itu. Sandy mengoyang-goyangkan tubuhnya agar kepompong itu retak dan pecah namun tetap tak bisa. Sandy berhenti berontak sejenak dan diam membisu.
Melihat hal itu Mak Erot tertawa terbahak-bahak, “Ha…. ha…. ha…. !!! anak itu berhasil aku kalahkan.”
Namun Sandy belum meninggal, tapi ia berkonsentrasi penuh memfokuskan ilmu pernapasannya dengan mengambil semua energi dari alam di sekitarnya. Di saat dalam posisi mengumpulkan energi inilah, sekelabat angin sepoi-sepoi yang dingin merasuki tubuh orang-orang di sekitarnya.
Sandy mengumpulkan energi dari tanah, air, api dan udara, ia juga mengumpulkan semua energi dari Gunung Berapi dan energi dari magma yang tersimpang dalam perut bumi.
Saat energi sudah terkumpul semuanya Sandy lalu terbangun dari pertapaannya dan dengan lantang berteriak, “AJIAN WHEDUS GEMBEEEEEELL!!!”

 Kemudian hancurlah cairan lendir yang lengket dan beku dari sekujur tubuhnya. Ajian ini mengeluarkan asap yang sangat panas dan menutupi area di sekitarnya dengan debu yang beterbangan. Mak Erot dan anak buahnya terhempas jauh ratusan meter akibat gelombang kejut ajian wedhus gembel Sandy. Monster Keong Racun yang terkena langsung ajian ini mengerang kesakitan seraya berteriak, “Panaaas… Panaas... Panaaas…!!!”
Melihat kedua monsternya terkapar lemas dan nggak bisa bertarung lagi, Mak Erot mengambil alih pertarungan. Ia berkonsentrasi dengan kedua telapak tangan bertemu di depan dada Mak Erot berusaha memasuki alam pikiran Sandy dengan cara menghipnotisnya hingga tak sadarkan diri. Sandy akhirnya terpengaruh hipnotis dan alam sadarnya di bawah kendali Mak Erot si nenek sihir.
Sandy yang terpengaruh sihir Mak Erot lalu mengikuti setiap perintah Mak Erot. Kemudian Sandy di bawa oleh nenek sihir ke gubuknya di tengah hutan setelah memporak-porandakan desa Tegal Sari. Sandy lalu dijampi-jampi agar selalu terpengaruhi dengan sihir Mak Erot. Ia memanfaatkan kesaktian Sandy untuk menculik gadis perawan di desa-desa yang ada di wilayah tersebut. Setelah Sandy dilatih ilmu silat oleh Mak Erot, tubuhnya diurut agar menjadi manusia perkasa tahan lama dalam menghadapi setiap pukulan musuh.
Hampir 2 minggu  Sandy tinggal bersama Mak Erot beserta anak buahnya, monster Keong Racun dan Tokek Belang. Mereka pun berangkat ke desa lainya, tepatnya ke Desa Sukamaju untuk menculik anak perawan lainnya untuk dijadikan tumbal kesaktian Mak Erot agar tak terkalahkan di dunia persilatan.
Dari kejauhan, salah seorang warga desa Sukamaju melihat kedatangan nenek sihir ke desa mereka. Orang itu berlari ketakutan ke balai desa untuk memperingatkan warga agar menyelamatkan anak gadis mereka.
Mendengar kabar tersebut, warga desa pun panik dan berlari ketakutan menyelamatkan diri. Tak lama kemudian Mak Erot tiba di desa itu dan menggeledah rumah warga. Mereka menemukan sepasang suami istri yang sedang ketakutan.
“Di mana anak gadis kalian!” bentak Mak Erot.
“Ka... ka… kami tidak punya anak gadis, Nyai!” kata si istri terbatah-batah penuh ketakutan.
“Jangan panggil aku Nyai, panggil aku Mak Erot!”
“Iya, Mak!”
“Tolong katakan di mana semua anak gadis di desa ini, kenapa kondisinya sepi amat,” teriak Mak Erot.
“Aku tidak tahu, Mak!” jawab si istri tambah ketakutan.
“Jangan bohong kalian! Masa tidak tahu ke mana warga desa pergi.”
“Sumpah! Aku benar-benar tidak tahu, Mak!” timpal si suami.
Mak Erot kemudian memerintakan Sandy untuk menggeledah setiap rumah warga, tapi tak menemukan satu orang pun. Ternyata kabar tentang kekejaman nenek sihir Mak Erot sudah tersebar dari desa Tegal Sari ke desa-desa lainnya. Sandy lalu kembali ke rumah tadi dan melaporkan bahwa mereka tidak menemukan satu orang pun.
Mak Erot murka dan naik pitam. Ia mengancam akan membunuh kedua orang itu jika tidak memberitahu ke mana warga desa pergi.
“Sekali lagi saya katakan, ke mana semua orang-orang di desa ini?” teriak lantang Mak Erot kepada kedua orang tersebut. 
“Tidak… Tidak tahu Mak!” kata si suami.
“Jika kalian tidak katakan ke mana para penghuni desa ini, kalian berdua akan saya bunuh!” ancam Mak Erot.
“Ja… Ja… Jangan bunuh kami Mak… tapi setahu saya warga desa sini sudah mengungsi ke arah bukit, sana karena mengetahui kedatangan Anda,” jawab si suami terbatah-batah sambil menunjuk ke arah bukit yang dimaksud.
“Kurang ajar!! Ternyata rencana kita sudah tercium oleh warga desa sini!!” murka Mak Erot sambil menghempas tongkatnya ke tanah.
“Ayo kita kejar mereka siapa tahu kita bisa dapatkan gadis perawan desa ini!! Ha… ha... ha…!!” perintah Mak Erot pada anak buahnya.
“Bagaimana dengan dua orang ini, Mak?” tanya Sandy.
“Lepaskan saja mereka, ia sudah memberi informasi berharga bagi kita,” pungkas Mak Erot. 
Kedua orang suami istri tersebut, akhirnya dibebaskan oleh nenek sihir Mak Erot. Mak Erot bersama anak buahnya kemudian mengejar warga desa yang melarikan diri ke arah bukit.
*********
Warga Desa Sukamaju berbondong-bondong meninggalkan desa dan sedang dalam perjalanan menuju bukit untuk menyelamatkan diri dari kekejaman Mak Erot dan anak buahnya.
Mereka berjalan menyusuri jalan setapak yang di sisi kiri kanan jalan ditumbuhi semak belukar dan hutan lebat. Kemudian dari arah belakang muncullah Mak Erot dan anak buahnya berlari mengejar warga desa tersebut.
“Hai…kalian semua berhenti!!” teriak Sandy kepada warga desa.
Mendengar ada orang yang memanggil, warga desa berhenti dan menoleh ke belakang. Alangkah terkejutnya mereka setelah melihat Mak Erot dan anak buahnya.
“Itu Mak Erot nenek sihir yang jahat itu, ayo semuanya lari dan selamatkan diri kalian masing-masing!” teriak salah satu warga.
Mereka pada berlarian tunggang langgang menyelamatkan diri masing-masing demi menghindari kejaran Mak Erot.Tapi mereka di hadang oleh dua monster Keong Racun dan monster Tokek Belang yang tiba-tiba muncul di depan warga dan menghalangi jalan.
“Ha… ha... ha… mau lari kemana kalian semua!!!” teriak Mak Erot tertawa terbahak-bahak.
Dalam kondisi terkepung, beberapa warga desa berinisiatif mencoba melawan kedua monster yang menghalangi jalan.
“Ayooo….kita serang ramai-ramai kedua monster ini, hajaaar…!!” teriak warga.
Pertarungan hebat terjadi kian sengit, satu persatu warga menyerang kedua monster itu. Tapi perlawanan warga, berhasil dikalahkan oleh monster Keong Racun dan Tokek Belang. Semua orang yang menyerang modar satu persatu terkena ajian sakti pukulan maut monster Keong Racun dan Tokek Belang.
 Akhirnya tinggallah warga lemah yang tak bisa melawan yakni perempuan dan anak-anak. Mak Erot mengambil beberapa orang gadis perawan yang berada di antara rombongan warga tersebut.
“Ayo kalian semua kumpul disini…!!! Yang anak gadis tolong dipisahkan dari rombongan,” perintah Mak Erot.
Warga pun menuruti perintah Mak Erot. Karena yang laki-laki semuanya sudah berhasil ditaklukkan, tinggal wanita dan anak-anak saja yang masih hidup.
Akhirnya Mak Erot berhasil membawa 20 orang anak perawan ke gubuknya, lalu mereka dijadikan tumbal di sebuah jurang yang curang. Mak Erot menyiapkan acara sesajen dan ritual aneh dengan terlebih dahulu menyayat lengan gadis-gadis ini untuk diambil darahnya dan di simpan dalam batok kelapa serta ditaburi dengan kembang tujuh warna. Kemudian gadis-gadis tesebut satu persatu di dorong jatuh ke jurang yang dalam hingga tewas.
Darah gadis perawan yang sudah dikumpulkan menjadi satu, kemudian ia minum sambil membaca mantra  penambah kesaktian tubuh  supaya ilmu sihirnya tak tertandingi. Tubuh Mak Erot tambah gagah perkasa dengan di tandai dengan munculnya angin yang berhembus sangat kencang di sekitarnya dan matanya melotot berwarna merah pertanda kesaktiannya sudah bertambah.
*******
Siapakah orang yang berhasil mengalahkan Mak Erot dan anak buahnya silahkan baca kelanjutan kisahnya.

Cerita ini selesai ditulis di Desa Carawali Kab. Sidrap, Sulsel tanggal 19 April 2011

Baca kelanjutan ceritanya di sini KEONG RACUN DAN TOKEK BELANG 4