Tampilkan postingan dengan label Cerpen. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Cerpen. Tampilkan semua postingan

Kamis, 05 Juli 2012

KISAH CINTA SEORANG ISTRI SOLEHA


Penulis : Muhammad Ridwan

Amanda namanya, dia adalah istri dari seorang ulama kampung yang setiap hari masuk daerah pedalaman untuk berdakwah kepada penduduk disana. Dia masih berumur 14 tahun saat dinikahi oleh ustas Aminuddin yang saat itu berusia 25 tahun, hingga menjelang 30 tahun pernikahannya ia belum juga dikarunia seorang anak laki-laki yang kelak akan melanjutkan perjuangannya dalam berdakwah ke pelosok desa terpencil.

Kehidupan keluarga ini sangat sederhana, terkadang sang istri hanya makan sekali sehari agar suaminya bisa makan setelah pulang ke rumah, sebab Amanda ditinggal berminggu-minggu oleh suaminya untuk berdakwah. Apabila di dapur tidak ada apa-apa untuk dimakan ustas Aminuddin hanya meminum segelas air putih dan sebiji pisang untuk menjanggal perutnya yang kosong, tapi jika ada rezeki lebih berupa bekal makanan dari pemberian warga desa yang ditempati berdakwah ia berikan semuanya kepada istri untuk dimasak. Tapi Amanda dengan tabah menjalani hidup susah bersama suaminya selama 30 tahun tanpa dikarunia seorang putra.

Hingga suatu malam ustas Aminuddin berdoa agar selalu dicukupkan rezeki yang didapatnya dari berdakwah dan selalu menjaga hatinya agar senantiasa selalu bersyukur atas nikmat yang diberikan Tuhan kepada keluarganya. Ketika sang ustas tertidur ia bermimpi didatangi seorang laki-laki berjubah putih dan memberi saran agar segera menikah lagi untuk mendapatkan keturunan yang kelak akan melapangkan rezeki bagi keluarganya. Tapi mimpi itu tidak langsung diberitahu kepada istrinya karena takut mennyakiti hati istrinya.

Suatu hari beliau pergi berdakwah ke daerah pedalaman terpencil tanpa akses kendaraan masuk ke wilayah tersebut, ia rela berjalan kaki puluhan kilometer menyusuri jalan setapak demi dakwah dijalan Allah. Sesampai ditempat tujuan beliau memberikan ceramah di surau desa tersebut serta menjumpai seorang santri wanita yang wajahnya mirip seperti yang terlihat dalam mimpinya semalam, hingga ia pun memberanikan diri berkenalan sama sang akhwan.
”Siapa gerangan nama adinda?” tanya pak ustas.
“Nama saya Hamidah pak ustas!” jawabnya.
“Bolehkan aku bertemu kedua orang tuamu wahai adinda!” kata pak Ustas
“Boleh, tapi ada maksud apa Pak Ustas ingin bertemu kedua orang tua saya,” kata hamidah penasaran.
“Saya ingin menyampaikan maksud bahwa saya ingin melamar adinda sebagai istriku, agar kelak bisa memberikan aku keturunan yang sholeh untuk melanjutkan dakwah saya.

Hamidah kaget dan gembira bukan kepalang mendengar pernyataan pak Ustas yang baru dikenalnya, tiba-tiba menyatakan lamarannya.

Setelah sang ustas berbincang-bincang dengan Hamidah di surau, akhirnya ia menemui kedua orang tuanya untuk menyampaikan lamarannya, dengan penjelasan yang baik dan masuk akal orang tua sang gadis pun menerimanya. Tapi terlebih dahulu sang ustas memberitahu mereka bahwa dia punya istri dan harus meminta restu istrinya agar mengizinkan dia menikah lagi untuk memberinya seorang keturunan yang didambakannya selama 30 tahun.

Dalam perjalanan pulang, dalam hati sang ustas merasa ragu untuk menyampaikan maksud hatinya kepada istrinya untuk menikah lagi sedangkan dia sendiri tidak sanggup menafkahi istrinya secara materi, apalagi kalau memiliki istri dua apakah dia sanggup menafkahi dua-duanya. Tapi hal itu tetap ingin ia utarakan pada sang Istri sesampainya dirumah.

Sang ustas pun tiba ke rumah dengan membawa bekal dari kampung Hamidah berupa hasil bumi untuk dibawakan istrinya. Sehari setelah sampai dirumah sang suami memanggil istrinya

“Wahai adindaku tersayang saya ingin mengatakan sesuatu padamu, tapi aku takut hal ini akan menyakiti hatimu,” kata pak ustas

“Katakanlah wahai kakandaku, aku tidak akan marah jika memang hal itu dijalan kebenaran,” jawab istrinya.

“Beberapa hari yang lalu saya bermimpi bertemu seorang gadis muslimah dan seorang laki-laki berjubah putih menyuruh saya untuk menikahinya agar mendapatkan seorang keturunan yang kelak akan melanjutkan dakwah saya”, kata pak ustas bercerita.

“Apakah kakanda yakin dengan mimpinya semalam bahwa itu sebuah ilham dari Allah SWT ?,” tanya istrinya ragu.
“Ya, aku yakin dengan wanita yang saya lihat mimpinya semalam itu, karena saya sudah bertemu dengannya di surau desa terpencil yang barusan aku kunjungi. Wajah wanita itu persis mirip dengan mimpi saya semalam, jadi sudihkah kiranya saya diizinkan untuk menikah lagi ?,” tanyanya lagi.

“Jika memang kiranya itu untuk kepentingan dakwah di jalan Allah SWT saya bersedia untuk merestui perkawinan kakanda, karena selama 30 tahun kita menikah aku  nggak sanggup memberimu keturunan,” kata istrinya sambil menangis sesengukan.

“Kenapa engkau menangis adinda bukankah kau sudah menyetujui perkawinan ini!” kata pak ustas pada istrinya.

“Aku sedih karena tidak bisa membahagiakan suamiku tercinta dengan memberinya seorang putra, aku juga takut jika kelak kasih sayang kakanda tidak sama lagi seperti dulu hingga kakanda lebih menyayangi istri mudanya,” jawab Amanda.

“Tenangkanlah hatimu wahai adindaku tersayang, aku senantiasa akan tetap berbuat adil untuk membagi cintaku sama adinda” katanya.

Setelah mendapat persetujuan istrinya akhirnya Ustas Aminuddin dan Hamidah gadis desa berumur 20 tahun itu melangsungkan pernikahan dengan meriah yang dihadiri istri tuanya. Singkat cerita tiga bulan setelah menikah akhirnya Hamidah hamil dan alangkah senangnya ustas Aminuddin mengetahui istrinya hamil.

Dan akhirnya Hamidah pun melahirkan anak lelaki lucu dari buah perkawinan keduanya, istri pertamanya juga ikut merawat anak dari Hamidah istri keduanya tanpa ada rasa kecemburuan sedikit pun. Mereka tampaknya akur dan hidup rukun dalam urusan pekerjaan rumah serta bergantian masak di dapur yang membuat pekerjaan rumah tangga cepat selesai.

Setelah anak ini beranjak dewasa rezeki pun mulai berdatangan, tadinya sang ustas yang hanya keluar masuk pedalaman untuk berdakwah dikontrak oleh sebuah perusahaan rekaman lokal untuk membawakan ceramah-ceramah yang direkam dalam bentuk kepingan CD. Sehingga sang ustas lebih dikenal masyarakat dan banyak mendapat panggilan ceramah dari Mesjid ke Mesjid dan CD-nya laku dibeli masyarakat.

Pada saat beredarnya kaset CD ceramahnya dipasaran, sebuah stasiun TV lokal setempat meliriknya dan ustas Aminuddin mendapatkan kontrak dan  tawaran ceramah Subuh setiap hari di TV tersebut sehingga menambah pundi-pundi penghasilan sang ustas yang sebelumnya hidup pas-pasan selama 30 tahun perkawinannya tanpa harus bersusah payah lagi keluar masuk pedalaman memberikan ceramah disaat usianya sudah setengah abad.

Anak dari perkawinan keduanya inilah yang membawa rezeki kepada sang ustas setelah sekian lama hidup susah bersama istri pertamanya dan ketabahan dan untaian kasih sayang istri pertamanya ini yang ingin di madu dengan wanita lain demi kepentingan dakwah sang suami juga ikut menyumbang tambahan rezeki buat keluarganya. Dan sang anak ini kelak akan melanjutkan perjuangan ayahnya untuk tetap memberikan ceramah bagi warga didaerah terpencil yang kekurangan tenaga pengajar dibidang agama.

Kamis, 15 Maret 2012

DARI MENJUAL ROTI HINGGA MERINTIS USAHA WARUNG MAKAN SABILI


Penulis : La Dawan Piazza
Pengarang Cerita Rakyat Modern

AKU BISA
“Pandanglah hari ini.Kemarin sudah menjadi mimpi.Dan esok hari hanyalah sebuah visi. Tetapi, hari ini yang sungguh nyata, menjadikan kemarin sebagai mimpi kebahagiaan, dan setiap hari esok sebagai visi harapan” – Alexander Pope
Aku berasal dari  Jawa merantau ke Maluku sejak kecil mengikuti orang tua yang mengadu nasib dan peruntungan di daerah transmigrasi di Maluku. Pada tahun 1998 aku datang ke kota Makassar untuk melanjutkan kuliah. Sebut saja namaku Mas Johan, aku datang ke kota yang sangat asing bagiku dengan berbekal modal pas-pasan dan ijazah SMU demi untuk kuliah di Unhas. Aku merantau ke Makassar dari pulau seberang di daerah Maluku sana, dengan modal seadanya, aku akhirnya sampai juga di Makassar untuk mengejar cita-citaku untuk melanjutkan kuliah.
Modal yang aku pegang pun hanya cukup untuk bekal UMPTN saja, tak terasa akhirnya akuditerima masuk di perguruan tinggi UNHAS. Perjuangan tidak berhenti sampai disini, karena aku sadari bahwa untuk melajutkan perkuliahan ini harus ada modal materi yang dimiliki.
Sebagai seorang perantauan dari tanah Jawa, orang tuaku yang hanya berprofesi sebagai petani dan penjual bakso tidaklah mampu mengirimkan aku uang kiriman setiap bulan dengan lancar seperti mahasiswa pada umumnya. Demi bertahan hidup ditengah kerasnya kehidupan kota Makassar dan untuk menekan biaya hidup kost-kostan. Aku memutuskan tinggal dan tidur di Mushallah Kampus Unhas dengan menempati ruangan bekas gudang berukuran 3 X 3 meter.
Selama kuliah sampai menyelesaikan gelar Sarjana S1 di UNHAS, aku tinggal di Mushalla tersebut. Untuk biaya makan tiap bulan aku memutuskan berjualan roti di  kampus dengan cara menitipkan ke kantin-kantin kampus unhas. Roti-roti yang aku titipkan ramai diserbu rekan-rekan mahasiswa hingga membuat aku tetap bisa bertahan hidup di Makassar.
Aku aktif di pengajian-pengajian yang sering diselenggarakan di Mushalla kampus hingga aku mengenal banyak teman-teman yang peduli dengan nasibku. Mereka sahabat terbaik bagiku tempat curhat dan berkeluh kesah di tengah sulitnya hidup di kota demi melanjutkan kuliah. Kadang-kadang mereka patungan mengumpulkan uang untukku sebagai ongkos buat makan aku tiap bulan, tetapi aku tidak ingin terus menerus membebani mereka maka kuputuskan untuk mandiri dan berusaha mencari penghasilan tambahan.
Pada  tahun 2002 aku melihat sebuah tanah kosong di Pintu II Unhas yang terbengkalai dan tidak dimanfaatkan sebagai tempat bisnis. Atas inisiatif dan dorongan dari teman-teman pengajian, aku didesak agar menyewa dan memanfaatkan lahan kosong tersebut untuk di jadikan tempat usaha kuliner bakso. Mereka pun patungan mengumpulkan uang untuk modal awal usaha kuliner bakso tersebut hingga akhirnya terkumpullah uang sebesar Rp. 500.000.
Tetapi karena aku tidak terlalu bisa memasak dan membuat resep masakan bakso, akhirnya aku memutuskan kembali ke Jawa untuk belajar membuat bakso kepada orang tua dan saudara-saudaraku hingga aku mahir memasaknya sendiri. Aku ke Jawa karena kebetulan keluargaku yang ada di Maluku sana semuanya sudah kembali ke Jawa setelah puluhan tahun tinggal di wilayah transmigrasi. Selama tiga bulan aku belajar masak bakso dan tahun itu juga aku kembali ke Makassar untuk melanjutkan kuliahku dengan membawa serta adik perempuanku untuk membantu memulai usaha kuliner bakso tersebut.
Kendala utama yang aku alami adalah modal usaha, modal sebesar Rp. 500.000 yang dikumpulkan teman-teman di Mushalla tidaklah cukup untuk menyewa tanah di Pintu II UNHAS  yang saat itu harga sewanya Rp. 1.000.000 per-tahun. Belum lagi ongkos membuat kios tempat usaha dan gerobak bakso serta bahan-bahan yang diperlukan.
Dengan modal nekad akhirnya kuputuskan untuk membuat  proposal bantuan modal usaha kepada Walikota Makassar dan Bupati Maros pada saat itu dengan janji akan mengembalikan modal pinjaman tersebut dalam jangka waktu satu tahun. Syukur Alhamdulillah proposal yang aku ajukan, diterima dengan baik oleh Walikota  Makassar  dengan memberikan modal awal sebesar Rp. 500.000 dan Bupati Maros sebesar Rp. 1.200.000.
Modal dari sumbangan pemerintah Kota Makassar dan Kab.Maros tersebut aku gunakan untuk menyewa lahan dan membuat gerobak serta kios. Setelah tempat usaha ini selesai dibuat, akhirnya kios baksoku kukasihnama WARUNG SABILI, karena kebetulan aku pembaca setia Majalah Islam terbesar di Indonesia. Awal memulai usaha ini aku hanya berjualan bakso saja tapi karena melihat banyaknya pembeli maka kuputuskan membuat resep Nasi Goreng, Nasi Campur, Nasi Ayam dll agar pembeli tidak bosan dengan menu yang itu-itu saja.
Perlahan tapi pasti warung tersebut mulai ramai dikunjungi para mahasiswa Unhas disela-sela waktu istirahat kuliah. Hingga akhirnya tidak sampai satu tahun aku berhasil mengembalikan modal pinjaman dari pemerintah daerah. Walhasil, melihat kusuksesan dan kegigihan saya dalam menjalankan bisnis kuliner ini Walikota Makassar dan Bupati Maros malah memberi aku lagi pinjaman lunak yang totalnya berjumlah Rp. 5.000.000, jumlahnya lima kali lipat dari modal awal saat aku pertama kali mengajukan proposal bantuan modal.
Berbekal tambahan modal tersebut aku memutuskan untuk membuka cabang baru di Jalan Bung Makassar yang sampai sekarang masih eksis dan mempekerjakan pemuda-pemuda pengangguran sekampung saya yang aku datangkan dari tanah Jawa. Usaha yang aku rintis dengan modal nekad tadi, akhirnya dapat menikahi seorang muslimah di Makassar sejak 2 tahun warung ini berjalan.
Walaupun usahaku mulai menunjukkan kemajuan pesat, namun aku masih sempat meluangkan waktu dan rezeki untuk berbagi dengan anak-anak yang kurang mampu dikawasan tersebut, aku menjadi salah satu donator buat sekolah khusus bagi anak jalanan yang kami dirikan bersama teman-temanku kuliahku.
Tahun demi tahun usaha yang aku geluti selama jadi mahasiswa Unhas semakin maju sehingga  pada tahun 2006 aku memutuskan menyewa ruko di Jalan Raya Perintis Kemerdekaan dengan desain dan interior yang modern di samping WARUNG LESEHAN PAK DANI yang lebih dahulu maju dan terkenal di Kota Makassar.

Tapi beberapa tahun terakhir Cabang yang aku buka berangsur-angsur ditutup karena terkena penggusuran oleh para kaum kapitalis bermodal besar sehingga menggusur semua usaha jajanan mahasiswa di Pintu II Unhas akibat perluasan pembangunan RS.Wahidin Sudirohusodo yang sempat didemo mahasiswa dan mengakibatkan bentrok fisik antara mahasiswa melawan aparat Satpol PP karena ingin membantu pengusaha kecil agar tempat ini tidak terkena gusuran. Mahasiswa membantu para pedagang dengan melakukan demonstasi karena tempat makan dan ngumpul-ngumpulnya kalau tengah malam kena gusur.
Akhirnya cabang Warung Sabili di ruko Perintis Kemerdekaan juga ditutup, karena aku tidak sanggup membayar sewa ruko yang mencapai 35.000.000 per-tahun, usaha kuliner kami juga harus bersaing dengan pengunjung dan penikmat jajanan kuliner langganan LESEHAN PAK DANI dan LESEHAN DAMAI. Aku memutuskan membuka cabang di Jl. Bulusaraung Makassar akibat ditutupnya cabang di ruko Jl. Perintis Kemerdekaan dengan menyewa bangunan tua yang harga sewanya lebih murah, agar bisa menekan biaya sewa ruko agar tidak terus merugi jika pembelinya berkurang.
Sekarang ini aku kembali ke tanah Jawa bersama istri yang aku persunting di Kota Makassar dengan hanya bermodal nekad tadi, aku kembali ke Jawa karena aku dan istriku diterima menjadi PNS dan membiarkan usaha yang aku rintis sejak awal dikelola oleh saudara-saudaraku yang lain. Dan mempekerjakan beberapa karyawan dari anak muda yang ingin maju dan hidup mandiri demi mengurangi pengangguran di negeriku ini yang tidak mampu mensejahterahkan rakyatnya.

Kisah diatas bisa memberikan kita inspirasi betapa dahsyatnya energi yang bisa ditimbulkan dari kemampuan untuk memotivasi diri “AKU BISA SUKSES DENGAN MODAL NEKAD”.Kadang kita tidak sadari bahwa ketika kita dalam keadaan terjepit atau kepepet sesuatu yang kita anggap tidak mungkin menjadi sangat mungkin untuk terjadi dan menjadi sederhana untuk dilakukan.

Catatan Penulis :

Kisah ini adalah hasil wawancara saya dengan pemilik Warung Sabili  Mas Johan pada bulan Desember Tahun 2006 saat saya bekerja sebagai Reporter Tabloid Bisnisman Makassar terbitan tahun 2006-2007. Walaupun kisah ini sebuah cerita lama yang sudah lama berlalu tapi saya kagum dengan perjuangan Mas Johan dalam merintis usahanya dengan modal nol persen, dia hanya berbekal modal nekad dan keberanian. Mungkin beberapa cerita dari kisah ini jika tidak sesuai dengan cerita aslinya karena saya sudah lupa dengan hasil wawancara saya tapi inti dari perjuangannya membesarkan Warung Sabili masih tersimpan dan terngiang-ngiang dikepalaku.

Warung Sabili di Jl. Bung Makassar
Foto : Muhammad Ridwan (3 Januari 2012)

Rabu, 27 April 2011

Keong Racun dan Tokek Belang Part 3


CERITA DONGENG
(EDISI REVISI)

TIGA :
KEONG RACUN DAN TOKEK BELANG
Part 3. Mak Erot dan Sandy Sang Jagoan Cilik
Karya : La Dawan Piazza

Lima tahun kemudian sejak kutukan Shinta dan Jojo terbebas atau sekitar sepuluh tahun setelah Jojo dikutuk menjadi Tokek Belang oleh penunggu gua keramat, Mbah Marijan.
     Suatu hari yang cerah di Desa Tegal Sari. Jojo tiba-tiba teringat dengan kedua orang tuanya sejak sudah menikah dengan Teguh. Ia rindu kepengen pulang kampung, saat anaknya Sandy sudah menginjak umur 5 tahun. Selama lima tahun itu ia tidak pernah pulang ke desanya. Karena jarak desanya Teguh dengan Desa Cangkringan asal Jojo sangat jauh. Perjalanan ke sana harus ditempuh dengan jalan kaki selama 2 hari dengan medan yang terjal.
     Anak Jojo ini termasuk anak yang bandel dan nakal. Sandy suka mencuri cerutu Bapaknya secara sembunyi-sembunyi. Ia juga suka berkelahi dan mampu mengalahkan anak yang lebih tua dari umurnya berantem, kalau ada yang ngajakin ribut. Makanya ia dijuluki “Sandy Sang Jagoan Cilik” di desa Tegal Sari.
Apalagi saat Sandy masih dalam kandungan 5 tahun yang lalu. Terjadi letusan Gunung Merapi yang berjarak sekitar 200 Km dari kampung halaman Teguh, Desa Tegal Sari. Hingga mengakibatkan kandungan Jojo saat itu terguncang dan terkontaminasi udara panas “Wedhus Gembel” yang sempat menyelimuti desanya selama beberapa hari.
     Konon kabarnya Raja Petir Mbah Petruk inilah yang menyebabkan letusan Gunung Merapi tersebut. Karena saat pertama kali meletus tampak kilatan petir yang menyambar di puncak gunung Merapi. Kemudian mengeluarkan asap yang berwujud Mbah Petruk dengan hidung menghadap ke selatan.
     Pengaruh Gunung Merapi inilah yang mempengaruhi karakter Sandy saat ia dewasa, emosinya selalu panas sepanas awan panas Merapi, kalau ada orang lain yang mencoba menganggunya.
     Suatu hari Jojo mengutarakan niatnya pada suaminya Teguh, atas keinginannya bertemu kedua orang tuanya.
     “Mas, kayaknya kita harus ke desaku?”  tanya Jojo.
     “Apa maksud Adinda hendak ke sana?” pungkas Teguh.
     “Aku rindu sama Ibu Bapakku, Bang!”
     “Katanya kamu dulu tinggal sebatang kara dan nggak punya siapa-siapa lagi.”
     “Maafin aku, Bang! Membohongi kamu waktu itu karena sebenarnya aku masih punya keluarga di Desa Cangkringan, tempat kau temukan aku 5 tahun lalu. Tapi aku merahasiakannya karena takut kamu bakal meninggalkanku.”
     “Apa! Kenapa Adinda nggak bilang dari dulu!”
     “Sekali lagi maaf ya, Bang! Karena baru sekarang saya beritahu tentang latar belakang keluargaku.”
     Keesokan harinya, mereka berangkat ke Desa Cangkringan. Waktu yang ditempuh dua hari berjalan kaki melewati lereng-lereng bukit yang terjal. Jojo menggendong Sandy di pundaknya dan secara bergantian dengan Teguh menggendong anaknya Sandy.
Dengan menempuh perjalanan yang cukup melelahkan, akhirnya Jojo dan Teguh sampai juga di desa Pamarayang, tempat pertama kali Jojo ditemukan.
“Apakah ini desa Adinda?” tanya suaminya.
     “Sepertinya benar, Bang! Kita langsung aja ya, ke rumah orang tuaku. Siapa tahu mereka masih ada di sana?” kata Jojo.
     Sesampainya di rumah orang tuanya, tampak dari depan keadaan rumah lagi sepi. Jojo pun berteriak-teriak memanggil ibunya.
     “Ibu! Ibu! Bukain pintu, Bu? Ini Jojo, Bu! Sudah kembali ke rumah,” teriaknya.
     Tak lama berselang, Shinta yang sedang memasak di dapur menyambutnya. Alangkah kagetnya Shinta setelah ia melihat Jojo pulang ke rumah dengan berwujud manusia.
     “Jojo, kamu masih hidup atuh, Neng! Siapa yang ngebebasin kutukan itu?” tanya Shinta sambil berpelukan melepas rindu. Karena lama tidak berjumpa setelah berpisah sekian tahun, sejak pertemuan terakhir di pematang sawah.
     “Aku baik-baik aja, Shinta! Untung ada Teguh yang ngebebasin kutukanku,” jawab Jojo.
     “Kalau kamu, siapa yang ngebebasin kutukan ini?” tanya balik Jojo.
     “Ada deh, tunggu saya panggilin ya,” kata Shinta.
     “Abang! Abang! Ada yang pengen ketemu, nih!” panggil Shinta pada suaminya.
     (Okky pun keluar dari kamar) “Ada apa, yank?” sahut Okky.
     “Ini perkenalkan Jojo saudara kembarku yang pernah aku ceritakan dulu,” kata Shinta.
     “Apa!!” teriak Okky kaget melihat Jojo beserta seorang lelaki yang merasa pernah dilihatnya.
     “Ada apa, Bang?” tanya Shinta.
     “Ah, nggak apa-apa kok,” jawab Okky ngeles.
     “Oya, Jo! Ini adalah suamiku yang telah membebaskan aku dari kutukan tersebut,” ujar Shinta.
     “Oooh!! Perkenalkan nama saya, Okky!” sapa Okky pada Jojo sambil salaman.
     “Saya Jojo,” jawab Jojo.
     “Kalau nama saya Teguh,” kata Teguh memperkenalkan diri sama Okky.
     “Oya, perasaan kita pernah ketemu? Tapi di mana ya?” kata Okky penasaran.
     “Saya juga merasakan hal yang sama, kayaknya memang kita pernah bertemu,” ujar Teguh sambil mengingat-ingat.
     “Emangnya kalian saling kenal, ya?” tanya Jojo tiba-tiba.
     “Nggak sih, tapi saya rasa pernah ketemu suamimu,” pungkas Teguh.
     “Oya, aku baru ingat? Bukankah kamu si Pencari Keong Racun itu, yang pernah bertemu denganku lima tahun yang lalu?!” ingat Teguh tiba-tiba.
     “Oya, saya ingat! Kamu kan yang pernah menangkap tokek gede seukuran lengan anak kecil itu, kan!” ujar Okky.
     “Iya, betul sekali!” jawab Teguh.
     “Akhirnya kita bertemu lagi,” ujar Okky sambil memeluk dan memukul-mukul pundak Teguh.
     “Ternyata Tokek itu jelmaan Jojo, ya?” kata Okky.
     “Kenapa kamu bisa tahu?” tanya Teguh keheranan.
     “Karena Shinta pernah cerita sama saya bahwa dia kehilangan saudara kembar yang dikutuk jadi Tokek Belang,” jawabnya.  “Emangnya Jojo nggak pernah cerita sama kamu?” lanjut Okky bertanya.
     “Nggak pernah, baru kemarin aja dia cerita sama aku, bahwa dia kehilangan saudara kembar yang dikutuk menjadi Keong Racun saat melanggar sumpah Mbah Marijan di Gua Keramat,” jawab Teguh.
     “Oh… rupanya kalian sudah kaling kenal, toh!” kata Shinta.
     “Emak dan Bapak pada ke mana, ya?” tanya Jojo sama Shinta.
     “Mereka lagi berada di sawah, nanti sore baru pulang. Tunggu aja dulu!” kata Shinta.
     “Oya, ini anak kamu?” tanya Shinta. “Dia sudah gede ya, pasti dia jagoan nih.”
     “Iya, ini anak saya namanya Sandy, anaknya nakal banget, Shin! Semua anak di dekat rumah sudah dia pukul sampai nangis-nangis,” jawab Jojo.
     “Kalau kamu Shin, sudah punya anak belum?” tanya Jojo kemudian.
     “Kami belum dikarunia anak, Jo!” seru Shinta.
     “Sabar saja, ya! Nanti juga akan diberi rezeki anak sama Tuhan,” pungkas Jojo.
     Setelah lama asyik berbincang-bincang, kedua orang tua Shinta akhirnya pulang dari bekerja di sawah. Alangkah senangnya Ayah dan Ibunya, setelah bertemu kembali anaknya Jojo yang pergi entah kemana.
     Mereka telah melepas rindu setelah 10 tahun nggak pernah bertemu. Kebahagiaan Paijo dan Sartiyem bertambah sejak kepulangan anaknya Jojo beserta cucunya Sandy yang lucu dan bertubuh gempal dan menggemaskan.
     Setelah menginap beberapa minggu di rumah orang tuanya, Jojo akhirnya kembali lagi ke desa Tegal Sari kampung halaman suaminya.
*******
Di lain tempat, di lokasi Shinta dan Jojo dikutuk bersama Nazar dan Udin. Udin yang masih menjadi tokek merasa bersedih karena sampai saat ini ia belum juga ada orang yang bisa membebaskan kutukan ini, sedangkan Shinta dan Jojo sudah terbebas dari kutukannya.
     “Kenapa ya, belum ada orang yang bisa ngebebasin aku dari kutukan ini,” pikir Udin.
     “Ya, Allah semoga saja  ada orang yang menemukanku dan aku akan berbakti kepadanya seumur hidupku!” doa Nazar dalam hati.
     Beberapa saat kemudian,  datang seorang nenek tua yang sudah renta sedang melintas dekat pohon beringin, tempat tinggal Nazar dan Udin terkena kutukan.
     ”Tolong aku! Tolong bebaskan aku!” terdengar sayup-sayup suara minta tolong Nazar dan Udin, saat nenek tua itu berjalan.
     Nenek itu mendengar teriakan mereka. “Sepertinya ada yang minta tolong tapi di mana ya?” katanya
     “Kami di sini Nek, di atas pohon beringin,” jawab mereka.
“Di atas pohon? Tapi aku nggak melihat ada orang di atas,” kata nenek itu kaget.
 “Kami di sini Nek, kami adalah seekor Tokek Belang dan Keong Racun,” jawabnya serentak.
     Sang nenek pun akhirnya menemukan mereka dan membawa kedua binatang ini ke gubuk deritanya di tengah hutan belantara.
     ”Kalian harus ikut aku, saya akan bantu membebaskan kalian dari kutukan ini,” kata nenek itu.
     “Iya Nek, makasih telah membantu kesulitan kami,” ujar Udin.
********
     Ternyata nenek tua itu adalah seorang nenek sihir jahat yang sedang mencari kesaktian bernama Mak Erot. Ia hanya memanfaatkan Nazar dan Udin sebagai centengnya untuk memudahkan ambisinya mendapatkan kesaktian dan kehidupan abadi.
     Maka dibawalah Keong Nazar dan Tokek Udin ke gubuk yang kondisinya sudah rewot dan berantakan di sana-sini, mereka berdua lalu dibawa ke ruang prakteknya. Mak Erot pun segera mengambil ramuan dari rak obatnya yang sudah dipenuhi debu. Diambillah sejenis balsem ajaib hasil racikannya, kemudian meletakkan kedua tubuh Nazar dan Udin ke atas meja yang sudah lapuk.
     Mulut Mak Erot komat-kamit membaca mantra sambil mengoleskan balsem ajaib tadi dengan mengurut kedua tubuh Nazar dan Udin naik turun. Selang beberapa menit kemudian maka berubahlah kedua tubuh tersebut menjadi monster Keong Racun dan Tokek Belang raksasa yang akan dimanfaatkan untuk menculik anak perawan di desa-desa.
     Suatu hari yang cerah, Mak Erot dan kedua monsternya mendatangi desa tempat tinggal Jojo dan memporak-porandakan desa Tegal Sari demi mencari anak gadis di desa tersebut untuk dijadikan tumbal buat kesaktiannya. Monster Tokek Belang mulai beraksi, ia mengeluarkan suara yang menggelegar memekakkan telinga dan membuat warga yang mendengar suara Tokek Belang, gendang telinganya jadi pecah dan mengeluarkan darah segar.
Beberapa warga berusaha melawan kedua monster tersebut, tapi usaha perlawanan mereka kalah. Karena monster Keong Racun mengeluarkan lendir yang cukup banyak sehingga membuat orang yang berusaha menyerang monster itu terpeleset dan terjatuh saking licinnya.
     Tak lama kemudian muncullah anak Jojo, Sandy Sang Jagoan Cilik dari desa Tegal Sari berusaha membantu warga desa yang di serang oleh kedua monster jahat itu.
     “Siapakah kalian? Kenapa anda menganggu ketenangan warga desa kami!” teriak Sandy menantang.
     “Hi… hi… hi…!!” (tawa Mak Erot)
     “Hei… anak kecil!! Jangan ganggu urusan kami! Kami mencari anak perawan di desa ini untuk dijadikan tumbal,” kata Mak Erot dengan suara parau.
     “Kami tidak akan memberikan anak gadis di desa kami! Sebelum Anda menculik gadis di sini, langkahin dulu mayat saya!” tantang Sandy.
     “Kurang ajar, kau belum tahu siapa saya! Berani-beraninya anak kecil menantangku bertarung! Hayoo… seraaaangg dia!!!” teriak Mak Erot memerintahkan anak buahnya.
Monster Tokek Belang kemudian maju menyerang Sandy. Monster itu mengeluarkan bunyi andalannya, “TOKEEEK….. TOKEEEK….. TOKEEEK….. !!!” dengan suara keras yang menggelegar dan memekakkan telinga. Tapi suara keras itu berhasil ditahan oleh Sandy dengan kekuatannya, sehingga tidak membuat pecah gendang telinganya.
Sandy kemudian mengeluarkan sebatang cerutu ajaib yang pernah dicuri dari Bapaknya dan membakarnya, lalu mengisapnya seraya berteriak :
“SEMBURAN ASAP BULAAAAT DARI GUNUNG MERAPI….!!!!!” teriaknya lalu mengambil kuda-kuda membentangkan kedua tangannya ke samping lalu mendorong keluar asap itu diikuti dengan kedua tangan yang dibentangkan di depan dada.
Maka menyemburlan asap bulat dari mulut Sandy yang lama-kelamaan semakin membesar dan menghempaskan tubuh monster Tokek Belang beberapa meter ke belakang. Monster tersebut terlempar dan mengerang akibat kepanasan dengan Semburan Asap Bulat Sandy.

“AAAAARGHH….!!” teriak monster Tokek Belang mengerang kesakitan.
Menyaksikan salah satu anak buahnya berhasil dikalahkan. Mak Erot memerintahkan monster  Keong Racun menyerang Sandy. Monster itu lalu mengeluarkan jurus lendir beracun yang sangat banyak dari tubuhnya dan mengenai tubuh Sandy.
Sekujur tubuh Sandy yang terkena lendir beracun lalu membeku  dan membungkus tubuhnya menyerupai seekor kepompong, sehingga sangat sulit bernapas dan melepaskan diri. Dengan sekuat tenaga ia berusaha melepaskan diri dari lendir tersebut dengan berontak dalam kepompong itu. Sandy mengoyang-goyangkan tubuhnya agar kepompong itu retak dan pecah namun tetap tak bisa. Sandy berhenti berontak sejenak dan diam membisu.
Melihat hal itu Mak Erot tertawa terbahak-bahak, “Ha…. ha…. ha…. !!! anak itu berhasil aku kalahkan.”
Namun Sandy belum meninggal, tapi ia berkonsentrasi penuh memfokuskan ilmu pernapasannya dengan mengambil semua energi dari alam di sekitarnya. Di saat dalam posisi mengumpulkan energi inilah, sekelabat angin sepoi-sepoi yang dingin merasuki tubuh orang-orang di sekitarnya.
Sandy mengumpulkan energi dari tanah, air, api dan udara, ia juga mengumpulkan semua energi dari Gunung Berapi dan energi dari magma yang tersimpang dalam perut bumi.
Saat energi sudah terkumpul semuanya Sandy lalu terbangun dari pertapaannya dan dengan lantang berteriak, “AJIAN WHEDUS GEMBEEEEEELL!!!”

 Kemudian hancurlah cairan lendir yang lengket dan beku dari sekujur tubuhnya. Ajian ini mengeluarkan asap yang sangat panas dan menutupi area di sekitarnya dengan debu yang beterbangan. Mak Erot dan anak buahnya terhempas jauh ratusan meter akibat gelombang kejut ajian wedhus gembel Sandy. Monster Keong Racun yang terkena langsung ajian ini mengerang kesakitan seraya berteriak, “Panaaas… Panaas... Panaaas…!!!”
Melihat kedua monsternya terkapar lemas dan nggak bisa bertarung lagi, Mak Erot mengambil alih pertarungan. Ia berkonsentrasi dengan kedua telapak tangan bertemu di depan dada Mak Erot berusaha memasuki alam pikiran Sandy dengan cara menghipnotisnya hingga tak sadarkan diri. Sandy akhirnya terpengaruh hipnotis dan alam sadarnya di bawah kendali Mak Erot si nenek sihir.
Sandy yang terpengaruh sihir Mak Erot lalu mengikuti setiap perintah Mak Erot. Kemudian Sandy di bawa oleh nenek sihir ke gubuknya di tengah hutan setelah memporak-porandakan desa Tegal Sari. Sandy lalu dijampi-jampi agar selalu terpengaruhi dengan sihir Mak Erot. Ia memanfaatkan kesaktian Sandy untuk menculik gadis perawan di desa-desa yang ada di wilayah tersebut. Setelah Sandy dilatih ilmu silat oleh Mak Erot, tubuhnya diurut agar menjadi manusia perkasa tahan lama dalam menghadapi setiap pukulan musuh.
Hampir 2 minggu  Sandy tinggal bersama Mak Erot beserta anak buahnya, monster Keong Racun dan Tokek Belang. Mereka pun berangkat ke desa lainya, tepatnya ke Desa Sukamaju untuk menculik anak perawan lainnya untuk dijadikan tumbal kesaktian Mak Erot agar tak terkalahkan di dunia persilatan.
Dari kejauhan, salah seorang warga desa Sukamaju melihat kedatangan nenek sihir ke desa mereka. Orang itu berlari ketakutan ke balai desa untuk memperingatkan warga agar menyelamatkan anak gadis mereka.
Mendengar kabar tersebut, warga desa pun panik dan berlari ketakutan menyelamatkan diri. Tak lama kemudian Mak Erot tiba di desa itu dan menggeledah rumah warga. Mereka menemukan sepasang suami istri yang sedang ketakutan.
“Di mana anak gadis kalian!” bentak Mak Erot.
“Ka... ka… kami tidak punya anak gadis, Nyai!” kata si istri terbatah-batah penuh ketakutan.
“Jangan panggil aku Nyai, panggil aku Mak Erot!”
“Iya, Mak!”
“Tolong katakan di mana semua anak gadis di desa ini, kenapa kondisinya sepi amat,” teriak Mak Erot.
“Aku tidak tahu, Mak!” jawab si istri tambah ketakutan.
“Jangan bohong kalian! Masa tidak tahu ke mana warga desa pergi.”
“Sumpah! Aku benar-benar tidak tahu, Mak!” timpal si suami.
Mak Erot kemudian memerintakan Sandy untuk menggeledah setiap rumah warga, tapi tak menemukan satu orang pun. Ternyata kabar tentang kekejaman nenek sihir Mak Erot sudah tersebar dari desa Tegal Sari ke desa-desa lainnya. Sandy lalu kembali ke rumah tadi dan melaporkan bahwa mereka tidak menemukan satu orang pun.
Mak Erot murka dan naik pitam. Ia mengancam akan membunuh kedua orang itu jika tidak memberitahu ke mana warga desa pergi.
“Sekali lagi saya katakan, ke mana semua orang-orang di desa ini?” teriak lantang Mak Erot kepada kedua orang tersebut. 
“Tidak… Tidak tahu Mak!” kata si suami.
“Jika kalian tidak katakan ke mana para penghuni desa ini, kalian berdua akan saya bunuh!” ancam Mak Erot.
“Ja… Ja… Jangan bunuh kami Mak… tapi setahu saya warga desa sini sudah mengungsi ke arah bukit, sana karena mengetahui kedatangan Anda,” jawab si suami terbatah-batah sambil menunjuk ke arah bukit yang dimaksud.
“Kurang ajar!! Ternyata rencana kita sudah tercium oleh warga desa sini!!” murka Mak Erot sambil menghempas tongkatnya ke tanah.
“Ayo kita kejar mereka siapa tahu kita bisa dapatkan gadis perawan desa ini!! Ha… ha... ha…!!” perintah Mak Erot pada anak buahnya.
“Bagaimana dengan dua orang ini, Mak?” tanya Sandy.
“Lepaskan saja mereka, ia sudah memberi informasi berharga bagi kita,” pungkas Mak Erot. 
Kedua orang suami istri tersebut, akhirnya dibebaskan oleh nenek sihir Mak Erot. Mak Erot bersama anak buahnya kemudian mengejar warga desa yang melarikan diri ke arah bukit.
*********
Warga Desa Sukamaju berbondong-bondong meninggalkan desa dan sedang dalam perjalanan menuju bukit untuk menyelamatkan diri dari kekejaman Mak Erot dan anak buahnya.
Mereka berjalan menyusuri jalan setapak yang di sisi kiri kanan jalan ditumbuhi semak belukar dan hutan lebat. Kemudian dari arah belakang muncullah Mak Erot dan anak buahnya berlari mengejar warga desa tersebut.
“Hai…kalian semua berhenti!!” teriak Sandy kepada warga desa.
Mendengar ada orang yang memanggil, warga desa berhenti dan menoleh ke belakang. Alangkah terkejutnya mereka setelah melihat Mak Erot dan anak buahnya.
“Itu Mak Erot nenek sihir yang jahat itu, ayo semuanya lari dan selamatkan diri kalian masing-masing!” teriak salah satu warga.
Mereka pada berlarian tunggang langgang menyelamatkan diri masing-masing demi menghindari kejaran Mak Erot.Tapi mereka di hadang oleh dua monster Keong Racun dan monster Tokek Belang yang tiba-tiba muncul di depan warga dan menghalangi jalan.
“Ha… ha... ha… mau lari kemana kalian semua!!!” teriak Mak Erot tertawa terbahak-bahak.
Dalam kondisi terkepung, beberapa warga desa berinisiatif mencoba melawan kedua monster yang menghalangi jalan.
“Ayooo….kita serang ramai-ramai kedua monster ini, hajaaar…!!” teriak warga.
Pertarungan hebat terjadi kian sengit, satu persatu warga menyerang kedua monster itu. Tapi perlawanan warga, berhasil dikalahkan oleh monster Keong Racun dan Tokek Belang. Semua orang yang menyerang modar satu persatu terkena ajian sakti pukulan maut monster Keong Racun dan Tokek Belang.
 Akhirnya tinggallah warga lemah yang tak bisa melawan yakni perempuan dan anak-anak. Mak Erot mengambil beberapa orang gadis perawan yang berada di antara rombongan warga tersebut.
“Ayo kalian semua kumpul disini…!!! Yang anak gadis tolong dipisahkan dari rombongan,” perintah Mak Erot.
Warga pun menuruti perintah Mak Erot. Karena yang laki-laki semuanya sudah berhasil ditaklukkan, tinggal wanita dan anak-anak saja yang masih hidup.
Akhirnya Mak Erot berhasil membawa 20 orang anak perawan ke gubuknya, lalu mereka dijadikan tumbal di sebuah jurang yang curang. Mak Erot menyiapkan acara sesajen dan ritual aneh dengan terlebih dahulu menyayat lengan gadis-gadis ini untuk diambil darahnya dan di simpan dalam batok kelapa serta ditaburi dengan kembang tujuh warna. Kemudian gadis-gadis tesebut satu persatu di dorong jatuh ke jurang yang dalam hingga tewas.
Darah gadis perawan yang sudah dikumpulkan menjadi satu, kemudian ia minum sambil membaca mantra  penambah kesaktian tubuh  supaya ilmu sihirnya tak tertandingi. Tubuh Mak Erot tambah gagah perkasa dengan di tandai dengan munculnya angin yang berhembus sangat kencang di sekitarnya dan matanya melotot berwarna merah pertanda kesaktiannya sudah bertambah.
*******
Siapakah orang yang berhasil mengalahkan Mak Erot dan anak buahnya silahkan baca kelanjutan kisahnya.

Cerita ini selesai ditulis di Desa Carawali Kab. Sidrap, Sulsel tanggal 19 April 2011

Baca kelanjutan ceritanya di sini KEONG RACUN DAN TOKEK BELANG 4

Senin, 22 November 2010

Keong Racun dan Tokek Belang Part 2


SERI CERITA DONGENG
(EDISI REVISI)

DUA :
KEONG RACUN DAN TOKEK BELANG
Part 2. Shinta Jojo Terbebas dari kutukan
Karya : La Dawan Piazza

     Lima tahun kemudian setelah Shinta Jojo dikutuk menjadi Keong Racun tampaknya suasana di rumah orang tuanya, sudah tenang dan suasananya kembali normal seperti semula. Tapi Sartiyem Ibunda Shinta dan Jojo masih belum melupakan kepergian kedua anak gadisnya yang tidak diketahui rimbanya.
     Tidak jauh dari desa Shinta dan Jojo yang terletak di lereng dua buah gunung yang mengapit. Di puncak gunung sebelah kanan dari desa Shinta Jojo terdapat sebuah desa kecil, Tegal Sari nama desa tersebut dan dihuni 20 KK. Di desa tersebut hidup sebuah keluarga kecil yang bahagia bernama Tarjo dan Ngatini bersama putranya yang bernama Teguh. Pekerjaan sehari-hari Teguh adalah pencari Tokek Belang untuk dijual, karena konon kabarnya tokek jenis ini dapat menyembukan penyakit HIV/AIDS.
     Suatu hari si Teguh hendak ke desa Cangkringan yang berada di kaki bukit untuk mencari tokek. Ia pun mengutarakan niatnya kepada kedua orang tuanya, Tarjo dan Ngatini.
     “Ibu, Teguh besok pagi hendak ke desa seberang di bawah kaki bukit sana?” tanya Teguh pada ibunya Ngatini.
     “Ada maksud apa? Kamu mau ke desa seberang, Nak!” tanya ibunya.
     “Saya hendak mencari tokek, Bu! Karena saya dengar desas-desus dari orang kampung, kabarnya di sana tokeknya gede-gede. Mungkin saja harganya mahal jika laku dijual?!” ujar Teguh.
     “Boleh saja, tetapi kamu harus minta izin dulu sama Bapakmu, soalnya perjalanan ke desa sana jauh, Nak! Ibu takut kalau terjadi apa-apa dengan kamu selama di perjalanan,” kata ibunya.
     “Ah, Ibu! Ibu aja lah, yang ngomong sama Bapak! Soalnya Teguh takut ngomong sendiri sama Bapak, habis Bapak galak, sih?” kata Teguh merajuk sama ibunya.
     “Iya deh, nanti malam Ibu ngomong sama Bapakmu, kalau Bapak udah pulang dari ladang. Itupun kalau Bapakmu ngijinin kamu pergi!” seru Ngatini.
     “Asyiiik!” ujar Teguh kegirangan.
     Pada malam harinya Ngatini hendak menghampiri Tarjo suaminya yang lagi istirahat di depan TV sambil meminum secangkir kopi tubruk. Dengan tampang sangar, sesekali  ia menyeruput kopi hingga menyentuh kumisnya yang melintang mirip ikan lele serta menambah kesan sangar di wajahnya. Dan perlahan-lahan Ngatini mendekat dan duduk di samping suaminya menikmati acara kesayangannya Ketoprak Humor.
     Tarjo pun menoleh ke arah Ngatini seraya memanggilnya.
     “Eh… Ibu, mari sini temanin Bapak nonton, dong!” sapa Tarjo.
     “Iya Pak, tapi sebenarnya ada yang mau ibu ngomongin sama Bapak,” kata Ngatini.
     “Silahkan, Ibu mau ngomong apa sama Bapak!”
     “Begini Pak, besok pagi anakmu si Teguh hendak ke desa Cangkringan? Dia kepengen minta izin sama Bapak.”
     “Ada tujuan apa, Anak itu hendak ke sana?” tanya Tarjo dengan tampang sangar.
     “Dia hendak mencari tokek, Pak! Katanya di sana tokeknya gede.”
     “Saya dengar-dengar juga dari warga, bahwa harga tokek sekarang ini melambung tinggi. Tapi kenapa bukan dia sendiri yang minta izin sama Bapak.”
     “Dia takut Bapak nggak ngijinin, kalau dia yang ngomongin.”
     “Bapak ijinin, kok! Bu, tolong panggilin Anak itu!”
     Maka bangkitlah Ngatini dari tempat duduknya dan hendak memanggil anaknya Teguh di kamarnya.
     TOK … TOK … TOK …! (Bunyi pintu digedor).
     “Teguh! ... Teguh! Buka pintu!” sahut ibunya.
 “Bentar, Bu!” jawab Teguh.
(Saat pintu dibuka) “Ada apa, Bu?” tanya Teguh.
“Tuh… dipanggil Bapakmu di ruang depan,” kata ibunya.
Teguh lalu melangkahkan kakinya menuju ruang depan hendak bertemu ayahnya.
     “Nak, katanya besok kamu mau ke desa Cangkringan mencari tokek, ya?” tanya Tarjo pada anaknya.
     “Iya, Pak!” jawab Teguh singkat.
“Saya izinkan kamu pergi kesana asalkan kamu berhati-hati aja selama perjalanan,” kata bapaknya.
“Iya, Pak! Saya akan selalu ingat pesan Bapak,” pungkasnya.
     Keesokan paginya, Teguh lekas bangun pagi lalu segera mandi dan berkemas-kemas hendak berangkat ke desa Cangkringan. Setelah berdandan rapi, ia pamit kepada kedua orang tuanya.
     “Pak, saya berangkat dulu, ya!” kata Teguh pada bapaknya sembari menjabat dan mencium tangan bapaknya.
     “Hati-hati saja di jalan ya, Nak!” seru bapaknya.
     “Bu, Teguh pamit dulu ya!” kata Teguh pada ibunya sambil mencium tangan ibunya.
     “Nak! Kamu hati-hati aja di kampung orang, dan ini ada bekal sudah Ibu siapin,” kata ibunya seraya memberi bekal makanan.
     Akhirnya Teguh berangkat ke desa seberang dengan melewati lereng-lereng bukit terjal dan disekelilingnya terdapat pohon-pohon besar yang berakar besar. Sungguh indah suasana perjalanan itu karena melewati hutan rimba yang hawanya masih sejuk.
     Selama dua jam perjalanan maka tampaklah dari kejauhan desa yang hendak dituju serta di kelilingi pemandangan hamparan sawah sengkedan yang sangat indah. Karena merasa kelelahan,  Teguh memutuskan beristirahat di sebuah gubuk  yang berada di pematang sawah.
     Teguh lalu mengeluarkan bekal makanan yang ia bawa selama perjalanan dan saat lagi asyik menyantap makanan. Tiba-tiba, dari kejauhan sayup-sayup terdengar bunyi tokek dari sebuah pohon beringin. Si Teguh pun menghentikan sejenak makannya lalu menoleh ke arah sumber suara tadi.
     “Kayaknya di pohon itu ada tokek besar,” gumamnya dalam hati.
     Ia segera menghabiskan makanannya dan menghampiri pohon beringin tersebut. Teguh kaget bukan kepalang, ketika melihat tokek gede yang seukuran lengan anak umur 12 tahun. Lalu ia segera membuka tasnya mengambil sarung tangan untuk menangkap tokek itu.
     Dia berhasil menangkapnya dengan terlebih dahulu memanjat pohon besar itu. Dalam hati Teguh merasa senang dengan hasil tangkapannya, yang beratnya kira-kira 8 ons dan harganya bisa menembus ratusan juta rupiah.
     Di desa Pamarayang ini, Teguh mencari-cari tokek sejenis di tempat lain selama dua hari dengan harapan bisa menangkap tokek yang lebih besar lagi. Tapi sayang seribu sayang ia hanya menemukan satu ekor tokek betina saja yang merupakan jelmaan Jojo.
     Rupa-rupanya ia tak menemukan Tokek Udin yang juga dikutuk bersama Tokek Jojo. Soalnya Tokek Udin ngumpet di ujung dahan pohon beringin yang sulit dijangkau dan tak mengeluarkan suara sedikit pun hingga keberadaannya tak terdeteksi oleh Teguh.
     Kemudian ia kembali ke kampungnya dengan membawa tokek itu dengan perasaan riang gembira dan tiba dirumahnya menjelang sore. Ia disambut hangat oleh orang tuanya.
     “Nak, dapat banyak tokeknya?” tanya ibunya.
     “Dapat Mak, cuma satu ekor saja yang ukurannya besar,” jawabnya.
     Teguh kemudian masuk ke dalam kamarnya dan menyimpan tokek itu ke dalam kandang khusus.
     “Asyik ini, kalau tokek ini aku jual pasti aku punya banyak uang,” kata Teguh bicara sendiri.
     Lalu tiba-tiba tampak wajah tokek itu sedih dan menangis, lalu ia ngomong, “Jangan jual aku Bang, biarlah aku di kandang ini saja asalkan kamu tidak jual aku!”
     Alangkah kagetnya Teguh mendengar tokek itu bisa bicara pada dirinya layaknya manusia.
     “Kamu kok, bisa ngomong ya?!” ujar Teguh.
     “Sebenarnya aku ini adalah manusia yang dikutuk karena telah melanggar sumpah Mbah Marijan,” kata Tokek Jojo.
     “Siapakah itu Mbah Marijan?”
     “Dia adalah mahluk astral penunggu gua keramat di dalam hutan sana.”
     “Oh... gimana caranya kamu bisa sampai ke sana?”
“Ceritanya panjang deh, yang jelas aku dan saudaraku berteduh ke gua tersebut saat lagi di hutan dan menemukan sosok beliau di dalam gua, dekat sebuah kolam air yang mengeluarkan cahaya berkilauan,” kata Tokek itu.
“Tapi yang penting jangan jual aku deh Bang, engkau dapat membebaskan kutukan ini asalkan kau pelihara aku dan aku bersedia menjadi istrimu jika Anda dapat membantuku terlepas dari kutukan ini,” lanjutnya.
“Hai, kamu ini seorang putri ya, siapa nama kamu?” tanya Teguh.
     “Namaku Jojo,” jawab Tokek Jojo.
     Maka dirawatlah baik-baik tokek itu oleh Teguh. Ia memberi makan udang kering agar sehat selama seminggu. Teguh pun termenung sejenak mendengar kata-kata Tokek Jojo yang mengatakan “Aku bersedia menjadi istrimu jika Anda dapat membantuku terlepas dari kutukan ini”
     Suatu hari, Teguh pun bertanya sama tokek itu lagi “Gimana caranya ya, agar saya dapat membantu kamu lepas dari kutukan ini?”
     “Coba kau kecup keningku,” jawab Tokek Jojo.
Lalu Teguh pun mencium kepala tokek itu tepat dikening, dan ajaibnya tiba-tiba tokek itu berubah menjadi seorang gadis yang suaangat cantik.
     “Alamaaak cantik amat!” kata Teguh kagum.
     “Terima kasih, telah membantuku membebaskan kutukan ini! Sesuai janjiku kamu boleh mempersunting aku!” kata Jojo.
Dan singkat cerita mereka berdua melangsungkan pernikahan yang cukup meriah dengan terlebih dahulu mendapat restu dari kedua orang tua Teguh. Jojo dan Teguh pun hidup bahagia serta dikarunia seorang anak laki-laki sakti yang diberi nama Sandy.

***********
     Di tempat  lain, tepatnya di desa Harendong yang terletak di puncak gunung sebelah kiri  dari desa Cangkringan asal Shinta Jojo. Hiduplah sepasang suami istri yang sudah tua dan memiliki seorang cucu yang ditinggal mati orang tuanya. Suami istri itu bernama Kakek Danu dan istrinya Mpok Atiek beserta cucunya bernama Okky.
     Kakek Danu sehari-harinya bekerja sebagai peternak bebek yang memiliki ribuan ekor bebek. Ia dibantu cucunya mencari pakan bebek, berupa dedak yang di campur dengan Keong Racun yang dicincang.
     Suatu hari ia disuruh kakeknya mencari Keong Racun di desa Cangkringan yang berada di kaki bukit dan banyak terdapat Keong Racun di sana. Karena desa Cangkringan masih memiliki hamparan sawah yang sangat luas sedangkan kampung Okky yang terletak di puncak gunung tidak ada sawah.
     Okky lalu berangkat menuju ke desa Cangkringan, asal Shinta dan Jojo. Ia menuruni perbukitan yang terjal. Sesampai di sana ia beristirahat di pematang sawah, tempat Teguh istirahat saat sedang mencari Tokek kemarin.
     Di tengah jalan Okky berpapasan dengan Teguh, mereka berdua hanya menunduk dan tersenyum seraya bertanya.
     “Numpang tanya, Bang?” tanya Okky pada Teguh.
     “Boleh,” ujar Teguh singkat.
     “Di desa ini, tempat mana yang banyak Keong Racunnya, Bang?” lanjut Okky bertanya.
     “Aku nggak tahu, soalnya aku juga orang baru di sini. Tapi mungkin di dekat pematang sawah sana banyak Keong Racunnya,” kata Teguh menunjuk ke arah tempat duduknya tadi. “Cari keong buat apa ya, Bang?” Teguh balik bertanya.
     “Ini Bang, buat pakan ternak bebek kakekku,” jawab Okky.
     “Ooooh….!”
     “Eh..ngomong-ngomong abang lagi bawa apaan, tuh?”
     “Ini Bang, barusan tadi aku menangkap tokek gede. Kalau barang ini dijual harganya pasti mahal banget, nih!” jawab Teguh sambil memperlihatkan hasil tangkapannya pada Okky.
     “Woow gede amat ya! Tapi makasih udah bantuin!” seru Okky.
     “Sama-sama!” balasnya.
     Mereka berdua kemudian berpisah. Teguh kembali ke kampungnya sedangkan si Okky baru tiba di desa Pamarayang. Okky lalu menuju dekat pematang sawah mencari-cari Keong Racun di antara semak belukar dan batang padi.
     Ternyata ia menemukan banyak keong di sana. Okky lalu mengeluarkan keranjang yang ia bawa dari tadi. Ia memungut keong itu satu persatu dan memasukkan ke dalam keranjangnya hingga penuh.
     Tanpa sadar ia menemukan keong yang ukurannya agak besar dan mengeluarkan warna berkilauan dicangkangnya, yang dia masukkan dalam keranjang. Ia tidak menyangka bahwa keong yang agak besar itu adalah jelmaan Shinta.
     Hari itu Okky merasa puas dengan hasil tangkapannya dan menjelang sore ia pun kembali ke kampungnya di atas bukit.
     Keesokan paginya Okky bermaksud memberi pakan bebeknya dengan mencincang satu persatu keong itu dari cangkangnya. Saat tiba giliran keong yang besar mau dicincang dan dalam keadaan golok sedang diayunkan hendak menebas keong itu.
     Tiba-tiba, keong itu menangis dan meminta belas kasihan “Toloong… Toloong… Toloong… jangan cincang aku, ampuni aku Bang,” kata Keong Racun.
     Okky kaget bukan kepalang mendengar keong itu bisa ngomong. Ia pun merasa iba lalu meletakkan goloknya.
     “Kok, kamu bisa ngomong, ya?” tanya Okky.
     “Aku ini sebenarnya seorang putri yang dikutuk jadi Keong Racun. Jadi jangan bunuh aku lah, Bang!” jawab keong Shinta.
     “Kenapa kamu bisa dikutuk?”
     “Aku ini melanggar sumpah Mbah Marijan, penunggu gua keramat bersama saudara kembar saya, Jojo!”
     “Apaaa!! Jangan-jangan, keong-keong yang sudah aku cincang ini diantaranya ada saudara kamu,” sesal Okky.
     “Tidak! Kamu tidak membunuh saudaraku, karena keong-keong itu cuma keong biasa sedangkan Jojo saudaraku itu dikutuk jadi seekor Tokek Belang ditempat kau temukan aku,” kata keong Shinta.
     “Tapi kalau boleh tahu siapakah nama kamu?” tanya Okky.
     “Nama saya Shinta, Bang!” jawabnya. “Kalau nama Abang?” lanjutnya.
     “Panggil saja aku, Okky!” seru Okky.
     Dalam benak Okky terlintas dalam pikirannya dengan seorang pemuda yang ia temui di jalan 5 tahun lalu dan membawa seekor tokek besar saat baru sampai di desa Cangkringan. Tetapi lamunannya tiba-tiba buyar saat keong itu bertanya sambil menangis :
     “Kenapa kamu diam saja, Bang! Apakah kau menemukan saudaraku? Huuu… Huuu…  Huuu…!!!”
     “Ah, tidak ada apa-apa, kok! Aku tak ketemu saudaramu itu,” kata Okky merahasiakan karena ia belum yakin bahwa Tokek yang ditangkap pemuda tersebut adalah saudara Keong Racun.
     Okky kemudian memelihara keong itu dengan telaten. Hari demi hari ia beri makan dan keong itu dia simpan di rawa-rawa di belakang rumahnya.
     “Kamu tinggal di sini aja, ya! Kalau kamu butuh makan, nanti saya beri sisa makanan keluargaku,” kata Okky.
     “Iya, Bang! Makasih telah memerhatikan aku,” ujar keong itu.
     Suatu hari ia kembali menengok keongnya dan Okky pun menemukan keongnya sedang bersedih dengan mengeluarkan lendir yang sangat banyak pertanda dia sedang menangis.
     “Kenapa kamu menangis, Shinta?” tanya Okky.
     “Aku bersedih karena sudah 5 tahun aku tidak bertemu dengan kedua orang tuaku,” jawab Keong itu.
     “Memangnya orang tuamu tinggal di mana?”
     “Di desa Pamarayang tempat kamu temukan aku.”
     “Apakah saya bisa membantu kamu kembali kepada orang tuamu?” tanya Okky menawarkan bantuan.
     “Mana mungkinlah, Bang Okky! Ia pasti tidak mengenali diriku lagi. Karena aku masih berwujud seekor Keong Racun. Apalagi mereka tidak mampu mendengarkan suaraku, hanya kamulah satu-satunya orang yang bisa mendengar suaraku.”
     “Gimana caranya agar saya bisa bantu kamu membebaskan kutukan ini?”     
     “Kamu harus mengecup keningku baru kutukan ini bisa terlepas. Itupun baru berhasil jika kamu memang manusia pilihan yang bisa membebaskan kutukanku. Karena tidak sembarang manusia yang bisa melepas kutukan Mbah Marijan!” seru si Keong.
     Lalu Okky mencium kepala Keong Racun itu dan menyentuh kedua antenanya. Dan tiba-tiba keajaiban terjadi kemudian…
     ”BUZZZZH!!” 
     Dalam sekejap keong itu berubah wujud menjadi seorang putri yang sangat cantik jelita. Shinta akhirnya terbebas dari kutukannya selama lima tahun.
     “Terima Kasih, Bang Okky! Telah menolong aku menjadi manusia kembali seutuhnya,” ujar Shinta. ”Dan karena kamu telah menolong aku kamu berhak untuk menjadikan aku sebagai istrimu!” lanjutnya.
     Okky kemudian menyampaikan niatnya kepada kedua kakek neneknya untuk mempersunting Shinta yang telah menjadi manusia menjadi istrinya. Mendengar niat cucunya, Kakek  Danu dan Nenek Mpok Atiek sempat kaget, kenapa tiba-tiba ada seorang gadis cantik berada di rumahnya. Setelah Okky menjelaskan bahwa gadis tersebut adalah Keong Racun yang telah berubah menjadi manusia. Baru kemudian ia merestui hubungan cucunya dengan Shinta.
     Setelah mendapat restu, kemudian Shinta dan Okky bersama kedua kakek neneknya berangkat ke desa Shinta untuk mempertemukan orang tua Shinta Paijo dan Sartiyem yang selama lima tahun tidak ketemu sekaligus ingin melamar Shinta.
     Saat tiba di kampungnya, Shinta segera ke rumahnya untuk bertemu orang tuanya. Kondisi rumahnya dalam keadaan sunyi, setelah ia bertanya kepada tetangganya ke mana kedua orang tuanya pergi. Tetangga itu mengatakan Bapak Ibunya sedang berada ke sawah menggarap sawah tetangga.
     Desas-desus tentang kemunculan kembali Shinta setelah 5 tahun menghilang menyebar ke penjuru desa. Seorang warga lalu memanggil kedua orang tua Shinta ke sawah dan dengan tergopoh-gopoh ia berteriak.
     “Paijo… Paijo… anakmu Shinta sudah kembali!!” teriak warga itu.
     “Apa! Anakku Shinta sudah kembali, sekarang ada di mana mereka,” teriak ibunya histeris lalu berlari menghampiri orang tersebut.
     “Benar, nih! Anakku Shinta sudah kembali ke desa ini,” kata Paijo ragu.
     “Benar, nih Paijo! Anakmu Shinta sekarang ada di rumah bersama 3 orang,” ujar orang tadi.
     Dengan bergegas mereka menghentikan aktivitasnya menggarap sawah lalu dengan berlari-lari kecil Paijo, Sartiyem dan orang tadi menuju rumah Paijo hendak ketemu Shinta. Sesampainya di rumah serentak sartiyem teriak, “Shintaaa… ! Kamu sudah kembali, Nak! Jojo mana, nih!” kata ibunya setelah mengetahui Jojo tidak bersama Shinta.
     “Ibuuu…. ! Aku tak bersama Jojo, aku tak tahu dia berada di mana setelah aku berpisah,” ujar Shinta sambil memeluk ibunya.
     “Kamu bersama dengan siapa?” tanya bapaknya.
     “Ini Pak, namanya Okky yang telah menyelamatkanku saat aku dikutuk bersama Jojo,” pungkas Shinta.
     “Dikutuk? Emang siapa yang kutuk kamu, Nak!” kata Bapaknya.
     “Mbah Marijan, penunggu gua keramat yang ada di hutan sana, Pak! Shinta dikutuk jadi Keong Racun sedangkan Jojo dikutuk jadi Tokek Belang”
     “Memangnya kamu telah berbuat apa, Nak!” kata ibunya memotong pembicaraan.
     “Ceritanya panjang, Mak! Nanti Shinta ceritakan di dalam rumah saja,” ujar Shinta. “Kalau dua orang ini, kakek neneknya si Okky, Mak! Namanya Kakek Danu dan Mpok Atiek,” lanjutnya.
     Orang tua Shinta kemudian mempersilahkan tamunya masuk ke dalam rumah. Shinta pun menceritakan kejadiannya selama 5 tahun menghilang kepada kedua orang tuanya, hingga ia ditemukan oleh Okky sang pencari Keong Racun.
     Paijo dan Sartiyem sangat sedih mendengar cerita anaknya secara panjang lebar dan sangat menyesali perbuatan tidak terpuji yang telah dilakukan oleh kedua anak kembarnya hingga mendapat kutukan.
     Tapi orang tuanya masih tetap bahagia karena masih diberi kesempatan bertemu kembali dengan Shinta anaknya yang hilang selama lima tahun. Kembalinya si anak hilang membuat keluarga Paijo bahagia, tetapi kebahagiaannya belum sempurna selama anaknya Jojo belum juga kembali ke rumah.
     Tak lupa juga Okky dan keluarganya mengutarakan niatnya untuk melamar Shinta menjadi istrinya. Setelah lamarannya diterima orang tua Shinta. Okky dan Shinta akhirnya menikah dengan pesta yang sangat meriah. Mereka berdua kemudian tinggal dan memulai hidup baru yang bahagia di rumah orang tua Shinta di Desa Cangkringan.
*********
     Bagaimanakah nasib Jojo apakah ia masih sempat bertemu kedua orang tuanya dan bagaimana nasib Nazar dan Udin yang masih menjadi Keong Racun dan Tokek Belang, silahkan ikuti kelanjutan kisahnya.

Cerita ini selesai ditulis di Kota Pinrang, Sulsel tanggal 19 November 2010

Baca kisah  sekengkapnya di sini KEONG RACUN DAN TOKEK BELANG 3